Kasus praktik penghindaran pajak yang terjad pada tahun 2019 yang dilakukan oleh sebuah perusahaan besar yaitu  PT.Adaro Energy Tbk, yang diduga telah melakukan sebuah praktik penghindaran pajak atau tax avoidance yang tidak sesuai dengan system perpajakan yang berlaku di Indonesia. PT Adaro Energy Tbk didugaÂ
sudah melakukan sebuah praktik yang bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu praktik penghindaran pajak dengan cara melakukan yang namanya transfer pricing yaitu dengan memindahkan laba atau keuntungan dalam jumlah yang sangat besar dari perusahaan Indonesia ke perusahaan yang berada di negara yang dapat membebaskan pajak atauÂ
bisa dikatakan memiliki tariff pajak yang rendah. Perusahaan ini melakukan tindakan yang tidak etis ini sejak tahun 2009 hingga pada tahun 2017 alias selama 9 tahun lamanya dan baru terungkap baru-baru ini. PT Adaro Energy Tbk,Â
membayar pajak sebesar Rp.1.75 triliun atau sebesar US$ 125 juta lebih rending jika dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya dibayarkan di Indonesia.Â
Sesuai dengan kasus tersebut, penghindaran pajak yang dilakukan oleh PT Adaro Enegery Tbk tersebut dengan cara yang tidak asing yaitu melakukan transfer pricing.Â
Salah satu planning tax atau perencanaan perpajakan banyak sekali dilakukan oleh perusahaan multinasional yaitu dengan melakukan transfer pricing yang digunakan untuk menggeserkan yang menjadi kewajiban perpajakannya perusahaanÂ
ke berbagai perusahaan global dengan tariff pajak yang lebih rendah dari negara yang tariff pajaknya tinggi sehingga akan memberikan hasil keuntungan atau profit ke anak perusahaan. Cara ini telah banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional yang melaksanakan berbagai transaksi denganÂ
menetapkan harga transfer yang rendah ke pihak atau perusahaan yang memiliki hubungan istimewa yang selanjutnya akan dijual dengan harga yang lebih tinggi, sehingga mendapatkan profit atau keuntungan yang sangat besar namun dikenakan pajak dengan tariff rendah. Disamping itu lebih dari 70 perusahaan batu bara yang dijual berasal dari anak perusahaan Adaro yang terletak di Indonesia.Â
Meningkatnya pembayaran ini mendorong profit atau keuntungan di Singapura dimana mereka dikenakan pajak rata-rata tahunan 10% merupakan persentase yang kecil dibandingkan dengan di Indonesia, menurut laporan pada tahun 2008, perusahaan Adaro membayar US$ 33 juta untuk menyelesaikan perselisihan dengan otoritas pajak di Indonesia yaitu DJP atauÂ
Direktorat Jenderal Pajak atas pengaturan sebelumnya yang sudah ada dengan Coaltrade. Sebagian dari keuntungan yang terdaftar di Singapur sepertinya sudah dipindahkan lebih jauh lagi ke luar negeri, lebih tepatnya ke salah satu anak perusahaan PT Adaro Energy Tbk  di surga pajak atau tax heaven Mauritius, dimana anak perusahaan tersebut tidak dikenakan pajak sama sekali selama tahun 2017. Hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan Adaro. Karena pajak yang dibayarkan tidak ada sama sekali.
Selain itu, laporan tersebut juga menemukan bahwa PT Adaro Enegery Tbk baru-baru ini mengakuisisi anak perusahaan di surga pajak atau tax heaven Malaysia yaitu Labuan yang sudah digunakan untuk membeli saham di pertambangan batu bara yang terletak di Australia.Â