"Ayah! Ayah! Ayah kenapa! Buka mata!"
Jack spontan membuka mata kala dihadapannya terlibat Sofa tengah menangis, perempuan kecilnya itu duduk di tepi ranjang, mengusap air mata.
Beralih pada posisi duduk, Jack meneguk ludah kasar ketika aroma dari sisa pembakaran kembali menghantui pikiran. Ia sungguhan gila sekarang. Bahkan di depan Sofia tangisan tak tertahan, memunguti sisa dari setiap kanvas.
"Ayah gak papa? Kenapa bisa kebakaran?"
Itulah mengapa Sofia begitu ragu meninggalkan ayahnya sendirian, selain amat mencintai mendiang bunda-nya, Jack juga sangat ceroboh. Namun sedikitpun Sofia tak menganggap pria itu gila, baginya Jack hanya terjerat dalam sesal percintaan. Sofia bahkan pernah berfikir untuk hanya akan menerima cinta seorang pria yang bisa mencintainya seperti Jack mencintai Jiya.
"Ayah lupa matiin lilin."
"Ayah," Sofia memeluk Jack dari samping, "Om sama Tante bakal kirim Ayah ke rumah sakit jiwa. Tapi Sofia janji bakal sering jenguk Ayah. Jadi jangan takut, ya?"
Jack menggelelng, "Gak perlu repot. Papa mau pergi sama Mama, Sofia jaga diri baik-baik ya, Nak."
Menggeleng, Sofia semakin mengeratkan pelukan, "Apa maksud Papa?"
Hanya senyum yang di dapati Sofia sebagai balasan. Sementara Jack mengambil dua kanvas yang terobek sebelumnya, membawa keluar kamar untuk kembali di rekatkan dengan perekat bening.
"Maaf, Kado buat bunda jadi rusak gitu. Sofia janji bakal bikin gambar yang baru buat Papa, hmm?" Gadis itu coba menghibur sang ayah yang kembali muram.