Pundaknya bergerak-gerak. Persis ayahku setiap menyembunyikan tangis dariku.
Aku berdiri, ingin menarik pundaknya. Biar ia melihat luka di mataku. Namun aku tak sanggup bergerak, apalagi berdiri. Baru kali ini ia mengumbar banyak kata. Dan, baru kali ini pula aku kehilangan kata-kata.
Amel Widya
Catatan: Cerpen ini saya adaptasi dari puisi saya, Kematian yang Membingungkan (Kumpulan Puisi Beranda Berahi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!