3.3.1 Dua Tangan Bapa: Putra dan Roh Kudus
Yesus secara konkret mewahyukan siapakah Allah itu. Allah adalah Tiga Pribadi Ilahi, yang dalam nama ini semua orang percaya dan dibaptis. Dalam pengertian ini, Yesus sungguh menjadi sumber bagi rumusan Gereja ini. Yesus mewahyukan misteri Trinitarian.
BAPA: Kita mengetahui dari Injil bahwa Yesus menyebut Allah sebagai Bapa (Abba). Bapa memiliki kebaikan dan pengampunan yang tak terbatas. Pengalaman ini melampaui sebuah ajaran. Ini merupakan praktek pembebasan nyata yang merupakan hadiah bagi orang-orang miskin dan terbuang, orang yang tersesat dan berdosa. Hubungan Yesus dengan Bapa menunjukkan sebuah jarak dan perbedaan khusus, dan ada pula sebuah intimitas yang mendalam. Perbedaan diwahyukan dalam kenyataan bahwa Yesus berdoa dan memohonkan kehadiran Allah. Intimitas ditunjukkan dengan jelas dalam nama untuk Tuhan sebagai Bapa.[19]
PUTRA: Yesus mewahyukan diri-Nya sebagai Putra Allah. Dia berkarya sebagai Putra Allah. Dalam seluruh perbuatan-Nya, Yesus memperlihatkan otoritas yang mengutus-Nya. Dia menghadirkan Bapa ke dunia, dan Dia membuat Bapa dapat dilihat dalam perbuatan baik dan pengampunan. Yesus mengatakan bahwa Dia dan Bapa adalah satu. Ini menunjukkan realitas partisipasi dan persekutuan timbal-balik. Yesus juga menunjukkan kehadiran Roh Kudus, sebuah ungkapan hidup baru dari persekutuan yang kuat di antara Pribadi-pribadi Ilahi.[20]
ROH KUDUS: Roh Kudus adalah Allah. Roh adalah daya ilahi. Roh Kudus hadir dalam penciptaan dan sejarah. Daya dan kehadiran ilahi ini secara gradual memperlihatkan otonomi, sementara senantiasa dalam "relasi". Demikian diperlihatkan sebagai Roh Putra, Roh yang memampukan kita mengatakan Abba, ya Bapa, Roh yang tinggal dalam kita seperti berdiam dalam Bait Allah.[21]
3.3.2 Rasio Manusia dan Misteri Tinitarian
Kristianitas awal mengungkapkan iman trinitarian dalam doxology (doa-doa pujian), sakramen-sakramen (Baptis dan Ekaristi), dan pengakuan iman awal. Perayaan dan iman ini kemudian direfleksikan. Hasil refleksi dari dua realitas ini melahirkan Doktrin Trinitarian di kemudian hari. Refleksi terus berkembang sampai lahirlah rumusan-rumusan sesat seperti modalisme, subordinationisme, dan tritheisme.[22]
Gagasan iman Trinitarian berlanjut dalam refleksi, diskusi, dan konsili ekumenis. Dalam kenyataannya lahirlah beragam bahasa yang berbeda guna mengungkapkan iman Trinitarian ini, seperti: natura atau esensi atau substansi, person atau hypostasis, prosesi, relasi, perichoresis dan misi.[23]
Perumusan pun berbeda antara teolog yang berbahasa Yunani (memulainya dengan pribadi Bapa sebagai sumber dan asal semua kekudusan. Bapa menurunkan Putra dan Roh kudus. Di dalamnya mengandung bahaya subordinationisme), Latin (memulainya dengan satu natura Ilahi, yakni Bapa. Bapa menurunkan Putra, dan relasi cinta antar keduanya hadirlah Roh Kudus. Di dalamnya terkandung bahaya modalisme yang menekankan perbedaan antara pribadi ilahi), dan teolog modern (menekankan relasi antar Pribadi Ilahi. Tiga Pribadi Ilahi adalah subyek yang tidak terbatas dari satu persekutuan, atau tiga pecinta dalam cinta yang sama). Boff sendiri termasuk dalam kategori terakhir, yang menekankan partisipasi, persekutuan dan koeksistensi. Orang-orang miskin menemukan inspirasi dalam Trinitas kudus ini.[24]
3. 4 Konsep Pembebasan Trinitas
Realitas Amerika Latin mengundang kita untuk mengalami dan merefleksikan misteri Trinitarian sebagai sebuah misteri persekutuan di antara Pribadi-pribadi yang berbeda. Kita melihat fakta Kitab Suci bahwa Allah adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus dalam persekutuan. Hanya Tuhan saja yang ada sebagai Pribadi Trinitas. Kesatuan Ilahi adalah persekutuan; Pribadi yang lain ada secara total, berkomunikasi secara total dengan Dua Pribadi lain.[25]