Mohon tunggu...
Alyandra Khairani
Alyandra Khairani Mohon Tunggu... Lainnya - 16

SMAN 28 Jakarta - XI IPS 1 - 02

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Semesta Tak Mendengar Doamu

24 November 2020   07:13 Diperbarui: 24 November 2020   07:15 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Azeeya menghela napasnya berat, kegiatannya hari ini sangat padat. Ia baru saja pulang dari tempat bimbingan belajar. Tubuhnya terasa begitu lelah, ia merasa kepalanya hampir pecah karena memikirkan hasil pengumuman SNMPTN yang akan keluar besok.

"Aku pulang," kata Azeeya setibanya ia di rumah. Tak ada yang meresponsnya, mungkin anggota keluarganya yang lain sudah terlelap. Remaja perempuan itu menatap jam yang menggantung di atas pintu rumahnya. Jarum jam yang menusuk-nusuk angka sepuluh membuatnya segera bergegas untuk memasuki kamarnya.

Ia menaruh tasnya di atas meja belajar, kemudian melepas seragam yang sedari pagi ia kenakan. Badannya lengket karena berkeringat, buru-buru ia membersihkan tubuhnya. Pikirannya terus dihantui oleh pengumuman SNMPTN. Kira-kira bagaimana hasilnya?

Ketika Azeeya keluar dari kamar mandi, sang ibunda sudah terduduk manis di atas kasurnya. Azeeya tersenyum kikuk. "Kenapa, Ma?"

"Sini, Nak. Duduk dulu di sebelah Mama," ucap Mama Azeeya. Remaja itu pun menuruti ucapan ibundanya.

Mama Azeeya menatap anaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, beliau lalu memeluk dan mengusap dahi putri bungsunya. "Mama tahu besok kamu pengumuman SNMPTN. Apa pun hasilnya besok, kamu sudah melakukan yang terbaik, Zeeya."

Hanya dengan kalimat sederhana itu, air mata Azeeya turun membasahi pipinya. Mama terlalu baik, Azeeya takut membuatnya kecewa jikalau hasil pengumuman esok tak sesuai dengan harapannya. Azeeya menangis tanpa suara dalam pelukan sang ibunda, sedangkan dari arah pintu kamarnya, kedua kakak Azeeya tengah menatap si bungsu.

"Masuk PTN gak cuma lewat SNMPTN, Zee. Masih ada SBMPTN dan Mandiri. Tenang saja." Kakak sulung Zeeya yang bernama Akbar berusaha menenangkan adik bungsunya. Navira, kakak kedua Azeeya pun ikut mengangguk-angguk.

Ucapan Akbar memang ada benarnya. Jalur untuk masuk PTN tak hanya melalui SNMPTN, tetapi masih ada jalur-jalur lainnya. Namun, tetap saja Azeeya merasa takut dengan hasilnya nanti. Di malam yang sunyi itu Azeeya tidak dapat tidur tenang karena matanya seolah tak mau menutup, bayang-bayang hasil SNMPTN benar-benar mengganggunya. Sembari berusaha untuk tidur, Azeeya berdoa kepada Tuhan agar diberikan hasil yang terbaik untuk besok.

Pagi menyapa, malam yang cukup panjang bagi Azeeya berhasil ia lalui. Sekarang Azeeya tengah menyantap sarapan pagi bersama keluarganya. Namun, di tengah sarapannya, Akbar mendapat panggilan telepon. Hal tersebut membuat anggota keluarga lainnya menengok ke arahnya.

"Ada emergency call, aku pergi dulu, ya. Nanti kabarin Kakak ya Zee hasil SNMPTN-mu," ujar Akbar setelah memutus sepihak panggilan telepon yang didapatnya. Ayah mengangguk dan mengizinkan putra sulungnya untuk pergi. Status Akbar sebagai seorang dokter membuatnya harus siap jika menerima emergency call seperti saat ini.

Makan pagi mereka kembali dilanjutkan setelahnya. Ayah meminta Azeeya untuk segera membuka hasil pengumuman SNMPTN yang sebenarnya sudah dapat diakses sejak tadi pagi, tetapi Azeeya tak mau membukanya sekarang karena ia belum siap. Melihat adiknya yang enggan membuka hasil pengumuman, Navira pun secara diam-diam membukanya tanpa sepengetahuan sang adik. Namun, ayah yang duduk di samping Navira menyadarinya.

