Persekutuan berarti hadir dan terbuka bagi yang lain tanpa reservasi untuk diri sendiri. Dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah persekutuan berarti bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus pernah bersama, hadir bersama dan secara tetap saling memandang dari wajah ke wajah. Ini bisa dikaitkan dalam hidup manusia. Hidup adalah spontanitas dalam proses memberi dan menerima, mengerti dan menyerahkan hidup pribadi bagi yang lain. Kehadiran merupakan intensifikasi dari eksistensi. Ini berarti bahwa hidup bagi yang lain dan menjamin hidup orang lain.
Hal ini terjadi dalam kasus Trinitas. Pribadi Ilahi ada bagi yang lain, bersama yang lain, dan dalam yang lain. Kita memahaminya sebagai sebuah persekutuan; persekutuan nyata yang menghasilkan persekutuan Ilahi. Hidup adalah esensi Allah. Hidup adalah persekutuan memberi dan menerima. Ini adalah persekutuan cinta. Persekutuan dan cinta adalah esensi dari Allah Trinitas.[26]
Untuk memahami realitas ini, teologi diinspirasi oleh terminologi dari St. Yohanes Damaskus: perichrsis. Terminologi ini berarti: 1) aksi keterlibatan seorang pribadi kepada dua pribadi lainnya, dan 2) sebagai sebuah akibat dari interpenetrasi, satu pribadi hidup dan tinggal dalam yang lainnya. Karena alasan perichoresis di antara pribadi-pribadi ilahi ini, relasi antar mereka selalu rangkap tiga (triple). Jadi Bapa diwahyukan oleh Putra dalam Roh Kudus. Putra mewahyukan Bapa dalam kekuatan Roh Kudus. Dan akhirnya Roh Kudus merupakan "hasil" dari Bapa dan Putra. Dalam kesadaran ini, Roh Kudus berasal dari Bapa melalui Putra, dan sebagai Pribadi, Putra mengakui diri-Nya dalam Bapa oleh cinta Roh Kudus. Tiga Pribadi ini kekal, sederajat, dan tak terbatas. Gagasan ini membolehkan kita mengatakan bahwa Tiga Pribadi saling berelasi, dan relasi hidup mereka merupakan persekutuan kekal. Oleh karena itu ada satu Tuhan: Allah-Trinitas.[27]
Dengan demikian misteri Trinitarian mengundang kita untuk membentuk komunitas sebagai satu keluarga dalam mana perbedaan menjadi hal yang positif. Seperti kekristenan mendasarkan komunitas Gereja dalam: Trinitas kudus sebagai komunitas terbaik. Gereja merupakan communitas fidelium (persekutuan umat beriman). Setiap anggota memberi atau menerima. Komunitas dibentuk oleh pengalaman hidup bersekutu, di mana setiap orang saling menerima dan memberi bagi yang lain.[28]
3. 5 Pribadi yang Berbeda
3.5.1 Bapa: Misteri yang Tak Terpahami
Pribadi Bapa merupakan dasar misteri dan tak kelihatan. Bapa ada sejak kekal. Pribadi Bapa ada bukan karena Dia menciptakan segala sesuatu, tetapi karena Bapa mengutus Putra dalam Roh Kudus. Bapa adalah dasar dari semua kekerabatan, dasar dari persaudaraan dan persaudarian. Tiga Pribadi Ilahi ada bersama sejak kekal. Penting untuk diingat bahwa dalam persekutuan Trinitarian tidak ada Pribadi yang ada sebelum, sesudah, lebih tinggi, atau lebih rendah dari yang lain. Tiga Pribadi Ilahi adalah sederajat, bersama sejak kekal, dan saling mencintai.[29]
Yesus menerima segala sesuatu dari Bapa. Dia mengalami intimitas yang mendalam dengan Bapa.[30] Yesus melakukan apa yang dilakukan Bapa. Atas realitas ini, Yesus memiliki komitmen kepada yang miskin dan menderita. Dia menunjukkan pengampunan. Seperti Bapa yang bekerja sampai hari ini, Yesus bekerja untuk menunjukkan Bapa itu. Dia menghadirkan Kerajaan Allah bagi semua orang, dengan menjadikan semua orang sebagai saudara dan saudari dalam Allah sendiri.[31]
Yesus dalam karya-Nya melanjutkan misi penciptaan dan keselamatan manusia yang diterima dari Allah sendiri. Penciptaan di sini harus dipahami sebagai buah dari persekutuan cinta antara Bapa dan Putra. Kenyataan ini mengharuskan kita untuk mengakui bahwa kita menerima segalanya dari Allah. Konsekuensinya kita dituntut untuk melanjutkan penciptaan dan karya keselamatan itu dalam dimensi iman Trinitarian.[32]
3.5.2 Putra: Misteri Komunikasi dan Pembebasan Integral
Putra adalah tanda absolut dari Bapa. Dia adalah gambar yang kelihatan dari Bapa yang tak terpahami. Putra diutus oleh Bapa dan berinkarnasi oleh kekuatan Roh Kudus. Hidup-Nya, praksis pembebasan-Nya, perjuangan-Nya terhadap kekuasaan yang menindas, kelembutan-Nya bagi yang terbuang, penderitaan-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya mewahyukan Bapa dalam cara yang terbatas. Dia mengadopsi sikap mengampuni dari Bapa. Dia menunjukkan persekutuan dengan menjadikan kita sebagai putra-putri dan saudara-saudari Allah.[33]