Bisiknya sembari melangkah cepat menjauh dari bayangan Ayaz yang perlahan memudar dan hilang.
"Getaran rasa yang menggila ini akan kusimpan menjadi sesuatu yang manis. Jadi cadangan energi yang akan kunikmati sembari menunggumu datang lagi"
Meski Ia tak yakin bisa bertemu lagi dengan Ayaz. Area istimewa di halaman samping rumahnya sudah 'dipagari' oleh Ustadz Nung agar tidak lagi menjadi tempat yang bisa ditembus oleh entitas dimensi lain. Selain itu Mousa juga dengan kekuatan nya membuat tabir penghalang untuk memastikan Ayaz tak bisa berhubungan dengan Ami.Â
            ********
Awan gelap yang menggantung di langit yang mulai redup akhirnya jatuh berderai tumpah ruah ke bumi. Angin kencang yang berhembus sedari tadi rupanya tak mampu membuyarkan rindu langit kepada bumi yang kian berat setelah tertahan terik mentari sekian lama. Kerontang bumi dengan tanah pecahnya telah menyayat hati langit. Teriakan dedaunan yang mengering telah menggugah tebalnya awan untuk segera mencair.
Ami duduk di bale-bale halaman samping menikmati hujan yang mengguyur tanaman-tanamannya. Seolah bisa merasakan mereka tersenyum sumringah, tertawa dan memekik riang. Tanah-tanah basah, rumput hijau berkilauan di bawah cahaya temaram lampu taman, batu-batu yang terhampar di teras segar merona.
Gemericik air dari cucuran atap terdengar seperti musik yang mengiringi tarian ranting-ranting Alpukat. Hempasan air dari pancuran menggapai membasahi kaki Ami. Ami diam saja membiarkan ujung celananya basah. Sudah lama sekali sejak musim hujan tahun lalu berakhir.
"Apakah di tempatmu juga sudah turun hujan?" Bisik Ami dalam hati, Â "Aku ingin membagikan momen ini denganmu, meski kita berada di bawah langit yang sama tapi belum tentu hujan yang sama telah tiba kepadamu." Â Pikirannya melayang teringat Ayaz.
Ami masih duduk diam meski hujan mulai reda. Angin bertiup dingin menyelusup ke pori-pori. Â Ia bebaskan khayalannya tentang Ayaz, khayalan tentang Ayaz yang tiba-tiba datang menyampirkan selimut di bahunya. Melingkarkan lengan memeluknya. Dan mereka sama-sama berdiam menikmati sisa-sisa hujan. Mungkin pikiran Ayaz akan dipenuhi kenangan masa kecilnya tentang hujan sementara Ami menikmati hangatnya kebersamaan mereka tanpa memikirkan apa-apa.
Segaris rasa sakit di belakang kepalanya merobek lamunan Ami. Membawanya pada kenyataan.Â
Di sudut lain halaman yang terlindung bayangan pohon alpukat, Ayaz berdiri mematung menatap Ami.Â
Ketika Ia menawarkan jalan itu dan Ami menerimanya, Â Ia sudah tahu resiko yang Ia tempuh. Jalan yang mereka lalui penuh bunga namun ada kalanya mereka temui semak belukar dan berduri.