Aku pergi ke sekolah seperti bisa. Hanya saja hari ini sedikit berbeda dari hari-hari yang biasanya kulalui, karena hari ini adalah awal dari tahun ajaran baru. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, awal tahun ini dimulai dengan upacara penyambutan siswa baru dan dilanjutkan dengan pidato kepala sekolah.
Setiap pergantian tahun ajaran, sekolah kami ini selalu mengadakan tes untuk menentukan kelas yang akan menjadi tempat kami untuk belajar selama satu tahun ke depan. Aku tak ambil pusing seperti siswa atau siswi kebanyaan karena aku beranggapan tes ini tidak akan berpengaruh besar untuk kedepenya. Biasanya tes ini hanya dilakukan selama dua hari saja. Dan setelah tes tersebut selesai, hasilnya akan ditempelkan di mading sekolah untuk memberitahu kelas mana yang akan menjadi tempat untuk belajar.
Aku mencari dengan teliti mengecek satu-persatu kelas yang ada untuk menemukan namaku berada di kelas apa. Saat itu lah aku menemukan namaku yang terpampang di mading sekolah berada di kelas 2-C. Setelah mengetahui kelas mana yang akan aku tempati, aku pun langsung menuju kelas tersebut.
Setibanya di depan kelas aku tak langsung masuk, tetapi aku berdiam diri sejenak untuk menarik napas sambil menyiapkan mental sebelum masuk. Ketika aku membuka pintu, aku melihat sudah banyak orang yang saling mengenal. Ada pula yang sudah membentuk kelompok-kelompok kecil. Aku metatap sekitar untuk mencari tempat duduk yang kosong.Â
Aku pun memutuskan untuk duduk tepat disamping jendela meskipun masih banyak tempat duduk yang kosong. Aku memilih tempat ini karena aku lebih suka menyindiri, berada di samping jendela sambil membaca buku dan mendenganrkan musik.  Selain itu juga aku memilih posisi ini karena menurutku posisi ini lah yang paling nyaman bagiku. Tempat dimana  yang memungkinkanku untuk tidak terlalu diperhatikan oleh orang lain. Karena pada dasarnya aku tak terlalu suka bersosialisasi dan selalu sendiri.
Selang beberapa saat, bel tanda masuk pun berbunyi disertai dengan masuknya wali kelas baru kami.
"Pagi semuanya. Ibu sekarang adalah wali kelas baru kalian. Nama ibu Iriana. Ibu di sini mengajar matematika. Nah sekarang mari kita mulai perkenalanya."
Perkenalan pun dimulai. Satu persatu anak berdiri sesuai dengan yang di tunjuk oleh wali kelas baru kita ini. Ketika giliranku tiba, aku pun langsung berdiri dan memperkenalkan diriku. Perkenalan dariku sangat singkat sampai-sampai semua murid terlihat bingung dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Ketika anak terakhir baru saja selesai memperkenalkan dirinya, tiba-tiba saja pintu kelas terbuka.
"Pe... permisi."
 Terlihat seorang siswi yang terengah-engah berdiri di depan pintu kelas sambil metatap sang guru. Jelas saja hal ini langsung mengejutkan seisi kelas dan membuat semua murid yang ada mulai gaduh mempertanyakan siapakah siswi yang baru datang tersebut.
"E... ada apa ini?" tanya wali kelas sambil keheranan.
"Ma... maaf bu, saya terlambat," jawab siswi tersebut dengan suara yang halus.
"Kenapa kamu sampai terlambat?"
"Tadi saya bangun kesiangan."
"Ya udah tidak apa-apa. Tapi nanti jangan sampai di ulangi lagi ya?"
"Ya Bu," jawabnya dengan nada bersalah.
"Nah sekarang sini masuk dan perkenalkan diri kamu."
Dia pun masuk seperti yang diperintahkan oleh walikelas tersebut dan membetulkan posisi berdirinya, menghadap ke semua murid yang ada.
"Selamat pagi semuanya, namaku Sakura. Hobiku traveling. Aku tinggal tidak jauh dari sini. Aku bercita-cita menjadi seorang guru. Aku baru pindah ke sekolah ini pada tahun ke dua. Semoga kedepanya kita bisa menjadi teman akrab."
Perkenalan singkat darinya pun selesai. Sejenak aku mengamatinya yang sedang menjawab pertanyaan dari beberapa murid yang penasaran akan dirinya. Tak butuh waktu lama baginya untuk mengakrabkan diri dengan murid-murid yang lain. Menurut ku dia adalah tipe orang yang mudah bergaul dan mudah mendapatkan teman.
Lamunanku tepecah ketika dia tiba-tiba saja teriak sambil menunjuk kearahku.
"Ha! Kamu! Kamu yang pas itu yang jadi penjaga toko buku kan?"
Aku pun dibuat terkejut oleh perkataanya yang spontan itu.
Sebelum aku sempat menjawab, dia dipukul ringan dan mendapatkan nasehat dari wali kelas kami. Dia pun disuruh untuk duduk di kursi yang berada di barisan tengah.
Memeng benar aku pernah jadi penjangan toko buku, tapi kejadian itu sudah lama. Hebat juga dia masih mengingatnya.
Seharian ini kami semua hampir tidak belajar. Waktu kami kebanyakan dihabiskan dengan mendengarkan guru-guru baru yang memperkenalkan dirinya masing-masing dan dilanjutkan dengan mengobrol. Tetapi berbeda hal jika yang masuk adalah guru yang sudah pernah mengajar kami. Biasanya guru tersebut akan memberikan pelajaran tetapi akan selesai sebelum jam pelajaranya habis. Kegiatan seperti ini lumrah dilakukan setiap pembagian kelas selesai dilakukan.
Bel pulang pun berbunyi.  Murid-murid yang ada pun langsung merapihkan barang-barang mereka dan langsung pergi keluar setelah mengucapkan salam perpisahan kepada teman mereka masing-masing tetapi ada pula yang masih asyik mengbrol dengan teman baru mereka. Begitu pula denganku, aku langsung  merapihkan barang-barang dan pergi keluar kelas karena sudah tidak memiliki kepentingan lagi di sini.
Ketika aku tengah berjalan pulang, terdengar sayup-sayup suara yang sepertinya memanggilku. Aku tak menghiraukanya dan terus melanjutkan perjalanan tetapi tiba-tiba saja ada sesuatu yang menepuk pundakku sehingga membuatku terkejut. Â
"Hei kamu. Tunggu dong."
