Mohon tunggu...
Amadhea Rahma
Amadhea Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

8 Maret 2023   00:31 Diperbarui: 23 Maret 2023   21:29 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Bentuk dalam penyelenggaraan walimatul urs tidak dijelaskan terperinci didalam hadist yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Yang disampaikan secara pada beberapa hadist mengenai walimah adalah mengenai penyajian dan urgensi pelaksanaannya.

Terhadap persoalan ini, ulama berpendapat bahwa penyelenggaraan walimatul urs pada prinsipnya bentuknya bebas sepanjang tidak melakukan hal yang dilarang didalam agama. Pelaksanaan walimatul urs yang disesuaikan pada adat istiadat dan daerah masing-masing tidak menjadi persoalan sepanjang tidak melanggar syariat atau tidak dimaksudkan untuk sombong, riya. Contoh Rasulullah SAW pernah menyelenggarakan walimah urs terhadap istrinya Shafiah hanya dengan dua mud gandum, sajian tepung dan kurma saja. Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Majah

Putusnya Perkawinan

            Pemutusan ikatan ini tentu tidak tanpa sebuah sebab, melainkan ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa pemutusan perkawinan itu dilakukan. Sepatutnya sebuah upaya pemutusan perkawinan itu dilakukan bukan atas dasar alasan yang ringan, melainkan ini sebagai jalan terakhir. Pernah Rasulullah SAW bersabda yang artinya "ada tiga perkara, kesungguhannya menjadi sungguh-sungguh dan bercandanya pun dianggap sungguh-sungguh, yakni talak, nikah, dan rujuk".

             Sebuah perkawinan dapat putus apabila memenuhi sebab-sebab tertentu yang diatur didalam Undang-Undang Perkawinan. Tidak menutup kemungkinan bagi mereka warga negara Indonesia yang beragama Islam. Untuk dapat dikategorikan sebuah perkawinan itu putus harus ada beberap sebab yaitu :

  • Kematian; 
  • Perceraian;
  • Atas putusnya pengadilan.

            Untuk sebab yang pertama (1) adalah kematian, hal ini tidak perlu diperdebatkan lebih lanjut atau dibuktikan melalui proses pembuktian di pengadilan. Karena jelas kematian itu menjadikan salah satu pasangan suami atau istri ditinggalkan untuk selama-lamanya. Konsekuensi dari kematian ini menyebabkan putusnya sebuah perkawinan. Terhadap hal ini suami atau istri yang ditinggalkan secara otomatis telah terputus hubungan perkawinannya. Khusus untuk istri yang ditinggal mati oleh suaminya ia berlaku masa iddah selama 4 bulan 10 hari.

            Sebab putusnya perkawinan yang kedua (2) adalah perceraian. Perceraian dijelaskan dengan kata pisah, putus hubungan, atau talak. Ungkapan talak secara tersurat ada pada ayat suci Al-Qur'an, hal itu dinyatakan pada surat Al-Baqarah dan Surat An-Nisa. Seperti misalnya Surat Al-Baqarah ayat 229 yang mengatakan "maka menahanlah dengan baik atau melepaskan dengan baik" dan ayat 231 yang mengatakan "tahanlah mereka dengan baik atau pisahlah dengan baik". Pada surat An-Nisa digambarkan pada ayat 130 yang artinya "dan jika mereka berpisah Allah mengkayakan mereka dari keluasan-Nya".

            Secara Agama Islam ini dikatakan dengan istilah thalaq yang artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dijelaskan dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh Abu Daud yang artinya bahwa "dari ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW berkata, perbuatan halal yang sangat dibenci Allah SWT ialah talak" (H.R Abu Daud). Terhadap ketentuan talak ini, ulama klasik berpendapat bahwa hukum terhadap talak ini dijelaskan dalam 3 hal yaitu :

  • Wajib, jika terjadi suatu permasalahan berat dan tidak ada jalan lain selain dilakukanya perpisahan, bahkan tidak satu orangpun dapat menengahi permasalahan itu.
  • Haram, jika perpisahan yang dilakukan itu didasari atas kepentingan duniawi, menimbulkan kerugian/mudharat bagi kedua belah pihak bukan justru sebuah kemaslahatan.
  • Sunnah, yaitu karena seorang istri sudah berani mengabaikan atau mengesampingkan perintah Agama dan Allah SWT seperti masalah hukum/syariah atau ibadah.

            Di Indonesia pelaksanaan perceraian ini memerlukan putusan pengadilan untuk memutus sebuah perkawinan itu telah putus. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa sebuah perceraian hanya dapat dilakukan didepan iding pengadilan setelah pengadilan tidak dapat mendamaikan pasangan yang ingin bercerai. Proses mendamaikan ini sifatnya wajib bagi pengadilan. Suatu pemutusan perkawinan baru dapat dilaksanakan apabila masing-masing dari suami isteri telah melakukan upaya damai. 

Upaya damai ini wajib dilaksanakan dan diperintahkan untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan rumah tangga yang telah dibuat. Harapan dari adanya perdamaian adalah masing-masing pihak dapat berpikir ulang dan menjadikan bahwa perceraian bukanlah suatu pilihan yang mudah, tetapi memerlukan pertimbanganpertimbangan dan alasan yang dibenarkan. Dengan perkataan lain, perceraian adalah suatu jalan yang paling terakhir bagi suami istri jika kebahagian didalam rumah tangga sudah tidak ada Kembali

Rujuk dan Masa Iddah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun