“Bandung kang.” Jawab kita berbarengan.
Membayar tagihan belanjaan, dan kita pun melanjutkan perjalanan kembali. Beberapa ratus meter dari minimarket tadi, kita melihat ada tukang bubur ayam. Akhirnya kita berhenti, untuk sarapan terlebih dahulu. Setelah membayar, kita bertanya kembali pada penjual bubur tersebut. Namun sayang, penjual bubur itu ternyata seorang pendatang yang baru dua bulan di Sukabumi.
Perut kenyang, perjalanan pun kita lanjutkan. Setelah bertanya beberapa kali, dan nyasar beberapa kali juga. Akhirnya kita menemukan papan petunjuk jalannya. Saat memasuki sebuah jalan yang sangat jelek, aku hanya mampu terkaget-kaget. Sepanjang jalan, dipenuhi tanah merah yang tercampur dengan tumpukkan batu kerikil dan batu kali yang besar-besar.
"Nyuk, ini beneran jalannya ? Kok jelek begini sih ?"tanyaku yang masih tetap konsentrasi mengendarai motornya Kunyuk.
"Kata orang yang tadi kita tanyain sih benar, papan nama tadi juga bilangnya lewat sini. Cuma nggak kebayang saja sih. Kalau kita pulang kemaleman terus lewat sini." Kali ini Kunyuk yang bergidik ngeri.
Tidak seperti perjalanan ke Garut yang melewati pegunungan. Perjalanan menuju Ujung Genteng lebih di dominasi hutan. Akhirnya jalan yang kita tempuh pun tidak lagi dipenuhi batu kerikil. Namun tetap tidak bisa dikatakan baik, karena sepanjang jalan yang kita lalui masih terdapat banyak lubang.
"Sebelum ke Ujung Genteng, kita ke Curug Cikaso dulu yah. Katanya sih sebelum pantai Ujung Genteng lokasinya."
Aku hanya mengangguk, mengiyakan permintaan Kunyuk. Saat itu pukul 09:30 am, ketika aku membelokkan motor yang ku kendarai ke arah kiri. Papan nama menunjukkan Curug Cikaso kurang lebih 7 km dari belokkan tersebut. Sesampainya di tempat parkiran di Curug tersebut, kita bertanya-tanya kepada pemilik warung sekaligus sebagai penjaga kendaraan di parkiran tersebut. Mereka berkata bahwa Curug Cikaso sangat bangus. Akses ke sana pun, bila kita menghendaki bisa menggunakan perahu. Kita mengiyakan, sambil tersenyum dan pamit menuju Curug yang di maksud.
"Ke Curug nya jangan naik perahu ya, mahal. Kan kita lagi kere." kata Kunyuk, saat kita telah melewati parkitan dan berjalan kaki menuju pos pembelian tiket.
"Neng, mau ke Curug yah. Naik perahu aja neng, pemandangannya bagus." promosi sang penjaga loket.
"Tapi jalan kaki bisa kan kang ?" tanya Kunyuk dengan logat khas Sunda.