Mohon tunggu...
anwar hadja
anwar hadja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pendidik di Perguruan Tamansiswa Bandung National Certificated Education Teacher Ketua Forum Pamong Penegak Tertib Damai Tamansiswa Bandung Chief of Insitute For Social,Education and Economic Reform Bandung

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel : Kisah Cinta Dewi Ciptarasa - Raden Kamandaka (102-Tamat)

20 Agustus 2016   11:16 Diperbarui: 20 Agustus 2016   12:45 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Wah, Aku malah sudah lupa,” kata Kamandaka.

“Aku juga dengar dari Dimas Arya Baribin,” kata Sang Dewi, ”Praktek peribadatan dalam agama Islam mudah, murah, tidak memberatkan, dan  bisa dilaksanakan sendiri secara mandiri, tidak mengenal kasta, karena semua manusia di hadapan Tuhan dianggap sama. Dan mereka tidak mengenal dewa-dewa untuk disembah. Mereka hanya menyembah dan memohon pertolongan kepada satu-satunya tuhan mereka, yakni Tuhan  Yang Maha Kuasa, yang mereka sebut Allah.”

“Aku pun ingin tahu lebih banyak soal agama yang baru itu, Diajeng,” kata Kamandaka. Perbincangan terhenti saat ada rombongan tamu yang datang untuk menyampaikan ucapan selamat kepada ke dua mempelai yang berbahagia itu.

Seluruh penduduk Kadipaten Pasirluhur menyambut penobatan Raden Kamandaka Banyakcatra-Sang Dyah Ayu  Dewi Ciptarasa itu sebagai suatu pergantian kepemimpinan Kadipaten Pasirluhur yang menggembirakan. Adipati yang baru itu dengan istrinya  dianggap akan mampu mewujudkan masa depan yang lebih cerah, aman,  sejahtera,  makmur dan lebih berkelimpahan. Apalagi karena penduduk tahu, Kanjeng Adipati dan Kanjeng Ayu Adipati yang baru dinobatkan itu, merupakan pasangan serasi, ideal, dan memiliki sejumlah keunggulan yang jarang ada bandingannya.

Apalagi pada saat upacara perkawinan dan penobatan kedua pasangan yang tampan dan cantik itu, bintang Kejora tiap sore menjelang matahari terbenam sudah muncul. Cahayanya yang indah tampak kemilau di atas kaki langit sebelah barat daya.

“Bintang Kejora melambangkan kemakmuran, kejayaan, dan kehidupan yang berkelimpahan bagi Kadipaten Pasirluhur di waktu yang akan datang, Kanjeng Adipati,” kata Ki Patih pada saat berbincang-bincang dengan Kanjeng Adipati Kandhadaha dan Kanjeng Ayu Adipati di halaman Pendapa Kadipaten.

Mereka berdiri  sambil menatap bintang paling cemerlang yang ada di atas kaki langit barat daya itu. Para tamu yang hadir sudah agak berkurang, sebab sudah hari ke enam.

“Mangsa apakah sekarang, Ki Patih?” tanya Kanjeng Ayu Adipati. Dia  tahu Ki Patih menguasai ilmu perbintangan yang memadai.

“Sekarang mangsa Kaso, Kanjeng Ayu. Pesta dan upacara perkawinan dan penobatan Ananda Raden Kamandaka Banyak Catra dan Sang Dyah Ayu  Dewi Ciptarasa, terjadi pada waktu yang tepat,” kata Ki Patih. Dia ikut bangga karena anak angkatnya itu akhirnya berhasil menyunting putri Kanjeng Adipati. Dengan demikian Ki Patih merasa telah menjadi besan Kanjeng Adipati pula.

“Kedua mempelai yang sedang berbahagia itu, pada mangsa Kaso ini berada dalam lindungan Batara Antaboga dan  Dewi Nagagini, Kanjeng Ayu,”  kata Ki Patih.mulai mengeluarkan Ilmu firasat dan watak yang dikuasainya.

“Watak Ananda Kamandaka memang seperti Batara Antaboga,” kata Ki Patih melanjutkan. “Cita-citanya tinggi, kadang-kadang muluk-muluk, gemar pada proyek-proyek mercusuar, tetapi cenderung boros, tidak bisa memegang uang, mudah jatuh hati dan mudah menaruh simpati kepada orang yang dianggapnya menderita. Sementara itu, Ananda Sang Dyah Ayu  Dewi, punya watak sebaliknya yang bisa menutupi kelemahan suaminya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun