“Sang Dewi itu, cerdas, tegas, teliti, pandai memegang harta benda dan uang, tidak boros, tetapi juga gemar menolong seseorang yang memang pada tempatnya untuk ditolong. Sang Dewi paling benci pada orang yang tidak jujur, suka ingkar janji, pemalas dan orang yang ingin mencapai hasil, tetapi dengan cara-cara yang mudah, atau malah dengan cara-cara yang curang. Itulah watak Dewi Nagagini. Itu sebabnya Dewi Nagagini sangat mengagumi Bima, karena watak Bima cenderung jujur, lurus, ulet, dan pejuang pantang menyerah. Disamping itu, mangsa Kaso dilukiskan dengan kata-kata simbolis, ’Sotya Murca Ing Embanan’. Artinya permata lepas dari cincin pengikatnya. Alam semesta melepaskan atau menurunkan kebahagiaan dan kelimpahan kepada umat manusia. Pertanda dan alamat baik, Kanjeng Ayu.” kata Ki Patih pula.
“Bagaimana menurut Ki Patih kesetiaan mempelai pria kepada mempelai putri?” tanya Kanjeng Ayu Adipati masih penasaran.
“Kesetiaannya tak perlu diragukan. Tak mungkin Ananda Kamandaka berpaling kepada wanita lain. Bagi Ananda Kamandaka, Ananda Dewi adalah segalanya. Istri, kekasih, sekaligus sahabat dan bayangan Ibunya yang tidak mungkin ada yang bisa menggantikannya. Ananda Dewi nampaknya juga pandai mengendalikan suaminya, sehingga kecil kemungkinan Ananda Kamandaka bisa selingkuh mencari wanita idaman lain. Ki Patih yakin, Ananda Kamandaka tak akan berani selingkuh, di samping karena cintanya yang tulus kepada Ananda Sang Ayu Dewi,” jawab Ki Patih mantap, membuat Kanjeng Ayu Adipati Sepuh tersenyum karena sangat puas, gembira, dan bahagia.
Dia percaya sepenuhnya apa yang dikatakan Ki Patih yang ahli ilmu firasat dan ahli membaca watak manusia itu. Kanjeng Adipati Sepuh dan Kanjeng Ayu Adipati Sepuh, tidak perlu cemas terhadap masa depan Kadipaten Pasirluhur, setelah keduanya lengser dengan rela, ikhlas, dan penuh suka cita. Alih generasi dan proses pergantian kepemimpinan Kadipaten Pasirluhur itu berjalan aman, lancar, dan alamiyah.
Kanjeng Ayu Adipati Sepuh memang selalu mengingatkan suaminya, bahwa setiap orang yang berjalan menuju puncak karir, langkah berikutnya yang harus dilalui tidak ada jalan lain kecuali melangkah turun. Melepaskan jabatan yang pernah digenggamnya. Dan menyerahkannya kepada generasi baru penggantinya.
“Aku selalu ingat nasihatmu, Diajeng,” kata Kanjeng Adipati Kandhadaha saat akan melepaskan jabatan sebagai Adipati.
“Nasihat? Aku malah sudah lupa, Kanda Adipati”
“Bukankah Diajeng pernah menceriterakan Kisah Perjalanan Sri Kresna dan Sadewa, setelah Perang Bharatayudha lama selesai?” Kanjeng Ayu Adipati Sepuh lalu ingat ceritera itu.
Alkisah, Sadewa mengikuti Sri Kresna yang Kerajaannya hancur diamuk badai dan ditenggelamkan ke dasar samudra. Dengan sedih Sri Kresna melangkah pergi diikuti Sadewa yang segera bertanya, ”Kanda Prabu, hendak kemanakah gerangan Kanda Prabu hendak pergi?”
“O, Adikku Sadewa. Hidup di dunia ini sebenarnya adalah sebuah perjalanan dan pendakian. Apakah yang harus dilakukan oleh seseorang yang telah jauh melangkah dan mendaki tinggi sampai di puncak pendakiannya?”
Sadewa menjawab, ” Duh Kanda Sri Batara Kresna. Orang harus terus berjalan sebagaimana hidup ini mengharuskannya. Oleh sebab itu sekalipun seseorang dalam perjalannya sudah mencapai puncak pendakian. Tetapi oleh karena dia harus terus berjalan, maka tidak ada pilihan lain. Baginya hanya ada satu-satunya jalan yang harus dipilihnya, yaitu melangkah turun!”