Mohon tunggu...
Angga Hervianto
Angga Hervianto Mohon Tunggu... Auditor - half auditor half .....

......

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Etika

13 April 2020   17:20 Diperbarui: 15 Juni 2021   08:13 9078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, seluruh profesional di Dunia tidak hanya berbicara tentang keahlian, namun juga tidak dapat dilepaskan dari faktor etika. Seorang profesional membutuhkan pemahaman untuk berperilaku yang berdasarkan etika masing-masing profesi yang diembannya.

Oleh karena itu, banyak tulisan - tulisan terkait dengan etika, terutama etika profesi. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas Teori Etika (Ethical Theory) yang akan dikaitkan sedikit dengan profesi Akuntan. Sebagian besar materi didalamnya bersumber dari Buku Accounting Ethics yang ditulis dan disusun oleh Ronald Duska, Brenda Shay Duska, and Julie Ragatz. Serta pemahaman penulis dari salah satu mata kuliah yang sedang diambil dalam program Magister Akuntansi.

Sebelum masuk ke materi Teori Etika, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu etika.

Etika, apa itu etika?

Kata Etika sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Terutama untuk menggambarkan/memaknai perilaku seseorang apakah baik atau buruk. Etika itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)". Dari KBBI dapat diketahui bahwa Etika merupakan salah satu ilmu yang berbicara tentang sesuatu yang baik dan buruk yang berkaitan dengan hak dan kewajiban moral atau akhlak.

Apa manfaat etika? Ahli berpendapat Etika kaitannya sangat erat dengan dilema.

Definisi dari Dilema adalah situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan, situasi yang sulit dan membingungkan. Etika dan dilema mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi, dimana dilema dapat menjelaskan sifat dari etika, sedangkan etika bisa menyelesaikan dilema.

Gambar 1| dokpri
Gambar 1| dokpri
PENDEKATAN/PANDANGAN TEORI ETIKA

Pada dasarnya teori etika menggunakan beberapa pendekatan/pandangan. Pertama, teori etika yang berfokus lebih pada hasil daripada prosesnya (Ends Justify the Means). Kedua, teori etika yang berfokus pada proses (Means Justify the Ends). Kedua pendekatan tersebut berfokus pada Doing Manusia, yaitu dalam memecahkan suatu dilema berfokus pada apa yang akan orang lakukan. Sedangkan pandangan ketiga adalah berfokus pada Being Manusia, yaitu menekankan pada karakter moral dari pengambil keputusan.

Apa perbedaan antara Ketiganya? Perbedaan terletak pada pertimbangan untuk memutuskan suatu dilema/konflik.

Penganut Ends Justify the Means lebih melihat hasil yang akan timbul apabila memutuskan suatu dilema sehingga akan memutuskan suatu dilema berdasarkan kebaikan yang lebih banyak bagi banyak orang. Sedangkan penganut Means Justify the Ends lebih melihat proses yang harus dilakukan daripada hasilnya, sehingga penganut ini akan memilih mendahulukan proses/cara yang baik untuk memutuskan suatu dilema dengan harapan dengan cara yang baik akan menghasilkan suatu yang baik walaupun belum tentu seperti itu.

Contohnya adalah Robin Hood, seorang yang dianggap sebagai "pahlawan" oleh kaum kecil karena membagikan sejumlah uang kepada mereka agar bisa memenuhi kebutuhan hidup, namun dengan cara mencuri. Perlu dijelaskan disini adalah cara/porsesnya adalah mencuri dan hasilnya adalah berbagi.

Pandangan pertama (Ends Justify the Means) dimana akhir membenarkan cara/prosesnya memandang dilema dalam kasus robin hood adalah benar, karena berfokus pada hasil akhir yaitu berbagi kepada rakyat kecil untuk pemenehuhan kebutuhan hidup mereka, walaupun dengan cara mencuri.

Sedangkan, pandangan kedua Means Justify the Ends dimana cara/proses yang baik harus didahulukan ketimbang hasilnya, memandang bahwa kasus Robin Hood tidak dapat dibenarkan, karena cara/prosesnya dengan mencuri (caranya tidak baik).

Pandangan ketiga lebih melihat karakter moral dari pengambil keputusan, tidak seperti kedua pandangan diatas yang dalam menyelesaikan dilema dengan menekankan pada konsekuensi/hasil dari keputusan ataupun motivasi/proses dari pengambil keputusan.

Baca juga: Kebijakan PSBB Berdasarkan Teori Etika dan Pandangan Islam

TEORI ETIKA

Timbul istilah-istilah yang digunakan dalam teori etika untuk menjelaskan pendekatan/pandangan tersebut. Mari kita bahas lebih rinci terkait dengan teori etika:

A. Pandangan Ends Justify the Means -- Hasil membenarkan proses/cara

Dalam padangan ini setidaknya ada 3 (tiga) teori etika, yaitu Utilitarianism, Egoism, dan Altruism. Penjelasan atas ketiga teori tersebut adalah sebagai berikut.

1)  Utilitarianism

Teori Utilitarianism merupakan teori yang menjelaskan bahwa hasil berupa kebaikan yang banyak adalah yang lebih baik (Greatest Goods for Greatest Number). Dengan kata lain, tidak masalah mengorbankan sedikit orang untuk medapatkan manfaat yang banyak.

Pendukung teori Utilitarianism dikenal dengan Utilitarian. Ada dua versi Utilitarian, yaitu Soft Utilitarian dan Hard Utilitarian. Perbedaan antara keduanya terletak pada pertimbangan hasil dalam memutuskan suatu dilema. Soft Utilitarian dalam memecahkan suatu dilema/konflik hanya mendasarkan hasil yang akan didapatkan merupakan kebahagiaan yang lebih besar dari sebelumnya. Sedangkan Hard Utiliatarian harus memberikan manfaat untuk semua orang lebih besar dari perilaku apapun. Dicontohkan pada tabel berikut.

dokpri
dokpri
Dalam tabel diatas, bisa saja Soft Utilitarian memilih Perilaku A, B, C, dan D, yang penting perilaku tersebut memberikan manfaat dari sebelumnya. Sedangkan Hard Utilitarian harus memilih perilaku C, dimana perilaku C memberikan manfaar lebih besar dari perilaku apapun.

Prosedur yang dilakukan Utilitarian untuk membenarkan atau menolak suatu tindakan adalah dengan menghitung manfaat dan bahaya konsekuensi untuk semua orang yang terkena dampak. Utilitarian hanya akan menerima jika efek bagi banyak orang menghasilkan lebih besar kebahagiaan daripada ketidak bahagiaan. Sehingga dapat disebut Utilitarianism adalah teori etika yang menggunakan pendekatan biaya-manfaat.

Teori Utilitarianism mempunyai beberapa masalah/kritik, diantaranya adalah:

a)  Distribusi Kebahagiaan

Definisi Distribusi kebahagiaan menjadi salah satu masalah pada Teori Utilitarianism dapat dijelaskan dalam ilustrasi berikut.

dokpri
dokpri
Pada ilustrasi diatas jelas bahwa Kondisi I menghasilkan jumlah kebahagiaan terbesar karena hanya didistribusikan kepada 3 orang yang menyukai mobil, namun tidak mendistribusikan ke jumlah terbesar orang yaitu 5 orang. Sedangkan Kondisi II telah mendistibusikan ke jumlah terbesar yaitu 5 orang, namun tidak menciptakan jumlah kebahagiaan terbesar, karena 2 orang (D dan E)  walaupun dibagikan mobil namun tidak mencipkan kebahagiaan.

Sehingga dari penjelasan tersebut, masih terdapat kerancuan terkait distribusi kebahagiaan mana yang harus dipilih.

b)  Memutuskan apa yang dianggap sebagai "yang baik".

