PERSOALANNYA sederhana. Ia diminta mendekati anak pindahan baru nan cuantiiik. Namanya Regina Sastrawati. Yang menurut Lupus kelasnya sembilan plus. Hampir nggak ada cacatnya.
“Langkah pertama, bisikin ke die, kalau Lupus itu cowok yang paling pas dijadiin gebetan….”
Ini yang nggak sederhana. Pasalnya, ia sendiri langsung tergila-gila sama anak baru itu. Tapi kenapa juga Lupus idolanya menyuruh untuk kepentingannya, ngegebet Gina?
Dayat membuang latihan meniup permen karetnya. Bahkan ia mulai berpikir keras. Kalau proyek yang dibebankan itu adalah untuk dicuekin saja.
“Dayy ….Daay …!”
Dayat menoleh. Dug! Gina yang manggil. Oh, suaranya begitu indah masuk ke telinga kiri dan ditampung di telinga kanan dengan baik. Disimpan rapat-rapat. Nggak usah lewat, ke luar.
“Ya, say….eh, Gin.”
Regini yang nggak punya model jutek, melempar senyum kelas satunya, ini yang bikin Dayat lupa dengan proyek Lupus. Ah, aku nggak usah nurutin idola. Apaan, kalau ini sama dengan nyakitin diri. Ini namanya guadong…eh, guablok!
“Kagak?”
“Kagak, nape, Dayyy….”
Ih, lagian si Gina kenapa juga manggil nyebutinnya Day. Mesra benar. Bagi siapa pun dengan panggilan yang nggak biasa. Plus oleh cewek baru yang diuber-uber seantero SMA sekolahnya. Wabil khusus kelas sepuluh A.