Ia menggeram. Matanya seolah-olah hendak meloncat dari pelupuknya.
"Katakan berapa ganti rugi yang kamu minta!"
Tangannya melayang lagi. Pori-pori mukaku berdenyar. Panas sekali. Tiba-tiba tubuhnya terjengkang. Kulihat tubuhnya seperti bola basket terlontar-lontar ke sana-sini. Menabrak tembok. Geradak-geruduk di lantai. Mataku nanar. Gelap gulita.
Segelas jus apel mengembalikan ketenanganku. Ia duduk di depanku. Matanya memendam banyak rahasia, mataku memancarkan banyak pertanyaan.
"Lelaki mana pun yang menyakitimu akan kubunuh," katanya tanpa getar rasa bersalah.
"Kenapa?"
"Karena aku Lonceng."
"Kamu pernah mengatakannya."
Ia tengadah. "Tugasku adalah mencabut nyawa manusia. Itu sebabnya aku dinamai Lonceng. Lonceng Kematian. Tiap kematian lelaki yang menyakitimu akan memperpanjang usiamu." Ia diam sejenak, berjalan ke jendela. "Seharusnya kamu sudah mati. Tetapi perintah untuk mencabut nyawamu kuabaikan. Aku menangguhkan kematianmu."
"Kapan?"
"Di sini, di balkon ini, ketika Damon hendak memerkosamu. Seharusnya payudaramu ditusuk belati dan disobek hingga paru-parumu rengkah. Aku mengubah takdirmu. Kubawa Paman Codet ke balkon hingga Damon tidak sempat menikammu."