"Sudahlah, Rita! Lupakan soal itu, kamu tidak harus kesusahan mencarinya! Yang sudah terjadi biarkan saja berlalu!" Suara ayahnya bergetar, namun tetap tegas. Kata-katanya menghancurkan sisa-sisa harapan yang mungkin masih tersisa dalam hati Rita. Bagaimana bisa ayahnya menyuruhnya melupakan sesuatu yang begitu penting? Bagaimana bisa ayahnya berpaling dari kebenaran yang seharusnya mereka perjuangkan bersama?
Rita tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya berlari keluar rumah, air matanya tumpah, membasahi wajahnya yang penuh amarah dan kepedihan. Malam itu, langit desa tampak suram, seolah-olah mencerminkan kekacauan yang berkecamuk dalam hati Rita. Di tengah langkahnya yang cepat, tangisnya yang terisak-isak diiringi oleh angin malam yang dingin.
Namun, di saat itulah sesuatu yang aneh terjadi. Di ujung jalan desa yang gelap, Rita melihatnya---sebuah sosok aneh yang tidak pernah ia bayangkan akan ia temui dalam kehidupan nyata. Di bawah sinar bulan yang pucat, ia melihat kuyang, makhluk mengerikan yang selama ini hanya ia dengar dalam cerita rakyat. Tubuhnya tampak seperti kepala yang melayang dengan organ-organ yang menjuntai, terlihat jelas di balik rambut hitam kemerahannya yang panjang dan berkibar menabrak angin.
Jantung Rita berdegup kencang. Adrenalin mengalir deras di nadinya, memberikan kekuatan pada kakinya yang seakan-akan membeku. Tanpa berpikir panjang, ia berusaha mengikuti makhluk itu, berharap bahwa ini adalah jalan menuju kebenaran yang selama ini ia cari. Namun, langkah Rita terhenti ketika suara tangis yang sangat memilukan terdengar dari sebuah rumah di dekatnya. Tangis itu begitu menyayat hati, seakan-akan berasal dari jiwa yang terpecah.
Rita merasa terpecah antara mengikuti kuyang itu atau menghampiri sumber tangis tersebut. Tapi pada akhirnya, naluri empatinya menang. Ia berbelok menuju rumah tersebut, meninggalkan jejak kuyang yang semakin menjauh dalam kegelapan. Saat Rita tiba di rumah itu, ia menemukan seorang ibu yang terbaring di lantai, tubuhnya penuh dengan darah segar. Tampaknya ibu itu baru saja mengalami keguguran, dan suasana di rumah tersebut begitu memilukan. Rita terduduk lemas memandangi ibu muda itu.
Kabar tentang kuyang kembali menjadi perbincangan hangat di desa. Desas-desus tentang makhluk gaib yang berkeliaran di malam hari, mencari mangsa, sekali lagi menyebar di antara warga. Ketakutan kembali merasuki hati penduduk desa, mengingatkan mereka pada kejadian tragis yang menimpa keluarga Rita dua tahun lalu. Bagi Rita, ini adalah pertanda bahwa pencariannya belum berakhir. Di balik ketakutannya, ia kini memiliki alasan baru untuk melanjutkan apa yang telah ia mulai---kebenaran tentang kematian adiknya semakin dekat, dan ia tidak akan berhenti sampai ia menemukannya.
Rita datang lagi ke kantor desa untuk menemui Pak Kadir, kepala desa yang sudah berkali-kali menolak permintaan Rita untuk membicarakan tentang kuyang. Rita sadar ia tidak bisa mencari kuyang itu sendirian dan harus meminta bantuan otoritas paling tinggi di desa ini, Pak Kadir lah orangnya. Melihat Rita yang mendekat, Pak Kadir sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan. Apalagi dengan kejadian beberapa hari terakhir, dia sudah menduga Rita akan menemuinya. Pak Kadir sendiri sudah merasa lelah dengan topik yang sama berulang kali.
"Kamu lagi," katanya dengan nada datar. "Saya ga mau lagi bicara soal kuyang. Kuyang itu ga ada!"
Rita tidak menyerah. "Kuyang itu ada! Buktinya, si ibu yang keguguran itu, dan tepat pada malam itu, saya lihat sendiri, Pak Kadir!"
Pak Kadir menghela napas panjang, lalu menatap Rita dengan ekspresi yang cenderung sabar namun jenuh. "Saat malam itu, kamu juga sedang bertengkar dengan bapakmu, kan? Bisa saja kamu berhalusinasi. Sudahlah, Rita, tidak ada kuyang di desa ini. Mereka kan di Kalimantan, ngapain kuyang ke sini?" Rita berdecak bibir, jelas Kuyang bisa ke mana saja, sebab kuyang sendiri adalah jelmaan orang yang memiliki ilmu hitam.
Rita kembali berdecak kesal, yakin bahwa ayahnya pasti telah memberi tahu kepala desa tentang pertengkaran mereka. Kedekatan antara ayahnya dan Pak Kadir memang bukan rahasia. Sebelum pindah ke desa ini, mereka sudah berteman lama, karena memang ayahnya Rita pernah tinggal di desa ini jauh sebelum ayahnya menikah dengan ibunya.