Suara ini. Aku kemudian menoleh kearahnya dan menemukan wajahnya yang sedang menatap kearahku. Benar saja orang yang menatapku ini ialah sakura. Aku bisa melihat tatapanya yang penuh dengan semangat sedang tertuju kepadaku. Setelah mengetahui siapa yang memanggilku, aku pun langsung mengembalikan pandangan ku ke depan dan melanjutkan perjalanan pulang meninggalkan sakura yang ada di belakang ku tanpa menaggapi omonganya sedikitpun. Tetapi dia tidak berhenti sampai disitu saja.
"Hei tunggu!"
Aku pun menghembuskan napas pelan lalu berbalik dan mulai berbicara.
"Ada perlu apa?"
"Kamu kenapa tadi diem aja di kelas? Pas istirahat juga, yang lain ngobrol sedangkan kamu malah asyik baca buku sendiri. Apa jangan-jangan kamu gak punya teman ya?"
Ini anak gak punya sopan santun apa?Â
"Emangnya kenapa kalo aku gak punya teman? Lagian kenapa juga kamu ngeliatin aku terus dikelas coba?"
"Eh!? Kalo itu..."
Dia terlihat terkejut dengan pertanyaan yang barusaja aku berikan dan bingung harus menjawab apa.
"Da... Dari pada itu, jadi kamu emang bener ya gak punya temen?"
Wah... dia mengalihkan topik.
Aku kembali menghembuskan napas dengan pelan.
"Iya. Kenapa?"
"Enggak cuman penasaran aja. Emangnya kamu gak kepikiran gitu buat punya temen?"
"Enggak."
Aku pun lantas berbalik badan diiringi dengan salam perpisahan untuk menyudahi pembicaraan ini dan berniat pulang ke rumah.
"Kalo gitu sam...."
 "Eh..., kok gitu sih? Harusnya kamu punya temen, satu juga gak masalah. Kan teman bisa ngebantu kamu lagi kesusahan."
Tiba-tiba saja dia memotong perkataaanku yang belum selesai diucapkan. Aku pun kembali ke posisi awal ketika gerakanku itu baru setengah dilakukan.
"Gak. Buat apa? Ngerepotin."
"Eh..."
Dia terlihat kecewa dengan jawaban yang aku berikan.
"Hm... Ah! Gimana kalo kamu coba temenan sama aku dulu aja? Mau gak?"
Hah? Yang bener aja.
"Gak," jawabku dengan spontan dan dengan nada yang dingin.
Aku lantas pergi meninggalkanya yang sepertinya masih tidak percaya dengan apa yang barusaja dia dengar. Tetapi dia tidak menyerah sampai disitu saja. Dia terus saja menanyai ku dengan pertanyaan yang sama berulang-ulang kali hingga aku mulai kesal mendengarnya. Aku pun menyerah menghentikan langkahku dan berbalik. Dengan sedikit kesal aku membalas pertanyaanya dengan pertanyaan.
"Emang kamu gak akan pulang?"
"Jalan pulang aku lewat sini kok. Jangan-jangan kita searah lagi?"
"Mungkin."
"Wah...., kebetulan sekali. Kalo kita temenan nanti kita bisa aku bisa jadi temen kamu pulang."
"Gak, makasih. Aku lebih suka pulang sendiri."
" Eh...., dari tadi jawabanya kok enggak terus sih? Oh iya, Gimana kalo kita sekarang tukaran nomor handphone dulu aja? Gimana? Mau gak?"
Untuk kesekian kalinya menghembuskan napas lagi. Yaudah lah dari pada di ganggu terus mending kasih aja nomor handphonenya. Aku pun mengeluarkan handphone dan memberian nomorku.
"Oke makasih. Oh iya, aku belum tahu nama kamu."
"Arata. Nama aku Arata."
"Oke sekali lagi makasih ya Arata. Samapi ketemu besok."
Sambil melambaikan tanganya kearah ku dan kemudian pergi menjauh.
Ucapan itulah yang mengakhiri petemuan ku dengannya hari ini. Tetapi, ketika aku baru saja sampai dirumah, aku langsung di-SMS oleh sakura. Tapi aku tak menghiraukan pesan itu dan lebih memilih untuk membaringkan badanku di kasur. Tetapi kemudian, masuk pesan yang lebih banyak lagi. Karena merasa terganggu dengan pesan yang masuk tersebut, aku pun memutuskan untuk membacanya.
Ada apa sih?
Hehe. Cuman mau ngetes aja.
Gak usah sampai sebanyak ini kalo cuman mau ngetes.
Hehe. Maaf maaf. Sampai ketemu besok.
Hah..., apa-apan coba.
Setelah mendapatkan nomor handphone-ku kami cukup sering melakukan obrolan melalui SMS. Setiap pulang sekolah biasanya aku  langsung beristirahat tetapi kini ada ritual tambahan yang aku harus lakukan yaitu membuka handphone dan mengecek apakah ada SMS dari Sakura atau tidak. Dan jika ini tidak dilakukan maka hal slanjutnya yang akan terjadi ialah akan ada spam SMS dari Sakura yang terus berdatangan hingga aku membalasnya. Sudah pasti spam SMS ini sangat menggangu, maka dari itu aku lebih memilih utuk membalasnya ketimbang menghiraukanya meskipun tak jarang topik yang kita bahas adalah topik yang membosankan. Tetapi lama-kelamaan aku mulai terbisa dengan hal ini dan malah merasa aneh jika tidak ada SMS dari Sakura.
[Jam pelajaran telah selesai, para siswa dipersilahkan pulang]
Waktu pulang pun tiba, aku segera membereskan barang-barangku yang berserakakan diatas meja dan memasukanya ke dalam tas dengan asal-asalan. Aku ingin cepat sampai di rumah dan langsung membaca buku yang baru saja ku beli. Buku ini merupakan buku yang sudah lama ingin ku baca karena aku dengar-dengar buku ini cukup seru untuk dibaca. Setelah semua itu selesai dimasukkan kedalam tas, aku langsung melangkahkan kakiku menuju pintu. Tetapi sepertinya keinginanku untuk langsung membaca buku baruku itu harus tertunda. Karena tiba-tiba saja Sakura menghadang jalanku di pintu kelas dan membuatku sedikit terkejut.
"Minggir."
"Gak."
"Ha..., ada perlu apa?"
"E... gini."
"Ada apa?"
"Bisa gak kita ngobrol berdua aja?"
"Hah?"
Sontak aku dibuat terkejut dengan ajakanya yang mendadak itu. Tanpa sempat menayakan apa maksudnya, dia langsung menarik tanganku dan membawaku pergi dari depan kelas.
"Hoi, mau kemana sih?"
"Udah ikut aja."
Aku terus diseret olehnya melewati murid-murid yang terus menatap kearah kami dengan keheranan. Perjalanan kami pun berakhir di atap sekolah.
"Jadi, mau ngomong apa?"
Dengan sikap yang malu-malu dan muka yang sedikit memerah, dia mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Sebenarnya..."
Waduh. Tunggu dulu.
"Tolong temani aku untuk mencari hadiah ulang tahun."
Ha..., ternyata cuman minta tolong. Aku kira..., ah sudah lah.
"Kenapa harus aku? Bukanya masih ada tema kamu yang lain."
"Iya sih, tapi kan aku butuh saran dari laki-laki juga."
"Kita hanya pergi berdua?"
"Enggak ada satu temanku yang bakalan ikut. Gimana? Mau ya?"
"Iya iya aku ikut."
"Oke, kalo gitu nanti aku SMS-in jam sama tempat ketemuanya ya. Dah... makasih ya Arata."
Dia pun langsung pergi menuju pintu keluar.
Mencari hadiah ya...
Pada malam harinya setelah aku mandi, aku mendapat SMS dari Sakura.
YO. Masih inget gak janji yang tadi siang? Pastinya masih dong. Ngomong-ngomong besok kita janjian di depan mall jam sembilan oke? Kalo gitu dah selamat malam.
Aku pun mematikan handphone dan langsung tidur.
Keesokan harinya aku telah sampai di tempat yang dijanjikan. Aku mengecek jam dan ternyata aku sampai sedikit lebih cepat dari waktu yang telah dijanjikan. Tak lama kemudian Sakura datang menggunakan pakaian yang terlihat cocok denganya sampai-sampai aku dibuat terdiam oleh penampilanya itu.
"Yo, Arata. Kamu udah nunggu dari tadi?"
"Enggak. Aku juga baru dateng. Ngomong-ngomong mana teman kamu itu?"
"Gak tahu."
"Apa dia lupa?"
"Tunggu aku coba telepon dia dulu."
Dia pun merogoh tasnya untuk mencari handphone.
"Halo? Kamu jadi datang gak? Eh? Oh gitu. Ya udah dah."
"Apa katanya?"
"Katanya dia dia gak bisa datang. Ada keperluan mendadak katanya."
Sakura pun terlihat bingung harus berbuat apa.
"Maaf ya Arata, kayanya hari ini kita gak jadi nyari hadiahnya."
Aku melihatnya sejenak yang tengah muram. Dia terlihat sangat kecewa karena harus membatalkan acara ini. Sepertinya dia sudah menantikan hari ini.
"Kalo gitu, ayo pergi."
"Hah? Kemana?"
"Nyari hadiah."
"Tapi kan..."
"Emangnya kalo satu orang gak datang bakalan jadi masalah? Lagian kita juga udah jauh-jauh datang kesini. Jadi Sia-sia kan kalo gak dimanfaatin"
Benar, ini akan menjadi sia-sia bila tidak dilakukan sekarang. Dia pasti akan merasa bersalah jika tidak bisa memberikan hadiah yang sempurna untuk sahabatnya itu. Dan itu pasti akan menimbulkan efek yang lain. Setidaknya itulah yang ada di dalam benaku saat ini.
"Hm! Ayo kita pergi."
Dia pun langsung menuju ke arahku yang sudah lebih dulu berjalan, disertai dengan kembalinya keceriaan yang sempat hilang dari mukanya.
Kami berdua berjalan bersama menyusuri lantai mall untuk mencari hadiah yang sempurna. Melihat satu persatu toko yang sekiranya menjual barang untuk dijadikan hadiah. Mulai dari toko boneka hingga toko pakaian. Kami juga sempat mencoba beberama makanan yang dijual disana sembari beristirahat setelah berkeliling kesana-kemari. Setelah lama mencari, mata kami tertuju pada sebuah boneka panda yang terpajang di salah satu etalase toko. Kami pun memutuskan untuk membelinya sebagai hadiah.
Setelah mendapatkan barang yang dicari, kami berdua langsung keluar mall dan menuju halte bus. Kebetulan saat itu sedang ada bus yang tengah menunggu penumpang jadi kami tidak usah menunggu lama. Sesampainya di tempat pemberhentian, kami pun langsung turun dan berjalan kaki menapaki jalanan beraspal untuk sampai dirumah. Melewati rumah-rumah di sepanjang jalan. Sesekali kami juga mengobrol mengenai hari ini.
Tibalah kami di persimpangan tempat kami akan berpisah.
"Kalo gitu sampai ketemu di sekolah."
"Arata, tunggu sebentar."
Langkahku pun terhenti oleh panggilan itu.
"Nih, buat kamu."
"Apa ini?"
"Di lihat juga sudah jelas bukan? Itu sebuah gantungan kunci."
"Aku tahu itu, tapi maksudku untuk apa ini?"
"Ya... anggap aja ini sebagai ucapan terimakasih untuk hari ini dariku."
"Makasih ya. Nanti aku akan pakai ini."
"Ya sama-sama."
Dia terlihat senang setelah mendengar ucapanku tadi.
Setelah mengucapkan salam perpisahan, kami berpisah berjalan menuju rumah masing-masing.
"Arata!"
Aku pun menoleh ke belakang melihat kearah sakura.
"Sekali lagi makasih ya buat hari ini. Tadi itu sangat menyenagkan."
Dia pun melambaikan tangan sambil tersenyum lebar ke arahku. Dan setelah itu dia langsung pergi menjauh menuju rumahnya. Aku kembali menatap gantungan kunci tersebut. Dipasang di tas sepertinya tidak buruk.
waktu istirahat pun tiba. Seperti bisa aku langsung pergi ke kantin. Jika tidak maka aku akan kesulitan untuk mendapatkan makanan yang aku inginkan bahkan bisa saja aku tidak bisa mendapatkan makanan tersebut. Hal seperti ini bisa terjadi kerena pada saat seperti ini lah kantin selalu dipadati oleh siswa yang ingin membeli makanan ditambah hanya ini satu-satunya tempat kami untuk membali makanan.
Karena kantin belum terlalu ramai, aku dapat dengan mudah mendapatkan makanan yang ku inginkan. Setelah mendapatkanya, aku langsung pergi ke taman untuk menyantap makananku. Aku pun mencari tempat yang strategis untuk menyantap roti yang baru saja ku beli. Ketika rotiku baru setengahnya dimakan, tiba-tiba saja aku di hampiri oleh dua orang murid yang sepertinya setingkat dibawahku. Mereka berdua terlihat gugup ketika ingin memulai pembicaraan denganku.
"A, anu, maaf kak, Aku Karen dan ini Kei. Kami berdua dari kelas 1-B."
"Lalu? ada perlua apa denganku?"
"Gini kak, kami tadi minta tolong diajari oleh kak Sakura. Tapi kak sakura menyuruh kami untuk minta diajari oleh kakak."
"Emangnya ada apa dengan Sakura?"
"Katanya kak Sakura ada keperluan."
Sakura memang dikenal pintar dikalangan para murid. Dia selalu mendapatkan nilai yang bagus di setiap ulanganya. Pada saat ulangan tengan semester saja dia mendapat peringkat ke satu dari semua murid kelas dua. Karena hal ini lah dia banyak dimintai tolong untuk membantu orang lain belajar.
"Gimana kak? Bisa gak bantu kita?"
Melihat mereka berdua yang memintaku dengan tulus membuatku sangat sulit untuk menolak permintaanya
"Ha..., ya udah aku akan bantu. Â Besok kita mulai belajarnya di perpustakaan pas pulang sekolah bisa gak?"
"Bisa bisa. Makasih ya kak."
Mereka berdua terlihat gembira ketika mendengar jawabanku itu dan setelahnya mereka langsung pergi meninggalkan ku menuju kelas asal mereka.
Ketika bel tanda berakhirya pelajaran berbunyi, aku dan sakura langsung membereskan barang-barang kami. Kami berjalan berdampingan menuju gerbang sekolah dan pulang bersama. Â Saking seringnya pulang bersama Sakura, aku pun mulai terbiasa dengan keadaanku yang sekarang ini meskipun pada awalnya kami berdua dikira orang yang tengah berpacaran. Tetapi seiring berjalanya waktu mereka pun paham bahwa kami berdua tidak sedang pacaran.
Di perjalanan pulang, aku sempat bertanya kepada Sakura mengenai dia yang menyuruh Karen dan Kei untuk mita di ajari olehku.
"Kenapa kamu menyuruh mereka buat belajar sama aku? Bukanya kamu lebih pinter?"
"Ya... biar kamu ada kerjaan sedikit aja. Dari pada kamu diem aja. Kan kamu satu peringkat dibawah aku."
"Terserah lah."
"Hehe."
Ke esokan harinya ketika bel pulang sudah berbunyi, aku langsung pergi menuju perpustakaan untuk memenuhi janji yang buat ku kemarin. Ketika aku masuk, aku melihat mereka berdua sudah siap untuk belajar. Alat-alat tulis dan buku pelajaran sudah mereka siapkan dengan rapih. Setelah mereka menyambutku baru lah sesi belajar mengajar dimulai. Aku mengajari mereka dengan serius menjelaskan poin-pion yang tidak mereka mengerti dengan detail. Hingga pada akhirnya mereka bisa mengerjakan sendiri soal-soal yang aku berikan. Mereka juga terlihat sangat antusias dalam kegiatan belajar ini. Selama seminggu kegiatanku bertambah satu buah. Menjadi guru les untuk mengajari mereka pada pelajaran yang mereka anggap sulit.
Tak terasa satu minggu pun telah berlalu dan hari ini adalah hari terakhir kami berlajar bersama.
"Kak, terimakasih ya udah mau ngajarin kami."
"Ya, sama-sama."
Mereka berdua pun pamit pergi berjalan meninggalkan perpustakaan untuk pulang kerumah mereka masing-masing.
Selang beberapa hari setelahnya, mereka berdua kembali menemuiku di taman. Tetapi kali ini mereka berdua membawa beberapa lembar kertas ditangan mereka.
"Kak. Lihat ini."
Dengan wajah ceria, mereka berdua menunjukkan kertas-kertas yang mereka pegang yang ternyata kertas tersebut berisikan hasil ulangan mereka. Tak disangka hasil ulangan mereka berdua cukup memuaskan. Tak ada satupun nilai ulangan yang dibawah delapan puluh. Aku turut berbahagia melihat mereka yang begitu gembira dengan hasil ulanganya.
"Selamat ya."
"Anu kak, ada satu lagi."
"Ada apa?"
"Untuk kedepanya boleh gak kita berkunjung ke kakak lagi?"
Aku terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Kei kepadaku. Aku melihat muka mereka yang penuh dengan harapan menananti jawabanku. Jika aku menolak tawaran mereka, meraka pasti akan sangat kecewa dan aku akan merasa bersalah karenanya. Lagi pula aku juga tidak punya alasan untuk menolak tawaran mereka ini.
"Boleh saja."
"Benar kah?"
"Iya benar"
Mereka berdua tampak senang bahkan hampir meloncat-loncat kegirangan mendengar jawabanku ini.
"Kalau begitu, kami harus memanggil kakak dengan sebutan apa?"
"Kak Arata saja."
"Oke kak Arata"
Kami pun bertukar nomor handphone dan mengobrol sebentar sebelum akhirnya kami berpisah lantaran mereka berdua harus segera pergi karena ada jam pelajaran olahraga setelah istirahat.
"Hoho..."
Aku dikejutkan dengan kemunculan sakura yang tiba-tiba saja berada di samping ku.
"Jadi..., sekarang tuan penyendiri sudah mendapatkan teman baru ya?"
"Mungkin"
"Eh? Kok jawabanya malah mungkin sih?"
Sekarang hampir setiap malam kami menyempatkan diri untuk mengobrol bersama. Membicarakan banyak hal mulai dari hal yang tidak penting hingga yang menyermakan. Aku berpikir kehidupan SMA-ku mulai berubah sedikit demi sedikit dengan kedatangan satu orang murid. Perlahan masa ini pun mulai tersa sedikit menyenagkan.
Hari itu aku pulang seperti biasa menyusuri trotoar yang dipenuhi dengan pepohonan yang rimbun. Kami pun berpisah di sebuah persimpangan. Aku berjalan ke arah kanan sedangkan Sakura ke arah yang sebaliknya.
"Aku pulang."
Tak ada jawaban yang terdengar. Aku mencari ibuku ke dapur tetapi tak ada siapapun disana.
Sepertinya Ibu sedang belanja.
Aku memutuskan untuk langsung masuk ke kamar melepas seluruh pakaian dan bersiap untuk mandi. Setelah selesai mandi aku langsung beristirahat untuk memulihkan tenaga yang hilang selama seharin penuh di sekolah. Ketika aku tengah berbaring, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphone-ku. Pesan tersebut berasal dari Sakura
Arata besok kamu ada acara gak?
Gak ada. Emangnya kenapa?
Mau gak besok kita pergi ke taman hiburan.
Hah? Emangnya mau ada apa?
Ya... gak ada maksud khusus sih. Aku cuman mau kita jalan-jalan aja. Lagian kita semua belum pernah jalan-jalan berang kan?.
Aku pun menghembuskan napas pelan.
Ya udah. Kita janjian di mana? Sama jam berapa?
Kita besok janjian jam 10:00 di depan stasiun. Jangan sampai telat ya.
Aku kembali menaruh handphone ku di meja dan kembali berbaring dikasur. Taman bermain ya. Udah lama juga gak kesana.
Hari esok pun tiba. Kami semua berkumpul di stasiun sesuai dengan janji yang kami buat kemarin. Kami langsung masuk ke stasiun dan pergi menuju taman iburan. Setelah sampai  dan masuk ke taman hiburan, aku langsung diajak menuju salah satu wahana yang memacu adrenalin. Aku sempat menolaknya tetapi aku langsung ditarik oleh Sakura menuju wahana tersebut. Kami semua sangat menikmati kesenagan yang kami dapat di taman hiburan ini. Melepas stres yang selama ini menempel di tubuh kami. Bercanda bersama, tertawa bersama, hingga teriak Bersama. Serasa dunia ini milik kami seorang. Aku tak pernah merasakan suasana yang seperti ini sebelumnya. Sangat menyenagkan, pikirku.
Setelah bermain cukup lama, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon, mengisi kembali energi untuk melanjutkan hari. Aku berinisiatif untuk membelikan minuman bagi kita semua.
"Sakura, makasih ya udah ngajak aku ke sini."
"Iya sama-sama. Kapan-kapan kita kesini lagi yuk."
"Hayu kak."
"Boleh-boleh."
"Boleh juga ka...."
Tak sempat menyelesaikan kalimat ku, tiba-tiba saja ada pesan yang masuk ke handphone-ku. Tertera pengirimnya ialah orang tuaku. Aku langsung membacanya dengan seksama. Semakin ku membacanya semakin berantakan pula pikiranku. Aku pun meminta izin untuk pulang lebih cepat dari yang lain dan meminta maaf kerena tidak bisa mengikuti acara ini sampai selesai. Padahal pada malam harinya kita berencan untuk melihat kembang api dan parade yang diadakan oleh taman hiburan ini.
Setelah meminta izin untuk pulang, aku langsung berlari menuju stasiun dengan sekuat tenaga. Setelah membeli tiket aku pun bergegas menuju peron tempat keretaku berada dan lekas memasukinya. Setelah melaju cukup lama, akhirnya aku pun tiba di stasiun tujuanku. Dengan tergesa-gesa aku kembali berlari menuju halte bus.
Sesampainya dirumah, aku melihat banyak orang berada di depan rumah ku. Aku bertanya kepada setiap orang yang ku kenal. Tetapi setiap jawaban yang kudapat selalu sama kamu harus sabar. Saat aku masuk, betapa terkejutnya aku melihat seseorang yang telah terbaring kaku di dalam peti mati. Itu kakakku. Dunia ini seakan berhenti berputar begitu saja.
Aku bertanya ke orang tuaku apa yang sebenarnya telah terjadi. Mereka menjelaskan bahwa dia mengalami kecelakaan lalulintas ketika pulang dari universitasnya. Dia ditabrak oleh sebuah mobil yang menerobos lampu merah ketika melewati sebuah persimpangan. Mendengar cerita tersebut, sedikit-demi sedikit air mataku mulai menetes. Dia adalah kakak yang selalu membantuku ketika aku berada dalam kesulitan. Dia juga yang selama ini membantuku belajar sampai aku mendapatkan peringkat ke dua di sekolah. Tetapi kini dia telah tiada. Pergi selamanya meninggalkan kami semua.
Ke esokan harinya aku tidak masuk sekolah karena masih merasa shock dan tidak percaya atas kejadian yang baru saja ku alami ini. Setelah tiga hari absen, akhiryna aku memutuskan untuk pergi ke sekolah karena aku tak boleh seperti ini terus. Tetapi meskipun aku telah masuk sekolah, aku belum berbicara sedikit pun dengan orang lain termasuk Sakura, Kei, dan juga Karen. Sakura yang melihat keadaanku yang seperti sekarang ini sering mencoba untuk menghiburku. Tetapi itu pun selalu tidak berhasil begitu pun dengan Kei dan juga Karen. Hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dan selama itu pula aku menjadi diriku yang lama bahkan keadaanku sekarang ini lebih buruk dari sebelumnya.
Pada saat aku hendak pulang, aku mendengar namaku dipanggil oleh seseorang. Saat aku berbalik, aku melihat Kei yang sudah berada di belakangku. Dia memberitahuku untuk pergi ke ruang guru karena ada salah seorang guru yang ingin bertemu dengamku. Katanya ada hal yang harus dibahas dengan guru tersebut. Aku pun membatalkan niatku untuk segera pulang menaruh tasku dan lantas melangkahkan kakiku menuju ruang guru. Ada apa lagi ini, pikirku.
Tetapi ketika aku sampai di ruang guru, aku tidak melihat keberadaan guru yang sudah menyuruhku untuk datang ke sini. Aku berpikir guru yang sudah memanggilku lupa dan justru pulang. Aku pun kembali ke kelas untuk mengambil tas yang sempatku taruh tadi dan berniat untuk segera pulang. Tetapi ketika aku membuka pintu kelas, aku dikagetkan dengan kejutan yang dibuat oleh Kei, Karen, dan juga Sakura. Terpasang di belaknag mereka spanduk yang bertuliskan [You Are Not Alone].
"Ada apa ini?"
"Kami merencanakan ini supaya kakak tidak murung lagi."
"Kami selalu mencoba untuk menghibur kakak tapi selalu tidak berhasil. Tapi kak Sakura berinisiatif untuk membuat kejutan ini. Jadi kakak jangan murung lagi ya."
"Arata, sekarang kamu udah gak sendirian lagi. Kami di sini ada buat kamu dan akan membantumu kalo ada masalah. Jadi kalo ada apa-apa lagi cerita aja ke kita. Kita pasti akan ngebantu kamu kok."
Aku memandangi semuanya yang telah begitu tulus membantuku mengembalikan kepercayaan diriku. Melihat satu-persatu wajah mereka yang seolah-olah berkata kamu tidak sendiri.
Begitu ya. Aku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Aku sekarang  memiliki mereka. Teman-teman yang selalu ada buat ku.
"Maaf semuanya. Aku sudah membuat kalin semua khawatir. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa. Makasih ya untuk semuanya."
"Ya. Syukur lah kalau begitu."
Mereka semua pun tersenyum tanda bahagia mendengar jawabanku tadi. Kemudian, suasana di sekelilingku perlahan mulai berubah menjadi lebih hangat berkat mereka. Teman-temanku. Terutama sakura yang selalu mendukungku dari belakang.
Beberapa hari setelah itu, aku kembali diajak oleh Sakura untuk pergi berwisata. Dengan alasan untuk mengganti liburan yang lalu dan sebagai penambah semangat. Tetapi, kali ini kami tidak pergi ke taman bermain melainkan kami akan pergi ke pantai.
Seperti biasa, kami berjanji untuk berkumpul di depan stasiun. Ketika aku dan Sakura tiba di stasiun, kami melihat Kei dan juga Karen yang sudah menunggu kami dengan membawa barang yang cukup banyak. Sebelum memasuki stasiun, masing- masing dari kami memeriksa barang bawaan yang dibawa apakah ada yang tertinggal atau tidak. Setelah dirasa tidak ada barang yang tertinggal, kami langsung berangkat menuju pantai. Sepanjang perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan yang hijau berupa persawahan dan pegunugan. Kami bercerita tentang hal-hal yang lucu hingga tak terasa kami telah sampai di tempat pemberhentian kami. Kami pun kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan bus dari stasiun menuju pantai.
Ketika kami baru saja turun dari bus, Sakura tiba-tiba saja berteriak dengan cukup keras hingga menjadi pusat perhatian.
"Pantai....!"
Kami pun berlari menuju pantai dengan penuh semangat karena ingin segera bermain. Setelah mengganti baju dan menaruh barang bawaan, kami langsung tenggelam dalam kegembiraan masing-masing seolah beban yang ada selama ini hilang seketika. Kei, Karen, serta Sakura bermain air dengan sangat besemangat. Sedangkan aku duduk bersantai dibawah payung yang telah kami pasang sebelumnya. Ketika aku tengah asyik membaca buku, aku tiba-tiba ditarik oleh Sakura untuk ikut bermain air bersamanya. Aku menuruti ajakanya tersebut dan ikut bermain air dengan mereka semua. Kami semua senang bisa pergi kepantai dan bermain bersama seperti ini. Melupakan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi.
Ketika kami sedang asyik berlarian, tiba-tiba saja kaki Karen terkilir. Kei berinisiatif untuk membawa Karen ke tempat kami beristirahat. Kami semua memutuskan untuk beristirahat sejenak bibawah payung untuk memakan bekal yang telah kami siapkan. Aku memberikan kompresan yang berisi air dan es ke kaki Karen yang terkilir. Setelah kaki Karen sudah agak membaik, aku pun pergi untuk membeli minuman ditemani oleh Sakura yang ingin ikut bersamaku sedangkan Kei dan Karen menyiapkan bekal kami. Setelah mendapatkan minuman yang dipesan, aku dan Sakura langsung kembali ke tempat Kei dan Karen berada. Diperjalanan kembali sehabis membeli minuman, kami sempat mengobrol sebentar.
"Sakura."
"Apa?"
"Maaf ya, rencana liburan yang kemarin jadi kacau."
"Enggak kok. Kan kita masih bisa main kemarin."
"Sakura, mau gak tahun depan nanti kita kesini lagi?"
"Boleh juga."
Jawaban yang dikatakan olehnya tersebut tak seperti Sakura pada biasanya. Biasanya dia akan menjawab dengan spontan dan bersemangat. Tapi pada saat dia menjawab tadi, nada yang dikeluarkanya seperti tidak memiliki semangat sama sekai.
Ketika kami berdua tiba, semua makanan telah siap untuk dinikmati. Kami langsung menyantap makanan tersebut dengan lahap. Setelah selesai makan dan membereskanya, kami kembali menuju kegiatan awal kami, bermain hingga senja tiba.
Langit yang tadinya biru pun kini telah berganti warna menjadi jingga menandakan waktu bermain kami telah habis. Kami pun membereskan barang-barang dan mengganti baju untuk persiapan pulang. Setelah semuanya selesai di rapihkan, kami langsung pergi menuju stasiun karena tak ingin ketinggalan kereta. Tak lama setelah kereta mulai melaju, Karen, Sakura, dan juga Kei langsung tertidur dengan lelap karena kelelahan bermain sepanjang hari.
Setibanya di stasiun tujuan kami, kami langsung berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Karena jalan pulangku dan Sakura sama, Â aku memutuskan untuk pulang bersamanya. Lagi pula hari sudah malam. Di perjalanan pulang aku ingin bertaya tentang sikapnya yang berbeda dari biasanya pada saat aku bertanya pendapatnya mengenai liburan kami yang akan datang. Tetapi aku urungkan niat itu mengingat kami yang sudah sangat kelelahan bermain seharian. Seperti biasa kami pun berpisah di persimpangan jalan menuju arah yang berlawanan.
Ke esokan harinya ketika bel istirahat berbunyi, aku diajak oleh Sakura untuk pergi ke kantin. Awalnya aku menolak ajakan tersebut karena aku malas untuk pergi. Tapi karena dia terus memaksaku, akhirnya aku ikut rsamanya ke kantin.
"Trima kasih banyak."
Setelah medapatkan makanan, kami melihat Kei dan Karen yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu. Aku dan Sakura pun pergi mendatangi meja mereka berdua.
"Hei. Kei, Karen."
"Oh kakak."
"Kita boleh gabung gak?"
"Boleh kak boleh."
"Dari tadi ngebicarain apa sih? Keliatanya serius banget."
Mereka pun menceritakan kepada kami apa yang sedari tadi mereka bicarakan. Mereka menjelaskan bahwa jika mereka mendapat satu saja nilai merah pada ulangan kali ini, maka mereka berdua tidak akan diizinkan lagi oleh orang tuanya untuk menikmati hobinya masing-masing.
"Kenapa kalian berdua kok gak bimbel aja?"
"Kami gak punya uang buat bimbel. Ya.... jadi kami harus melajar sendiri. "
"Tapi belajar sendiri juga pasti ada aja nilai yang merah."
"Kak punya saran gak?"
"Hm.... Gimana kalo kita belajar bareng lagi aja. Kaya pas kalian belajar sama Arata. Mau gak?"