"Tuh, Zee, kakakmu lho yang buka pengumumannya." Ayah menunjuk Navira yang tengah membuka hasil pengumuman tersebut melalui ponselnya di kolong meja makan.

Sontak saja Azeeya membulatkan matanya, ia langsung meraih ponsel milik kakakknya. Saat Azeeya melihat layar ponsel Navira, dunianya seakan runtuh.

Tidak ... bukan ini yang Azeeya mau.

Bukan warna merah yang ia inginkan, tetapi warna hijau. Namun, hasil pengumuman SNMPTN memberikannya warna merah. Ia gagal, SNMPTN menolaknya. Mama langsung membawa Azeeya ke dalam dekapannya.

"Zeeya, gak apa-apa. Masih ada SBMPTN. Dulu aku juga ditolak SNMPTN kok." Navira menggengam tangan Azeeya. "Kalau kamu ditolak SNMPTN, balas penolakan itu di SBMPTN!"

Ayah ikut menimpali, "Betul kata Vira, Zee. Masih ada tes lainnya."

Ya ... memang benar masih ada SBMPTN dan kawan-kawannya. Akan tetapi, Azeeya tetap saja merasa kecewa. Seharian ia tak bersemangat, hanya berbaring di tempat tidur dan menangis. Ia tidak mau membuka ponselnya karena ia tahu jikalau membuka ponsel di saat seperti ini sama saja ia menyakiti dirinya sendiri. Azeeya belum siap untuk melihat media sosialnya yang diramaikan oleh ucapan selamat dari teman-temannya kepada mereka yang diterima SNMPTN.

Di tengah isak tangisnya, sebuah dering telepon masuk. Ternyata yang meneleponnya adalah Syakira, sahabat baik Azeeya.

"Zeeyaaaa! Kamu baik-baik saja? Kenapa pesanku gak kamu baca sejak pagi?"

"Halo, Syakira. Eum ... aku lagi menahan diri untuk gak membuka ponsel. Aku gak lolos SNMPTN, Syakira."

Hening, tak ada tanggapan dari Syakira. Hal itu membuat Azeeya menelan ludahnya.

"Syakira? Kenapa diam?"

"Azeeya, aku mau peluk kamu."

Ah, Syakira. Ia memang sahabat terbaik Azeeya. Terkadang Azeeya merasa tak pantas memiliki sahabat sebaiknya Syakira. Persahabatan yang telah terjalin sejak SD di antara mereka adalah salah satu hal berharga bagi Azeeya.

"Ke rumahku saja kalau mau peluk aku, Sya."

Perasaan Azeeya perlahan membaik setelah menerima telepon dari Syakira. Sahabatnya itu selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah. Lewat sambungan telepon, Syakira mendengarkan curahan hati Azeeya.

"Masih ada waktu beberapa minggu lagi sebelum UTBK, Zee. Jangan sampai semangatmu hancur sebelum berperang. Ayo kita berjuang bersama-sama di SBMPTN!"

Syakira benar, Azeeya tak boleh kehilangan semangatnya sebelum berperang. Ia harus bisa bangkit dari keterpurukan. SNMPTN bukan satu-satunya jalan menuju PTN!

Sejak hari pengumuman itu, Azeeya menambah waktu belajarnya. Ia juga mengikuti kelas intensif UTBK untuk memaksimalkan perjuangannya. Kedua orang tuanya sudah bekerja keras untuk membiayainya selama ini, ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa. Terlebih lagi kakak-kakaknya pun sudah sukses di bidangnya masing-masing.

Hari demi hari pun berlalu, tibalah saat untuk Azeeya berperang dengan soal-soal UTBK yang akan menjadi salah satu penentu masa depannya. Dengan penuh percaya diri Azeeya memasuki ruang ujian. Suasana ruang ujian begitu menegangkan. Semua fokus mengerjakan soal-soal yang ada di layar komputer.

Azeeya merasa mual, kepalanya pusing. Rasa percaya dirinya memudar dan digantikan oleh sejuta keraguan setelah ia melihat soal-soal Tes Potensi Skolastik dan Tes Potensi Akademik yang begitu sulit. Azeeya sudah mempelajari semua buku yang direkomendasikan oleh tutor dan kakak-kakaknya, tetapi menurut Azeeya tidak ada satu pun materi yang telah ia pelajari keluar di UTBK kali ini. Pikirannya seketika kembali dihantui oleh bayang-bayang pengumuman SNMPTN kemarin.

"Bagaimana kalau aku gagal lagi? Ayah dan mama pasti akan kecewa," gumamnya dalam hati.

Suara bel penanda berakhirnya waktu ujian pun berbunyi. Azeeya merutuki dirinya karena tak mampu mengerjakan soal-soal tersebut dengan maksimal. Ia menatap wajah para peserta ujian lainnya. Mereka terlihat biasa saja, bahkan beberapa dari mereka tersenyum sumringah. Berbeda dengan Azeeya yang justru memasang raut muram.

Ia membuka pintu mobil dan menyalimi tangan kedua orang tuanya. Di mobil, orang tua Azeeya sama sekali tidak menanyakan perihal UTBK tadi karena mereka tahu bahwa Azeeya butuh waktu. Mereka mengantarkan Azeeya menuju tempat bimbingan belajarnya. Sudah menjadi kebiasaan di tiap tahunnya, selesai UTBK para peserta akan pergi ke bimbingan belajar untuk membahas dan mengoreksi soal-soal yang diujikan.

"Zee! Bagaimana tadi UTBK-nya? Lancar, kan? Pasti kamu lolos deh! Kamu kan selalu peringkat pertama kalau Try Out!" kata Leon, teman satu bimbingan belajar Azeeya.

Peringkat pertama Try Out, ya? Ah, Azeeya jadi merasa semakin terbebani karena hal itu. Menjadi peringkat pertama tidak selamanya menyenangkan, ada beban yang harus ditanggungnya. Jika ia gagal, orang-orang akan bertanya-tanya. Jika ia berhasil, orang-orang akan berkata, "Wajar dia lolos, Try Out-nya selalu peringkat satu!"

Selama sesi pembahasan, Azeeya tidak bisa fokus. Ia sudah terlalu kacau, benar-benar tak dapat berpikir rasional. Syakira yang kebetulan berada di bimbingan belajar yang sama dengan Azeeya menyadarinya. Sahabat Azeeya itu pun mendekatinya. "Zee? Are you okay?"

Kepala Azeeya menggeleng, ia tidak baik-baik saja. Syakira lantas mengeluarkan beberapa bungkus permen dari sakunya. "Ini untuk kamu, ambil saja."

Tangan Azeeya mengambil dua bungkus permen yang disodorkan oleh sahabatnya. Syakira memang tahu betul kalau permen adalah "obat penenang" bagi Azeeya.

"Minggu depan Ujian Mandiri di salah satu PTN yang kamu incar dibuka, kamu ikut?" tanya Syakira sembari menatap Azeeya yang tengah membuka bungkus permen.

"Ikut, itu harapan terakhirku."

Syakira ber-oh ria dan membalas, "Aku sepertinya gak ikut Ujian Mandiri."

Atensi Azeeya yang semula tertuju pada bungkus permen pun kini teralihkan pada Syakira. "Kenapa gak ikut?"

"Gak ada uang, masuk PTN lewat jalur Mandiri kan mahal." jawab Syakira getir.

Ah ... perihal perekonomian memang sering kali menjadi kendala dalam mengejar mimpi. Azeeya menepuk-nepuk punggung Syakira pelan, hal itu membuat Syakira tersenyum samar.

Sepulangnya Azeeya dari bimbingan belajar, ia kembali mengulang pelajaran melalui aplikasi belajar daring yang ada di laptopnya. Ia harus menyiapkan diri untuk Ujian Mandiri karena itu adalah harapan terakhirnya menuju PTN impiannya.

Teriknya matahari membuat kulit Azeeya memerah, sebentar lagi ia akan melaksanakan Ujian Mandiri. Ia benar-benar bekerja keras pasca UTBK kemarin karena ia tak mau kejadian kala itu kembali terulang. Sebotol air mineral yang ada di tasnya ia keluarkan, kemudian Azeeya meneguk isinya, membiarkan air mengalir di kerongkongannya. Azeeya harus fokus saat ujian nanti.

Saat mengerjakan soal Ujian Mandiri, Azeeya kembali meragu. Soal-soal yang diujikan kali ini jauh lebih rumit daripada soal UTBK kemarin. Bahkan, soal Matematika Soshum pun hanya berhasil ia jawab dua soal, sisanya ia kosongkan karena tak tahu jawaban dan caranya.

"Seharusnya aku belajar lebih keras lagi .... Kalau bisa, tidak usah tidur saja sekalian." Azeeya bermonolog, ia benar-benar kecewa pada dirinya sendiri. Jika ia saja kecewa pada dirinya sendiri, lantas bagaimana dengan orang-orang di sekitarnya? Azeeya tidak bisa membayangkan raut sedih kedua orang tuanya. Ia juga tidak mau membuat keluarganya malu jika ia tidak berhasil masuk PTN impian karena kedua kakaknya berhasil diterima di sana.

Rintikan air mata turun, Azeeya menangis di bawah pohon yang tak jauh dari tempat ia melaksanakan Ujian Mandiri. Tamatlah sudah hidupnya. Impiannya tak akan bisa ia raih. Semuanya gagal. Luka akibat ditolak SNMPTN saja masih berbekas di dalam hatinya, apalagi kalau ia kembali ditolak oleh SBMPTN dan Ujian Mandiri?

Jam tak berhenti berputar, hari ini adalah hari pengumuman hasil SBMPTN. Azeeya sangat gugup, bahkan tangannya bergetar hebat. Bersama dengan mama dan Navira, ia membuka laptopnya untuk melihat hasil pengumuman.

JANGAN PUTUS ASA DAN TETAP SEMANGAT!

Tulisan tersebut terpampang jelas di layar laptopnya. Lemas, pusing, dan lelah. Azeeya sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik sejak awal, tetapi mengapa hasilnya selalu gagal? Dosa apa yang ia lakukan hingga semesta tak mau mendengar doanya? Azeeya tak menangis, air matanya sudah mengering sedari kemarin. Kini yang ia lakukan hanya menatap kosong layar laptopnya. Navira yang merasa iba dengan sang adik pun berusaha menghiburnya dengan menawarkan Azeeya pergi jalan-jalan. Namun, sang adik menolaknya.

Melihat keadaan anak bungsunya yang tak baik, Mama Azeeya lantas menyuruh Navira untuk keluar dari kamar Azeeya. Beliau pun mengajak putri bungsunya untuk mengobrol. "Azeeya, sini Mama tanya. Azeeya sudah berusaha dengan keras, kan?"

Azeeya mengangguk. Tentu saja ia sudah berusaha semampunya. "Iya, Ma. Azeeya sudah berusaha keras."

"Azeeya sudah berdoa kepada Tuhan untuk dipermudah dalam mengejar impian, kan?" tanya sang ibunda lagi.

"Iya, Azeeya sudah berdoa dan berusaha ... tetapi tetap saja Azeeya gagal, Ma."

Mama Azeeya tersenyum tipis sambil menyentuh pundak Azeeya, kemudian berkata, "Selama ini apa yang kamu pikirkan tentang hasil ujianmu, Zee? Kamu yakin akan lolos atau tidak?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Azeeya terdiam. Mama Azeeya menghela napasnya dan melanjutkan kalimatnya, "Zee, dengar kata Mama. Kamu sudah berdoa dan berusaha semaksimal mungkin. Namun, kamu gak akan mendapatkan hasil yang terbaik kalau kamu sendiri meragukan kemampuanmu. Sekarang Mama tanya, sewaktu ujian kemarin apakah kamu sempat meragukan dirimu sendiri?"

Ya, Azeeya meragukan dirinya sendiri. Ia tidak percaya kepada dirinya. "Iya, Ma. Azeeya banyak meragu karena Azeeya merasa soal ujian kemarin terlalu rumit."

"Kalau begitu, mulai detik ini juga Mama mau Azeeya berhenti meragukan diri Azeeya sendiri. Dengar, Zee, semesta tak akan mendengar doamu kalau kamu terus meragu." Mama Azeeya mengusap rambut Azeeya. "Tuhan gak pernah tidur, Zee. Tuhan melihat kerja keras dan usaha ciptaan-Nya. Semua ada waktu dan porsinya masing-masing."

"Ma ... maafkan Azeeya, ya?" kata Azeeya dengan mata yang mulai berair.

"Jangan minta maaf ke Mama, Zee. Minta maaflah ke dirimu sendiri karena kamu telah meragukan dirimu," balas Mama Azeeya.

Malam itu Azeeya tertidur dalam peluk hangat sang ibunda. Kehangatan yang sejak dahulu tak pernah berubah. Obrolannya dengan mama malam itu berhasil mengubah pola pikir Azeeya. Kini, ia tak lagi meragukan dirinya. Ia harus optimis dan percaya diri!

"Zee, ayo buka hasil Ujian Mandiri!" titah Akbar yang tengah duduk di atas sofa. Hasil pengumuman Ujian Mandiri sudah dapat dilihat hari ini melalui portal universitas.

Azeeya mengangguk, ia lalu berjalan ke kamarnya dan mengambil laptopnya. Jantungnya berdebar-debar, sejujurnya Azeeya belum siap untuk melihat hasilnya. Namun, ia memilih untuk memegang ucapan mama malam itu. Azeeya tak boleh ragu, apa pun hasilnya, ia telah melakukan yang terbaik.

Jari-jarinya mengetikkan nomor ujiannya di portal universitas yang ia tuju, seluruh anggota keluarga ikut memerhatikan di belakangnya. Azeeya kemudian menekan tombol "Lihat" dan mendapati hasil Ujian Mandiri-nya.

"Selamat, Azeeya!" ucap keluarganya bersamaan.

"I--ini benar, kan? Aku lolos Ujian Mandiri? A--aku diterima di PTN impian?" Berkali-kali Azeeya mengerjapkan mata dan mencubit pipinya. Takut jika ini hanya sebatas mimpi belaka.

Akbar bertepuk tangan, sedangkan Navira meraih tangan sang adik, "Iya, Zee. Selamat ya, akhirnya kamu jadi mahasiswa baru. Jangan lupa, sebentar lagi ospek, lho."

Ini terasa seperti mimpi! Perjuangannya selama ini terbayar sudah. Azeeya memeluk ayah dan mama, tak lupa kedua kakaknya yang telah banyak membantunya.

"Gak mau kasih kabar ke Syakira, Zee?" Navira bertanya sambil menyalakan televisi.

Oh iya! Hampir saja Azeeya lupa untuk mengabari sahabatnya! Sejak selesai Ujian Mandiri kemarin, Azeeya tak pernah berkomunikasi lagi dengan Syakira karena Syakira disibukkan dengan pekerjaannya membantu ayahnya bekerja di bengkel.

Remaja perempuan itu pun kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan mengabari sahabatnya.

"Halo, Sya! Aku ada kabar gembira!"

"Hai, Zee! Ada apa nih?"

"Aku lolos Ujian Mandiri!"

"Wah, selamat ya! Cie, mahasiswa baru nih."

"Hehehe, iya. Oh ya, omong-omong, bagaimana hasil SBMPTN kamu, Sya? Kamu lolos, kan?"

"Aku gak lolos SBMPTN, Zee. Mungkin aku akan mencoba mengulang lagi tahun depan."

Seharusnya hari ini Azeeya merasa bahagia, tetapi setelah ia mendengar kabar dari Syakira, entah mengapa rasanya dada Azeeya sesak. Di lain sisi, Syakira meyakinkan Azeeya bahwa dirinya tidak apa-apa. Mengulang ujian untuk masuk universitas tahun depan bukanlah suatu kesalahan, justru itu adalah gerbang baru untuk Syakira mengejar mimpinya. Dengan mengulang tahun depan, Syakira dapat mempersiapkan dirinya lebih matang.

Ada banyak cara Tuhan untuk mengabulkan doa dari ciptaan-Nya. Salah satunya adalah dengan mengabulkan doa-doanya di waktu yang tepat. Perjuangannya untuk masuk ke universitas membuat Azeeya sadar bahwa semesta tak akan mendengar doanya jika ia terus meragukan dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun