Lupus tak peduli. Ia malah menyeret cowok yang selalu mengkeret kalau ada di dekatnya. Mungkin merasa ingin seperti Lupus, namun oleh teman-temen se gangnya diolok-olok. Nggak ubahnya peniru gagal. Walau Dayat mencoba mendekati seorang gitaris dan bisa nyanyi dengan suara pas-pasan.
“Gua punya proyek, dan mesti nggandeng lu, Yat!”
“Ah, yang bener?”
“Masak gue booong. Seperti kagak tau Lupus aje…”
Kalau soal ini, ia percaya. Percuma ia ngefans sama Lupus kalau orangnya nggak asyik. Meski kadang ia nggak bisa nututi gokilnya. Seantero SMA tak ada yang tak kenal gaya Lupus. Permen karet, ngocol dan kreatif.
“Pokoknya, kerjain. Kamu bisa, kan?” ungkap Lupus setelah panjang lebar bicara dengan Dayat.
“Siii … aaaap!”
Lupus menjentikkan jarinya.
“Cuma permen karet, jangan sampe ketelan. Buang knapa?”
Dayat garuk-garuk kepala. Ah, iya ternyata ulah meniru meniup permen karetnya diawasi oleh Lupus.
***