"Mau mau. Tapi... kakak gak keganggukan kalo kita ikut?"
"Ya enggak lah. Gimana Arata? Kamu mau gak?"
Aku yang tidak menyimak pembicaraan ini dengan baik bingung harus menjawab apa.
"Hah? Apa tadi?"
"Makanya kalo orang lagi ngomong tu dengerin."
"Iya iya maaf. Jadi mau ada apa?"
"Kita mau belajar bareng lagi kaya dulu. Kamu mau gak?"
"Ya udah aku mau."
"Kalo gitu, gimana kalo kita sekalian belajarnya di rumah Arata aja."
"Hah? Tunggu tunggu, kenapa harus dirumah aku?"
Mereka bertiga pun memohon kepadaku agar diberikan izin untuk belajar di rumahku.
Aku menghembuskan napas kemudian menjawabnya dengan sedikit keberatan.
"ya udah yaudah. Belajarnya dirumah aku."
"Ok udah ditentukan. Kita habis pulang sekolah langsung ke rumah Arata buat belajar oke?."
"Oke!" jawab Kei dan juga Karen dengan semangat.
Dimulai dari hari ini, hari-hariku diisi dengan kegiatan belajar bersama dengan mereka. Kami saling membantu bila ada soal yang kurang dimengerti dan mengkoreksi jawaban bila ada yang salah. Aku dan Sakura mengajari mereka berdua dengan serius. Aku mengajari Kei sedangkan Sakura menganjari Karen. Jika dirasa tubuh kami mulai terasa lelah biasanya kami bermain game yang ada dirumahku untuk menyegarkan suasana atau pun kami hanya sekedar melemaskan badan yang kaku agar lebih rileks.
Dengan kedatangan mereka ke rumahku, suasana rumahku pun berubah yang asalnya sepi menjadi lebih ramai. Tetapi berbeda hal bila mereka sudah pulang, suasana rumah ini pun kembali seperti semula sunyi dan sepi. Tak seramai ketika mereka ada disini. Cukup menyenagkan bisa melakukan hal ini bersama mereka. Mungkin aku harus lebih sering melakukan yang seperti ini, pikirku.
Tak terasa ujian pun telah tiba. Sebelum kami memulai ulangan, kami sempat berjanji untuk tidak melihat hasil ujian yang telah didapat. Kami berencana untuk melihat hasil tersebut bersama-sama. Setelah bel tanda masuk berbunyi, kami langsung masuk ke kelas masing-masing. Kami dapat mengerjakan semua soal yang ada tanpa adanya kesulitan. Meski pun pada pelajaran matematika dan fisika kami sempat mengalami sedikt kendala. Kami mengerjkan soal-soal itu dengan teliti, mengeluarkan seluruh kemampuan kami yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Selang beberapa hari setelah ulangan selesai dilaksanakan, hasilnya pun keluar yang kemudian dibagikan oleh wali kelas kepada setiap murid. Untuk memenuhi janji yang telah kami buat, kami diajak oleh Sakura untuk pergi ke taman dengan membawa hasil ulangan kami. Setibanya di taman, dengan aba-aba Sakura kami membuka hasil ulangan secara bersamaan. Kami pun terkejut lantaran tidak ada satu pun nilai yang berwarna merah. Seperti biasa Sakura mendapat peringkat satu dan aku mendapat peringkat dua. Sedangkan Karen dan Kei mendapat peringkat lima belas dan Sembilan belas. Kami semua senang dari apa yang telah kami dapat. Terutama Kei dan Karen yang terlihat sangat bahagia mengingat mereka yang diancam tidak akan bisa lagi menikmati hobinya masing-masing.
Setelah ujian selesai, sekolah kami mengadakan festival guna memeriahkan suasan selepas rutinitas yang selama ini selalu kami jalani. Festival ini akan diisi oleh berbagai macam kegiatan dari setiap kelas maupun ekskul yang ada. Pada festival kali ini kelasku akan mengedakan cafe bergaya klasik. Tadinya aku tidak ingin berpartisi dalam kegiatan ini. Tetapi Sakura malah menunjukku sebagai pelayan bersamanya dengan alasan kekuranagan orang yang akan menjadi pelayan. Aku pun terpaksa mengikuti kemauanya karena sudah disetujui oleh seluruh murid yang ada di kelas. Setelah penentuan tersebut, kami mulai menyiapkan peralatan apa saja yang akan digunkan nantinya mulai dari tirai hingga alat memasak. Tak lupa juga bagi para pelayan untuk berlatih melayani tamu yang datang berkunjung ke kelas kami.
Setelah satu minggu menyiapkan ini dan itu, hari dimana festival pun akhirnya tiba. Festival ini dimulai dengan upacara dan sambutan dari kepala sekolah. Tak lama setelah festival ini resmi dimulai, orang-orang mulai memadati kios-kios yang ada di sekolah kami. Bukan hanya murid dari sekolah ini saja yang ada di sini tetapi, murid dari sekolah lain dan warga sekitar yang ingin merasakan meriahnya festival ini pun ikut berdatangan. Sebelum kami memulai membuka kafe, kami menyempatkan diri untuk berfoto terlebih dahulu. Aku dan Sakura berada di  barisan yang sama tetapi berada di tempat yang bersebrangan. Aku berda di ujung kanan barisan sedangkan Sakura berada di sisi satunya. Kami semua bergaya dari yang lucu hingga yang aneh sampai-sampai membuat orang yang melihat kelakuan kami tertawa dibuatnya.
Setelah kami selesai berfoto, kami pun langsung membuka cafe tersebut dan menyambut para tamu yang datang berkunjung. Aku dan sakura berada di satu sip yang sama, yaitu dari jam 08:00 hingga jam 11:00. Kami berdua bekerja melayani tamu yang datang dengan mengerahkan semua latihan yang telah kami pelajari selama seminggu terakhir ini. Menerapkan semua hal yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan mulai dari mencatat pesanan hingga membersihkan meja yang kotor. Aku berencana mengajak Sakura, Kei, dan Karen untuk pergi menikmati festival ini ketika sipku dan Sakura telah usai. Tetapi ketika aku mengajak Sakura untuk berkeliling sekolah dengan yang lain, dia terlihat sedikit gelisah dan terlihat tengah memikirkan sesuatu.
Setelah sipku dan sakura selesai, kami berdua langsung pergi menuju taman. Tetapi Sakura menyuruhku untuk pergi ke taman tanpanya karena dia bilang masih ada urusan sebentar. Ketika aku sampai di taman, aku melihat Kei dan juga Karen sudah menungguku sedari tadi.
"Maaf ya udah nunggu lama."
"Gak apa-apa kok kak. Kita juga baru sampai kok."
"Loh? Kak Sakura mana?"
"Katanya dia ada urusan dulu sebentar. Kita tunggu dulu aja disini."
Ketika kami tengah menunggu Sakura di taman, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphone-ku. Pesan tersebut bertuliskan nama Sakura. Melihat pesan tersebut berasal dari Sakura, aku pun segera mambacanya.
Arata, sebelumnya maaf ya. Hari ini aku gak bisa ikut kalian keliling sekolah. Aku tadi pulang duluan buat bres-beres. Soalnya aku bakalan pindah rumah hari ini. Aku ikut ayahku yang dipindahtugaskan keluar kota. Arata, kalo aku udah pergi dari kota ini kamu jangan sedih ya. Masih ada Kei sama Karen kok. Kamu juga masih bisa ngelakuin banyak hal sama mereka seperti pergi jalan-jalan. Jadi kamu gak perlu sedih ya Arata. Sampai ketemu lagi Arata.
Semangat!!!
Selesai membaca pesan tersebut, aku segera melihat jam kemudian meminta maaf pada Kei dan juga Karen karena aku tidak bisa ikut berkeliling sekolah bersama mereka. Padahal aku lah yang mengajak mereka untuk berkeliling sekolah.
Aku masih sempat, pikirku. Aku langsung berlari sekuat tenaga meninggalkan sekolah menuju stasiun untuk menemui Sakura dan meminta penjelasanya.
Kenapa? Kenapa Sakura? Kata tersebut lah yang selalu terulang-ulang di kepalaku memikirkan alasan kenapa dia pergi meninggalkan kami tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Perasaanku bercampur aduk antara kesal dan juga sedih.
Setelah berlari cukup lama, akhirnya aku sampai di stasiun, tanpa pikir panjang aku langsung masuk dan mencari sakura di dalam. Aku berkeliling stasiun untuk mencarinya dan beberapa kali aku memanggil namanya dengan suara yang cukup keras. Ketika aku berjalan menuju peron selanjutnya, aku melihat Sakura sedang duduk di kursi mengunggu kedatangan kereta sambil memegang handphone-nya.
"Sakura!"
"A, Arata?"
Aku berjalan menghampirinya dan berhenti tepat di depanya.
"Kenapa kamu disini?"
"Harusnya aku yang berkata seperti itu. Kenapa kamu tiba-tiba pergi!? Kenapa kamu gak bilang dari awal kamu bakalan pergi!? Memangnya kami gak bakalan sedih kalo kamu pergi tiba-tiba?"
Tanpa sadar aku melontarkan kata-kata tersebut dengan nada yang cukup tinggi. Tetapi Sakura terlihat tetap tenang saat mendengarkanku.
Dia pun mulai menjawab pertanyaanku dengan suaranya yang lembut. Menjelaskan alasnya melakukan hal ini.
"Arata, kalo aku ngasih tau kamu aku akan pindah pas akhir semester, pasti kamu nanti akan berpikir buat apa punya temen kalo nanti akan pergi kan?. Kalo udah gitu kamu bakan sendiri terus. Dan aku gak mau itu terjadi."
"Setidaknya kamu harus ngabarin kalo kamu mau pidah sekarang ke yang lainya."
"Aku gak bisa ngelakuin itu. Bukan, bukan aku gak bisa tapi aku gak boleh ngelakuin itu karena sekarang lagi festival. Kalo aku ngasih tahu nanti sauasana festival pasti berubah. Yang harusnya bahagia malah jadi sedih."
"Sakura, kalo kamu pergi sekarang, suasana kelas akan jadi berbeda. Gak akan ada lagi yang meriahin suasana kaya dulu lagi. Kei sama Karen juga pasti mesara sangat kehilangan kalo kamu pergi. Dan kalau kamu pergi aku harus gimana kedepanya?"
"Arata, sekarang kamu kan udah punya banyak temen. Jadi  kamu bisa ngelakuin banyak hal sama mereka dan kalau kamu lagi butuh saran kamu bisa minta saran ke mereka. Jadi, jangan bingung ya. Arata "
"Tapi...."
"Kamu mungkin benar, kalo aku pergi keadaan kelas pasti beda, tapi itu pasti gak bakalan lama. Nanti pasti balik lagi ke keadaan semula kok"
Aku menundukkan kepalaku.
"Tapi sakura, kamu itu...."
Sakura langsung memotong perkataanku yang baru setengah kulontarkan.
"Arata, kamu tau tidak? Didalam pertemuan pasti selalu ada perpisahan. Tapi, tak semua perpisahan itu akan selamanya berpisah. Lihat lah induk burung, dia berpisah dengan anak-anaknya ketika akan mencari makan. Tetapi hal itu tak akan berlangsung lama. Dia akan segera kembali ketempat yang sama untuk bertemu kembali dengan anak-anaknya dan anaknya tersebut akan menyambut bahagia kedatangan induk mereka. Jadi Arata, jika suatu saat aku bertemu lagi dengan mu, maukah kamu menjadi teman ku lagi?"
Mendenger perkataanya tersebut, aku pun sedikit demi sedikit mengangkat kepalaku. Melihat ke arah wajah yang sering ku jumpai. Wajah yang selalu terlihat bahagia dengan senyumanya yang manis. Wajah yang telah merubah hidupku ini.
"Ya, tentu saja. Kita akan selalu menjadi teman."
"Syukurlah kalau begitu."
Di pun setelah mengatakan hal tersebut segera berbalik badan dan menuju kereta yang sudah menunggunya sedari tadi. Aku terus menatapinya dari belakang tanpa berbuat apa-apa. Melihat dia yang terus menjauh membuat perasaanku bercampur aduk. Perasaan yang belum pernah kurasakan selama ini. Setelah menaiki gerbong kereta, dia pun berbalik, menghadap kepadaku dengan memperlihatkan senyumanya yang manis.
"Arata, sampai jumpa lagi," sambil melambaikan tangan.
Pintu kereta pun tertutup dan perlahan mulai melaju, meninggalkan peron stasiun yang ramai ini. Aku terus menatap kereta tersebut hingga mulai tak terlihat lagi. Aku merasakan sesuatu yang mengalir di pipiku dan mulai berjatuhan ke lantai. Aku cepat-cepat menghapusnya dan kemudian mengucapkan salam perpisahanku yang sedikit terlambat.
"Sampai jumpa Sakura, dan terimakasih untuk semuanya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H