Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (24) Libur yang Berakhir Cepat

20 Desember 2020   07:07 Diperbarui: 23 Desember 2020   03:07 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku juga cerita soal kamu, So, Peta, dan Seva yang ikutan aksi ini. Bapakku hanya bilang, sebaiknya kalian bertiga segera balik ke Tiflis. Sementara yang lain, kalau nanti kita ditangkap, jangan sampai menyebut-nyebut nama Soso, Peta, dan Seva…” Devo melanjutkan.

“Waah, aku juga nggak mau ditangkap. Aku kan mau jadi polisi. Kalau aku ditangkap dan dihukum, susah dong nanti aku, SKCK-ku nggak bakalan keluar atau ada catatan khususnya…” kata si Niko sambil menggerutu.

Semua anak yang sudah terbangun melirik padanya. Niko pun terpaksa diam.

“Urusan itu nanti kubantu. Bapakku bisa bantu…” kata Devo pada si Niko. “Gimana, So?” ia bertanya pada Soso.

“Jujur saja aku nggak mikirin soal hukuman itu. Tapi memang kalau sampai dihukum selama itu, apalagi lebih, aku, Seva dan Peta bakalan kena masalah di sekolahan…” jawabnya.

“Udah gini aja…” Yuri ikutan nimbrung, “Kita ikuti saran bapaknya Devo. Kalau nanti kita ditangkap, kita ceritakan saja apa adanya, kita diajak si Gisa. Tapi nggak usah nyebut-nyebut Soso, Peta, dan Seva. Bilang saja aku yang mimpin. Jangan juga bawa-bawa si Devo, nanti kasian bapaknya. Pokoknya, jangan sebut-sebut Soso, Peta, Seva, dan Devo. Titik. Kalau ada yang ngember, kita selesaikan urusannya denganku nanti setelah keluar. Boleh pilih, mau diselesaikan di arena formal atau non formal!”

Semua diam.

“Aku juga dong, pliis, namaku nggak usah disebut-sebut…” kata si Niko lagi.

Yuri mendelik lalu berdiri, “Kau! Kau mau urusannya diselesaikan sekarang?” bentaknya.

Niko diam, dalam hatinya ia mengutuk keterlibatannya malam itu. tapi nggak berani juga dia berurusan dengan si Yuri. Siapa juga yang berani melawannya duel. Lagian bisa juga nanti si Yuri bertindak kejam, menagih utang-utang keluarganya.

Yuri duduk lagi. “Sekarang begini. Dengarkan baik-baik. Kalian semua pulang ke rumah masing-masing. Kalau ditanya sama orangtua masing-masing, ceritakan apa adanya. Tapi jangan bawa-bawa nama Soso, Seva, Peta, dan Devo. Sebut saja aku yang punya ide untuk membantu si Gisa. Ngerti?” Yuri mengedarkan pandangan pada teman-temannya. Semua mengangguk. “Ya sudah, pulang sana. Sendiri-sendiri, jangan rombongan!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun