Rita menuruti, meski masih ada kebingungan yang memenuhi pikirannya. Matanya menerka-nerka apa yang akan dikatakan ayahnya dan Bu Santi.
Bu Santi menatap Rita dengan penuh empati, "Sebelumnya, maaf jika saya ikut campur, Rita. Tapi ingat, apa yang akan disampaikan bapakmu ini adalah sebuah kebenaran. Kamu bisa buktikan sendiri dengan keanehan yang selama ini kamu alami, dengan cerita yang akan Bapak kamu sampaikan."
Rita menatap ayahnya, perasaannya semakin tidak menentu. "Cerita apa?" tanya Rita dengan suara yang hampir berbisik. Wajahnya menggambarkan kebingungan, seperti seorang yang tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan yang tak pernah diduganya.
Ayahnya menarik napas panjang, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Rita, apa yang kamu lihat, apa yang kamu pikirkan selama ini, tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Kamu hanya ingin mencari kebenaran, Bapak mengerti. Tapi, sudah waktunya kebenaran yang sebenar-benarnya harus kamu tahu. Ada sesuatu yang harus kamu ketahui, sesuatu yang selama ini Bapak sembunyikan demi kebaikanmu dan demi menjaga ketenangan jiwa ibumu dulu. Tapi sepertinya sekarang sudah waktunya kamu tahu."
Rita terdiam, jantungnya berdebar semakin kencang. Rasa penasaran yang bercampur dengan ketakutan mulai menyelimuti dirinya. Ia menunggu dengan cemas, sementara ayahnya tampak bersiap untuk mengungkapkan sesuatu yang tampaknya telah lama terpendam.
"Rita, pertama-tama Bapak ingin kamu tahu bahwa Bapak sangat mencintai Ibu kamu." Suara ayahnya terdengar pelan namun penuh dengan beban emosi yang berat. Ia menunduk sejenak, seolah sedang mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan. Di sebelahnya, Bu Santi menggenggam tangan ayah Rita dengan erat, memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk melanjutkan cerita yang sangat menyakitkan.
Rita memperhatikan dengan seksama, matanya melekat pada ayahnya yang tampak lebih tua dan lelah daripada biasanya. Wajah ayahnya, yang biasanya penuh dengan ketegasan, kini dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam. Ada bayang-bayang kesakitan di matanya, sesuatu yang selama ini ia sembunyikan di balik sikap tegar dan tenangnya.
"Ketika kamu lahir, Ibu kamu mengalami masa yang sangat sulit. Depresi pasca-melahirkan atau baby blues yang dia alami sangat parah, Rita. Ini lebih dari sekadar kesedihan atau perubahan suasana hati. Ibu kamu jatuh ke dalam jurang gelap yang sangat dalam, tempat di mana dia tidak lagi bisa membedakan antara kenyataan dan ilusi." Ayah Rita menarik napas dalam-dalam, suaranya bergetar dengan emosi yang mencoba ia kendalikan.
Rita mulai merasakan ketegangan yang merayap di tubuhnya. Ia tahu ada sesuatu yang sangat serius dan mengerikan yang akan diungkapkan oleh ayahnya. Namun, ia belum siap untuk mendengarnya, belum siap untuk menghadapi kenyataan yang tersembunyi di balik kata-kata ayahnya yang penuh kasih sayang.
"Saat itu, Bapak sedang sibuk merintis kembali bisnis Bapak yang hampir bangkrut. Bapak jarang di rumah, terlalu fokus pada pekerjaan dan membangun kembali kehidupan kita yang sempat hancur. Bapak pikir Ibu akan baik-baik saja, bahwa dia akan bisa mengatasi semuanya. Tapi Bapak salah, Rita. Sangat salah." Ayah Rita menundukkan kepala, merasa bersalah atas apa yang telah terjadi.
"Ibu kamu, dalam kondisinya yang paling buruk, mencoba melakukan sesuatu yang tidak bisa Bapak bayangkan. Sesuatu yang tidak seharusnya terjadi pada seorang ibu kepada anaknya sendiri." Ayahnya berhenti sejenak, suara tertahannya menambah ketegangan di ruangan itu. Rita bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, sementara pikirannya berputar, mencoba menebak apa yang akan dikatakan selanjutnya.