Tak berapa lama, kulihat Satria membuka pintu, dan melambaikan isyarat tangannya padaku.
Kuhampiri dia.
"Tadi yang keluar siapa?"
"Oh... teman adek abang, namanya Ryan, kenapa? Kamu kenal?"
Kugelengkan kepalaku dengan cepat.
"Ayo masuk."
Kupandangi lelaki yang kini berdiri dihadapanku ini. Kurus... Wajahnya kumal, tak secerah dulu. Entah berapa hari ia tidak mencukur jenggotnya.
"Ama diluar aja."
"Kamu merasa nyaman kita ngobrol di luar dan dipandangi setiap orang yang berlalu lalang di depan rumah, begitu?"
Kupandangi sekelilingku... Tak banyak rumah disekitar sini. Kalaupun ada seperti tidak berpenghuni. Ilalang yang panjang tumbuh dengan suburnya bak menutupi pekarangan rumah. Kulihat beberapa pasang manusia berlalu lalang dengan motor. Jalanan di depan rumah ini memang tembus ke pantai Ulee Lheue. Sebuah pantai yang sangat terkenal karena menghubungkan kota Banda Aceh dengan pelabuhan Balohan, pelabuhan bebas di pulau Sabang.
Kuikuti langkahnya memasuki rumah bantuan BRR yang bertype 36 itu. Hanya ada sebuah ambal yang tergelar dilantai semen. Disudut dinding yang menghadap pintu terdapat sebuah TV 14 inch yang diletakkan di sebuah buffet kecil dengan satu pintu. Ia kemudian menghidupkan penerangan diruangan ini yang memperlihatkan setiap sudut ruangan dengan jalas. Terdapat pajangan foto wisudanya dengan kedua orang tuanya dan foto-foto touring bersama teman-teman anggota club motornya yang terpajang didinding. Ia memang suka sekali touring, dan setiap sampai di suatu daerah ia pasti mengabadikannya dalam sebuah foto yang kemudian sering dipamerkannya kepadaku saat ia datang berkunjung ke rumahku.