Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel : Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (102-Tamat)

20 Agustus 2016   11:16 Diperbarui: 20 Agustus 2016   12:45 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sang Dewi itu, cerdas, tegas, teliti, pandai memegang harta benda dan uang, tidak boros, tetapi juga gemar menolong seseorang yang memang pada tempatnya untuk ditolong. Sang Dewi paling benci pada orang yang tidak jujur, suka ingkar janji, pemalas dan orang yang ingin mencapai hasil, tetapi dengan cara-cara yang mudah, atau malah dengan cara-cara yang curang. Itulah watak Dewi Nagagini. Itu sebabnya  Dewi Nagagini sangat mengagumi Bima, karena watak Bima  cenderung jujur, lurus, ulet, dan pejuang  pantang menyerah. Disamping itu, mangsa Kaso dilukiskan dengan kata-kata simbolis, ’Sotya Murca Ing Embanan’. Artinya permata lepas dari cincin pengikatnya. Alam semesta melepaskan atau menurunkan kebahagiaan dan kelimpahan kepada umat manusia. Pertanda dan alamat baik, Kanjeng Ayu.” kata Ki Patih pula.

“Bagaimana menurut Ki Patih kesetiaan mempelai pria kepada mempelai putri?” tanya Kanjeng Ayu Adipati masih penasaran.

“Kesetiaannya tak perlu diragukan. Tak mungkin Ananda  Kamandaka berpaling kepada wanita lain. Bagi Ananda Kamandaka, Ananda Dewi adalah segalanya. Istri, kekasih, sekaligus sahabat dan bayangan Ibunya yang tidak mungkin ada yang bisa menggantikannya. Ananda Dewi nampaknya juga pandai mengendalikan suaminya, sehingga kecil kemungkinan Ananda Kamandaka  bisa selingkuh mencari wanita idaman lain. Ki Patih yakin, Ananda Kamandaka tak akan berani selingkuh, di samping karena cintanya yang tulus kepada Ananda Sang Ayu  Dewi,” jawab Ki Patih mantap, membuat Kanjeng Ayu Adipati Sepuh tersenyum karena sangat puas, gembira, dan bahagia.

Dia percaya sepenuhnya apa yang dikatakan Ki Patih yang ahli ilmu firasat dan ahli membaca watak manusia itu. Kanjeng Adipati Sepuh dan Kanjeng Ayu Adipati Sepuh, tidak perlu cemas terhadap masa depan Kadipaten Pasirluhur, setelah keduanya lengser dengan rela, ikhlas, dan penuh suka cita. Alih generasi dan proses pergantian kepemimpinan Kadipaten Pasirluhur itu berjalan aman, lancar, dan alamiyah.

Kanjeng Ayu Adipati  Sepuh memang selalu mengingatkan suaminya, bahwa setiap orang yang berjalan menuju puncak karir, langkah berikutnya yang harus dilalui tidak ada jalan  lain kecuali melangkah turun. Melepaskan jabatan yang pernah digenggamnya. Dan menyerahkannya kepada generasi baru penggantinya.

“Aku selalu ingat nasihatmu, Diajeng,” kata Kanjeng Adipati Kandhadaha saat akan melepaskan jabatan sebagai Adipati.

“Nasihat? Aku malah sudah lupa, Kanda Adipati”

“Bukankah Diajeng pernah menceriterakan Kisah Perjalanan Sri Kresna dan Sadewa, setelah Perang Bharatayudha lama selesai?” Kanjeng Ayu Adipati Sepuh lalu ingat ceritera itu. 

Alkisah, Sadewa mengikuti Sri Kresna yang Kerajaannya hancur diamuk badai dan ditenggelamkan  ke dasar samudra. Dengan sedih Sri Kresna melangkah pergi diikuti Sadewa yang segera bertanya, ”Kanda Prabu, hendak kemanakah gerangan Kanda Prabu hendak pergi?”

“O, Adikku Sadewa. Hidup di dunia ini  sebenarnya adalah  sebuah perjalanan dan  pendakian. Apakah yang harus dilakukan oleh seseorang yang telah jauh melangkah  dan mendaki tinggi sampai di puncak pendakiannya?”

Sadewa menjawab, ” Duh Kanda Sri Batara Kresna.  Orang harus terus berjalan sebagaimana hidup ini mengharuskannya. Oleh sebab itu sekalipun seseorang dalam perjalannya sudah mencapai puncak pendakian. Tetapi  oleh karena dia harus terus berjalan, maka tidak ada pilihan lain. Baginya hanya ada satu-satunya  jalan  yang  harus dipilihnya, yaitu melangkah turun!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun