Mohon tunggu...
Amadhea Rahma
Amadhea Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

8 Maret 2023   00:31 Diperbarui: 23 Maret 2023   21:29 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kompilasi Hukum Islam jelas melarang tentang praktek perkawinan beda agama. Dijelaskan lebih lanjut bahwa KHI tidak membedakan kategori terhadap ahli kitab atau bukan, sepanjang itu bukan muslim atau muslimah maka itu dilarang untuk dinikahi. Larangan perkawinan beda agama didalam Kompilasi Hukum Islam ini dilakukan tentu bukan tanpa adanya kajian yang komprehensif. Larangan kawin ini merupakan bagian dari sebuah pembaharuan hukum islam dalam konteks Fikih ala Indonesia

Nikah Siri

Nikah siri saat ini adalah perkawinan yang dilakukan tanpa adanya sebuah pencatatan pada instansi lembaga yang berwenang seperti Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Nikah siri dapat dikatakan sebagai perkawinan yang sah secara agama dan kepercayaan saja. 

Nikah siri diambil dari bahasa Arab yaitu dari "sirrun" yang artinya diam-diam atau dirahasiakan. Sewajarnya apabila orang hendak melangsungkan perkawinan biasanya itu diumumkan atau dilakukan dengan terang-terangan. Berbeda dengan orang pada umumnya, mempelai yang melakukan nikah siri memang tidak ingin orang lain tau, atau mungkin hanya diketahui oleh kalangan keluarga saja

           Sebuah perkawinan yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, maka salah satu atau ada pihak yang nanti kedepannya berpotensi menjadi korban. Dalam konteks nikah siri, secara yuridis formal yang sering menjadil korban adalah pihak perempuan dan anaknya. Mukti Arto menjelaskan bahwa dampak kerugian secara yuridis formal antara lain : Perkawinan dibawah tangan dianggap tidak sah, walaupun perkawinan itu dilakukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Tetapi itu semua belum mempunyai kekuatan hukum sepanjang perkawinan dibawah tangan itu tidak dicatakan di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil.

 Apabila ada anak yang dilahirkan pada perkawinan dibawah tangan, maka anak yang dilahirkan tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Anak yang dilahirkan itu tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya. 

Hubungan perdata ini maksudnya secara hukum hanya ibunya saja yang harus bertanggung jawab untuk kehidupan anak tersebut, ia tidak dapat meminta tanggung jawab kepada ayahnya. Lebih jauh lagi bahkan ia tidak mewarisi harta warisan dari ayahnya. Anak yang dilahirkan belum tentu dapat mengurus status hukum anak sebagai subyek hukum di Indonesia. Maksudnya anak tersebut belum tentu dapat mengurus akta kelahiran, Kartu Keluarga, KTP dan menikmati layanan publik artinya anak tersebut tidak tercatatkan. Hal ini dapat saja dikatakan melanggar hak asasi anak.

Pangkal dari timbulnya nikah siri ini karena adanya dualisme tafsir dalam norma yang ada pada pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.300 Penafsiran pertama memberikan pendapat bahwa pasal 2 itu mempunyai arti terpisah antara ayat (1) dan ayat (2). Artinya perkawinan itu sudah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Sedangankan pencatatan perkawinan sebagaimana diatur pada ayat (2) itu merupakan syarat administratif

Status Hukum Anak Luar Kawin

            Membahas mengenai status hukum anak luar kawin artinya adalah harus menjelaskan terlebih dahulu arti dari luar kawin. Luar kawin yang dimaksud didalam hukum islam dan luar kawin yang dimaksud didalam Undang-Undang ada sedikit perbedaan penafsiran. Anak luar kawin yang dimaksud didalam buku ini adalah anak diluar ikatan perkawinan yang sah sebagaimana diatur pada pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang normanya berbunyi :

anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah. Artinya anak luar kawin adalah penjelasan untuk anak yang tidak sah. Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Kompilasi Hukum Islam mengatakan anak yang sah adalah :

  • anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, dan
  • hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun