*Utilitarianisme: Banyak pelaku korupsi membenarkan tindakan mereka dengan alasan bahwa manfaat yang mereka berikan kepada kelompok tertentu lebih besar dibandingkan kerugian yang ditimbulkan.
*Hedonisme: Dorongan untuk memenuhi kepuasan materi dan kesenangan pribadi sering kali menjadi akar perilaku korupsi.
*Relativisme Moral: Ketidakjelasan tentang nilai benar dan salah, terutama dalam masyarakat yang telah terbiasa dengan praktik korupsi, memperkuat rasionalisasi pelaku.
Penerapan dalam Masyarakat Indonesia
Di Indonesia, korupsi sering kali berakar pada budaya patron-klien, di mana loyalitas terhadap individu atau kelompok tertentu melebihi kewajiban terhadap hukum dan moral universal. Filosofi ini menciptakan norma sosial yang mengaburkan batas antara benar dan salah.
2. Perspektif Psikologis: Mengapa Individu Melakukan Korupsi?
Pendekatan psikologi dapat memberikan wawasan tentang mekanisme mental yang mendorong seseorang untuk melakukan korupsi. Model "Fraud Triangle" Jack Bologna menawarkan tiga elemen kunci---tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi---yang dapat diperluas dengan teori psikologi modern.
a. Tekanan sebagai Pemicu Emosi Negatif
Tekanan psikologis dapat berasal dari berbagai sumber, seperti kebutuhan ekonomi, konflik keluarga, atau ekspektasi sosial. Dalam teori stres kerja (work stress theory), tekanan yang tinggi tanpa dukungan sosial atau pelatihan yang memadai dapat mendorong perilaku maladaptif seperti korupsi.
*Contoh: Pegawai negeri dengan gaji rendah tetapi menghadapi tuntutan sosial untuk memberikan "hadiah" pada acara tertentu mungkin merasa terpaksa mencari sumber pendapatan tambahan secara ilegal.
b. Kesempatan: Ilusi Anonimitas