1. Pengantar
Dewasa ini pembahasan tentang Allah Trinitas mengalami kebangkitan kembali (revival) setelah sekian lama kurang mendapat perhatian yang serius. Nico Den Bok mengelompokkan pembahasan Allah Trinitas dalam tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah trinitarianisme monopersonal, yang melihat Allah Trinitas sebagai satu Pribadi. Kelompok kedua adalah trinitarianisme sosial, yang melihat Allah Trinitas sebagai tiga Pribadi. Dan kelompok ketiga adalah kelompok tengah, yang tidak sama sekali unitarian atau trinitarian. Leonardo Boff,[1] oleh Bok, dikelompokkan dalam kelompok trinitarianisme sosial.[2] Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan tentang Allah Trinitas pada pendapat Boff dalam Teologi Pembebasan.
2. Teologi Pembebasan[3]
2. 1 Latar Belakang Teologi Pembebasan
Akar-akar sejarah Teologi Pembebasan ditemukan dalam tradisi kenabian dari pewarta Injil dan misionaris[4] pada awal kolonialisme di Amerika Latin. Mereka adalah warga Gereja yang setia mempertanyakan tipe kehadiran Gereja dalam realitas Amerika Latin. Mereka telah menjadi sumber pengertian sosial dan gerejawi yang tumbuh saat ini.[5]
2.1.1 Pembangunan Sosial Politik
Kesadaran nasional dan pembangunan industri muncul sejak tahun 1950 dan pada tahun 1960-an. Kemajuannya dirasakan oleh kelompok kelas menengah dan masyarakat perkotaan, tetapi mengorbankan kelompok petani dan masyarakat lingkungan kumuh. Pembangunan lebih memajukan sistem ekonomi (kapitalisme) dan menyokong negara-negara kaya. Kenyataan ini melahirkan pergerakan-pergerakan yang kemudian membangkitkan kediktatoran militer untuk mengamankan kepentingan modal melalui penekanan politik dan pengendalian polisi terhadap demonstrasi-demonstrasi rakyat. Akibatnya adalah lahirnya kantong-kantong angkatan bersenjata di banyak negara, untuk menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa dan membentuk rezim sosialis. Maka lahirlah suatu gerakan menuju revolusi.
2.1.2 Pembangunan Gereja
Sejak tahun 1960-an, angin pembaharuan mulai masuk dalam Gereja. Misi mulai dijalankan dengan serius, awam mulai berkomitmen membantu kaum miskin, dan para Uskup dan pastor mendorong panggilan bagi kemajuan dan modernisasi. Organisasi-organisasi Gereja bermunculan guna membangun pengertian dan kemajuan masyarakat.
Peran di atas lebih didominasi oleh kelas menengah, yang didukung secara teologis oleh teologi Eropa mengenai realitas dunia dan humanisme. Konsili Vatikan II kemudian memberi pembenaran bagi kegiatan-kegiatan yang didasari oleh tanda-tanda kemajuan teologi, sekularisasi, dan kemajuan manusia.