Suatu hari, karena takdir tertentu yang tak terjelaskan, mereka harus terpisah satu sama lainnya. Namun, sejauh apapun mereka berpisah, jiwa mereka akan saling "memanggil", saling mengirimkan sinyal untuk saling mendekat, dan kelak---bila mereka mengikuti panggilan itu---mereka akan bertemu kembali.
Mungkin saja ada yang memaknai apa yang disampaikan Plato sebagai sesuatu yang absurd dan melankolis. Tapi tidak bagiku. Kehadiranmu disisiku, selama 18 tahun ini adalah bagian dari kesatuan hati kita yang dibagi bersama dalam suasana suka dan duka sepanjang mengarungi samudera kehidupan.Â
Kisah Adam dan Hawa yang diciptakan Allah SWT dalam kondisi tubuh yang lengkap namun rusuk yang terbagi. Mereka terpisah dan akhirnya bertemu kembali di Jabal Nur (Gunung Cahaya) dan menyatukan diri dalam harmoni, berbagi dalam satu hati, satu jiwa.Â
Istriku sayang,
Bagiku kehadiranmu menggenapi segala kekosongan dan melengkapi semua kehampaan. Menikah adalah belajar untuk saling mengerti dan memahami setiap perbedaan.Â
Menyadari bahwa keinginan kita untuk saling melampiaskan rasa rindu tiada akhir dengan berkomitmen bersama dan berikhtiar menggali lebih dalam esensi cinta dan kehidupan dalam setiap langkah perjalanan kita, adalah sesuatu yang niscaya.Â
Sedih maupun Gembira. Suka maupun Duka. Kita "mewarnai" semuanya dengan indah, dengan corak yang kita sukai.Â
Satu hati, Satu jiwa.
Aku ingin kita "tumbuh" hingga tua bersama, menyaksikan kedua buah hati kita Rizky dan Alya meniti masa dewasa, meraih impiannya, mengawal mereka ke masa depan dan kelak akan mempersembahkan kepada kita cucu-cucu yang cantik dan ganteng.
 Kita berdua akan duduk di serambi depan rumah, menyaksikan kilau mentari menuju peraduannya dan aku akan membisikkan larik-larik puisi buatmu
Â