Membandingkan yang baik antara apa yang kita butuhkan dengan apa yang kita inginkan. Apa yang anda sukai tidak selalu baik untuk Anda, dan/atau apa yang memuaskan Anda juga tidak selalu baik untuk Anda.

c)  Meramalkan masa depan

menentukan apakah suatu tindakan benar dengan melihat konsekuensinya yang akan ada. Jadi dalam memutuskan suatu dilema/konflik, Utiliatrian akan meramalkan/memprediksi hasilnya dimasa depan. Hal ini menjadi salah satu kritik karena hasil kebaikan yang diharapkan di masa depan belum tentu terjadi sesuai dengan ramalan/prediksinya tersebut, malah kemungkinan menjadi keburukan.

d)  Cara-cara ilegal/melanggar hukum (illicit means)

Banyak dari masyarakat pada umumnya dibesarkan dengan ajaran bahwa Jangan sampai melakukan hal yang salah atau menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Tidak dengan Utilitarian, sudut pandang Utilitarian adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai itu yang membenarkan cara, bahkan jika cara itu tidak bermoral atau ilegal.

Contohnya adalah Anda dapat menyelamatkan 100 orang dengan membunuh tiga anak yang tidak bersalah. Haruskah Anda melakukannya? Kebahagiaan 100 orang yang diselamatkan tampaknya lebih penting daripada rasa sakit kehilangan tiga anak. Tetapi sentimen moral kita, bahwa mengambil nyawa anak-anak yang tidak bersalah adalah tindakan tidak bermoral.

2)  Egoism/Egoisme (Egois)

Bagi kebanyakan orang, jika mendengar kata Egois kebanyakan dari orang-orang akan beranggapan bahwa sikap Egois merupakan sikap yang tidak baik atau tidak etis. Kemudian akan timbul pertanyaan, Bagaimana sebuah prinsip yang mendukung keegoisan bisa menjadi teori etika? Mengapa ada orang yang mengejar teori yang salah seperti itu? Wawasan apa yang mendukungnya?

Egois tidak selalu berarti negatif, ada pandangan-pandangan positif yang mendukung teori Egois. Bertindak untuk kepentingan pribadi dan mementingkan diri sendiri tidaklah buruk. Beberapa Psikolog telah menunjukkan perlunya mencintai dan menghargai diri sendiri, dan keinginan untuk mengejar minat dan cita-cita. Karena itu, bagus untuk mengejar minat dan cita-cita anda sendiri. Lagi pula, jika bukan anda sendiri, siapa lagi yang paling peduli dengan diri anda? Itulah sebabnya tindakan yang menguntungkan Anda adalah tindakan yang baik, dan alasan yang baik untuk melakukan sesuatu adalah bahwa itu akan menghasilkan sesuatu baik bagi Anda.

Kemudian akan menjadi suatu masalah apabila dalam mengejar tujuan atau cita-cita, kita tergantung atau harus melibatkan orang lain, maka akan timbul suatu kerawanan munculnya Selfish / Selfishness. Apa itu Selfish / Selfishness? Apa perbedaannya dengan Egois? Bedanya terletak pada suatu tindakan disebut dengan selfish apabila tindakan tersebut ditujukan untuk mengejar kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan/menyakiti orang lain.

Lalu bagaimana sebaiknya profesional memandang teori ini? Penulis akan membahas dari sudut pandang profesi Akuntan. Dikarenakan perilaku Selfish adalah perilaku yang tidak etis dan egoism bisa mendorong timbulnya perilaku selfish (selfish turunan dari egoism) , maka Akuntan sebaiknya menolak egoism sebagai teori etika yang layak. Jelas tidak dapat diterima dalam profesi akuntansi, di mana kode etik mengamanatkan Akuntan mempunyai kewajiban untuk bertindak dengan cara benar sesuai kode etik untuk melayani kepentingan publik.

Tambahan pandangan keberatan lain terhadap Egoism:

a)  Egoisme tidak sesuai dengan banyak aktivitas manusia, seperti memberi nasihat

Bagaimana seorang yang selalu mementingkan diri sendiri (Egois) dapat memberi nasihat yang dapat dipercaya? Tentunya anda akan curiga, jangan-jangan nasihat dari orang egois tersebut hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri.

b)  Egoisme juga tidak sesuai dengan banyak kegiatan bisnis

Ada kalanya, sebagai seorang Akuntan, Anda tidak akan selalu memiliki keahlian yang diperlukan untuk menyediakan klien dengan layanan terbaik. Dalam situasi seperti itu, Anda mungkin harus merekomendasikan profesional lain untuk memberikan layanan diluar keahlian yang anda miliki. Contohnya, melibatkan konsultan pajak untuk memberikan layanan perpajakan kepada Klien.

c)  Egoisme tidak dapat menyelesaikan perselisihan

Jika masing-masing orang mementingkan dirinya sendiri, bagaimana egoisme dapat menyelesaikan konflik atas orang-orang yang membutuhkan hal yang sama? Misalnya, Dua orang sedang dalam keperluan untuk melakukan perjalanan ke Surabaya, dan mereka masing-masing membutuhkan kursi terakhir yang tersedia pada penerbangan berikutnya ke Surabaya? Jika kedua orang tersebut harus memperhatikan kepentingan mereka sendiri tidak akan menyelesaikan konflik.

Baca juga: Berbagai Landasan Teori Etika Munculnya Fenomena Covid-19

2)  Altruism

Suatu tindakan yang mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan atau tidak memperdulikan kepentingan dirinya sendiri (selfless). Altruism berlawanan dengan Egoisme, dimana Altruism mengutamakan orang lain, sedangkan Egoisme mengutamakan diri sendiri. Teori ini mendapat kritikan bahwa tindakan ini akan menghancurkan diri sendiri.

B.  Pandangan Means Justify the Ends - Cara membenarkan hasil

Dalam padangan ini setidaknya ada 2 (dua) teori etika, yaitu: Teori Tugas/Kewajiban (Deontologi) dan Teori Hak. Penjelasan atas kedua teori tersebut adalah sebagai berikut.

1)  Deontologi

Deontologi berasal dari kata Yunani "deontos" yang berarti "apa yang harus dilakukan" dan Kadang-kadang diterjemahkan sebagai "kewajiban" atau "tugas". Immanuel Kant (filsuf abad ke-18) merupakan Deontolog terkemuka. Menurut Kant, jika Anda bertindak hanya karena keinginan, Anda tidak bertindak secara moral sama sekali. Sebaliknya, Anda berperilaku seperti hewan bukan manusia. Bagi Kant, kemampuan manusia untuk bertindak dengan menggunakan moral yang membuat kita istimewa, membuat kita bermoral, dan memberi kita martabat dan hak.

Lebih lanjut Kant mengemukakan: sama dengan hewan, manusia memiliki kecenderungan. Kita cenderung mengejar hal-hal yang kita inginkan. Kita memiliki kecenderungan untuk mengejar tujuan. Tetapi kita memiliki dua kemampuan yang tidak dimiliki hewan, yaitu:

Kemampuan untuk memilih cara untuk mencapai tujuan sesuai yang diinginkan; dan

Kebebasan untuk mengesampingkan tujuan atau keinginan tersebut dan bertindak berdasarkan motif yang lebih tinggi. Manusia dapat bertindak melawan kecenderungan mereka demi tugas.

Untuk memahami lebih lanjut tentang teori deontologi ini, sebaiknya memahami terlebih dahulu dua konsep penting yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep Hypothetical Imperatives dan Categorical imperatives.

a) Hypothetical imperatives 

Perintah-perintah (ought) yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan. Atau disebut dengan "Kewajiban Bersyarat". Contohnya adalah ungkapan "jika ingin kaya harus rajin bekerja". Terlihat bahwa "rajin bekerja" merupakan perintah bersyarat yang memiliki muatan kepentingan dan tujuan tertentu, yaitu "ingin kaya".

Ada catatan dari Kant terhadap hypothetical imperatives, walaupun Kant mengakui keberadaannya, namun tidak dianggap sebagai perbuatan moral, sebab karakteristik dari perbuatan bermoral adalah perintah tersebut harus berlaku universal/umum.

Ditambahkan oleh Kant, jika kita melakukan sesuatu hanya untuk memenuhi keinginan, kita tidak bertindak berdasarkan motif moral.  Maka, jika kita melakukan hal yang benar dalam bisnis hanya karena akan meningkatkan/mengembangkan bisnis, kita mungkin tidak melakukan sesuatu yang salah, namun kita tidak bertindak etis.

b) Categorical imperatives

Kewajiban moral yang mewajibkan kita bertindak tanpa syarat apa pun. Atau disebut dengan "Kewajiban Tidak Bersyarat" dan "bertindaklah secara moral". Contohnya adalah perintah "jangan mencuri". Perintah ini mengikat semua orang karenanya bersifat universal.

Dalam gagasannya Kant, membagi dua formula untuk Categorical imperatives, yaitu:

(1) The First Formula of the Categorical Imperative yaitu "Act so that you can will the maxim of your action to become a universal law"

Dalam formula pertama, Kant berpendapat "Bertindaklah agar Anda dapat memaksimalkan tindakan Anda untuk menjadi hukum universal atau diterima umum". Suatu tindakan yang dilakukan bisa dikaterogikan sesuai dengan etika ketika berlaku umum. Oleh karena itu buatlah suatu tindakan anda agar berlaku umum agar dapat dikatakan beretika, tanpa melihat hasil dari perbuatan anda.

(2) The Second Formula of the Categorical Imperative yaitu "Act so as never to treat another rational being merely as a means"

Dalam formula kedua, Kant berpendapat "Bertindak agar tidak pernah memperlakukan orang lain hanya sebagai sarana/alat". Formula kedua tersebut mengandung arti setiap orang secara moral setara dan harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat, hak setiap orang harus dihormati, dan tidak dibenarkan untuk menggunakan atau mengeksploitasi seseorang untuk membuat masyarakat lebih baik.

Sebagai contoh adalah Perusahaan tidak boleh menyesatkan pelanggan dengan iklan palsu untuk menghasilkan penjualan dan meningkatkan laba.

Namun, ada beberapa kritik dari Kritik bagi Deontologi oleh Utilitarian:

Pertama,  mengapa seseorang harus melakukan tugasnya jika itu tidak akan mengarah pada kebahagiaan? Pertanyaan tersebut muncul karena untuk apa kita melakukan tugas, namun belum tentu dengan hasil yang membahagiakan kita.

Kedua, Solusi ketika ada Konflik. Cepat atau lambat, para utilitarian menyimpulkan, para deontologis harus memprioritaskan pertimbangan konsekuensi yang akan terjadi. Contohnya adalah Anda telah berjanji kepada teman Anda bahwa ketika dia mengunjungi anda, Anda akan menemuinya dan berbincang-bincang. Anda juga berjanji kepada putra Anda bahwa Anda akan membawanya ke pertandingan bola pada hari Rabu. Tiba-tiba teman Anda menelepon Selasa malam dan mengatakan ia akan berada mengunjungi anda besok dan waktunya bersamaan dengan pertandingan bola. Bagaimana Anda memutuskan tugas mana yang harus dipenuhi?  Anda akan memutuskan berdasarkan pertimbangan prioritas atas konsekuensi masing-masing dan akan menggunakan pendekatan yang sama dengan Utilitarian untuk menyelesaikan dilema tersebut.

Ketiga, Penyataan " Tidak menggunakan orang lain sebagai sarana"  tidak sepenuhnya tepat. Misalnya adalah siswa menggunakan guru dan guru menggunakan siswa dalam proses belajar mengajar. Contoh lainnya adalah dapatkah karyawan disebut dieksploitasi jika karyawan menandatangani kontrak yang menyatakan bahwa ia akan melakukan layanan atau suatu pekerjaan tertentu?

2)  Teori Hak (Rights Theory)

Karakteristik dari teori ini adalah:

a) Universal, yaitu hak yang tidak berubah dimanapun berada (Hak Asasi).

b) Equal, yaitu hak sama, bahwa laki-laki dengan perempauan, tua dan muda mempunyai hak yang sama.

c) Inalienable, yaitu hak melekat, tidak dapat jual.

Contohnya adalah Hak untuk hidup, hak untuk bebas, hak untuk kebebasan berbicara, hak untuk bebas berekspresi/memeluk agama/kepercayaan, hak untuk mengejar kebahagiaan, dan hak untuk memiliki.

Jenis teori hak terbagi menjadi Hak Positif dan Hak Negatif.

a) Hak Positif adalah hak untuk diperlakukan positif. Contohnya adalah ketika dalam keadaan berbahaya, kita punya hak untuk ditolong.

b) Hak Negatif adalah hak untuk tidak diperlakukan negatif. Contohnya adalah hak tidak dimusuhi, didiamkan, dll.

C.  Pandangan Ketiga: Fokus pada Being Manusia

Dalam pendangan ketiga ini, penyelesaian dilema menggunakan pendekatan karakter moral dari pengambil keputusan, tidak seperti dua pendekatan diatas yang dalam memecahkan suatu dilema menggunakan pendekatan konsekuensi/ hasil dari keputusan dan motivasi/proses dari pengambil keputusan.

Teori etika yang digunakan adalah Virtue Ethics. Virtue Ethics (Etika keutamaan/Kebajikan) yaitu etika yang mempelajari keutamaan, artinya, karakter utama yang dimiliki manusia. Karena objek penyelidikannya adalah karakter, maka etika ini tidak begitu menyoroti soal perbuatan satu demi satu, apakah perbuatan tersebut sesuai dengan norma moral atau tidak, serta bukan menyelidiki apakah perbuatan seseorang itu baik atau buruk. Melainkan apakah orang itu sendiri baik ataukah buruk, dengan asumsi jika karakter orang itu baik, maka akan melahirkan perbuatan yang baik, begitu pula sebaliknya.

Kemudian timbul pertanyaan, saya harus menjadi orang yang seperti apa? Dan karakter semacam apakah yang membuat seseorang menjadi pribadi yang baik? Dicontohkan pada profesi akuntan, jika seorang akuntan memiliki sifat Jujur, Bermanfaat, memenuhi tanggung jawab, Profesional, Menghindari merugikan/ mengeksploitasi orang lain, Integritas, dan sifat-sifat lain sesuai dengan kode etik, maka hal tersbut telah sesuai dengan kebajikan dan kemungkinan akan menjadi akuntan yang sangat baik.

Baca juga: Teori Etika Kepedulian dan Feminisme

KESIMPULAN

Kita dapat melihat teori etika dalam dua cara yangberbeda:

Pertama, untuk digunakan dalammenyelesaikan masalah etika, atau 

Kedua, menginformasikan proses pengambilan keputusan etis kita. 

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwateori-teori tentang etika dan pengambilan keputusan yang beretika tidak mudahuntuk diterapkan dalam praktek secara langsung. Karena ada banyak faktor yangdapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. 

Faktor moral, kepribadian seseorang, cara pandangannyaatas suatu situasi dan faktor kewajiban, tanggungjawab serta berada dalamkondisi yang tidak terduga dapat mempengaruhi pola pengambilan keputusanseseorang. Selain itu batasan terhadap ketentuan benar atau salahbaik secara umum dalam kehidupan sehari-hari maupun secara khusus dalam lingkupkerja sebagai seorang profesional dalam bidang apapun sangatlah bias. Sehinggaapa yang menurut kita benar belum tentu benar dimata publik.

Pendapat penulis sebagai profesional, teori yang lebih baik adalah Deontologi atau Teori tugas, karena sebagai profesional kita akan bertindak berdasarkan tugas dan mengacu kepada kode etik profesional, sehingga dibutuhkan cara yang tepat dan baik untuk menyelesaikan suatu konflik/dilema. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun