Dalam doktrin NII ditegaskan bahwa negara mereka adalah representasi masyarakat Madinah yang dibangun Muhammad SAW. Sementara, Republik Indonesia mereka identifikasi sebagai negara Mekkah yang penuh kemusyrikan dan kesesatan di bawah pemerintahan kafir Quraisy.
Tak ada solusi lain bagi warga RI yang ingin selamat dunia akhirat, kecuali bila mereka mau hijrah, pindah dari kewarganegaraan RI menjadi warga negara NII. Nah!
Pemerintahan RI dipersepsikan sebagai pemerintahan thaghut karena sistem pemerintahannya tak Islami dan tak didasarkan pada hukum Islam. Sesuatu yang sejak awal tak disukai sang pendiri, Kartosoewirjo.
Bahkan, dalam catatan materi tilawah NII, warga RI dikategorikan orang-orang non-Muslim atau kafir. Golongan yang hartanya halal untuk dirampas.
Untuk akumulasi dana semacam ini pula Lia mesti banting tulang memenuhi target-target yang sudah ditentukan. Lia dan ribuan mahasiswa lainnya di Jabotabek yang terjebak dalam gerakan iniberjuang mati-matian memberikan sumbangan.
Awalnya Lia tak tahu kalau itu NII. Sama seperti Neni, ia ikut tertarik pada tawaran konsep yang menurutnya mencerahkan. Konsep yang saat itu memberinya jawaban terhadap pertanyaan- pertanyaannya seputar agama yang ia yakini.
Satu bulan dua bulan Lia merasa nyaman berada di lingkungan yang kritis dan membebaskan itu. Ia merasa terbebaskan dari cara beragama dogmatik yang ia terima di keluarganya. Tapi, sesudah itu, komunitas yang dibanggakannya itu membuatnya kian terperosok dalam dogmatisme.
Kecurigaan Lia mulai timbul. Dari pertanyaan-pertanyaaan yang ia ajukan, ahirnya terjawab sudah ganjalan hatinya. Seorang seniornya dengan tegas menyebut bahwa NII adalah turunan DI/ TII. Lia kaget, tak percaya dan merasa dihianati niat tulusnya.
“Saya baru tahu ketika sudah beberapa bulan mengikuti kajian ini, itu pun mereka tidak secara gamblang menyebutkannya, paling menyebutkan bahwa pusat dari semua ini adalah Pesantren Alzaytun di Indramayu, Jawa Barat.”
Begitu Lia tahu dan sadar bahwa organisasi yang diikutinya itu NII, tak ada pilihan lain, ia telah dianggap sudah masuk dalam sebuah sistem negara. Dan ketika masuk sebuah negara, sebagai warganya, merupakan kewajiban baginya untuk meyumbang,” kata Lia kepada MaJEMUK awal September silam.
Saat menyetor sumbangan pertama kali, ia setor 300.000. Uang ia rencanakan untuk membeli kamera. Demi loyalitasnya untuk perjuangan, Lia lebih memilih menunda membeli kamera. Selain itu, ia juga dituntut untuk memenuhi target dana perjuangan. Ia ikhlas.