“Aku juga cerita soal kamu, So, Peta, dan Seva yang ikutan aksi ini. Bapakku hanya bilang, sebaiknya kalian bertiga segera balik ke Tiflis. Sementara yang lain, kalau nanti kita ditangkap, jangan sampai menyebut-nyebut nama Soso, Peta, dan Seva…” Devo melanjutkan.
“Waah, aku juga nggak mau ditangkap. Aku kan mau jadi polisi. Kalau aku ditangkap dan dihukum, susah dong nanti aku, SKCK-ku nggak bakalan keluar atau ada catatan khususnya…” kata si Niko sambil menggerutu.
Semua anak yang sudah terbangun melirik padanya. Niko pun terpaksa diam.
“Urusan itu nanti kubantu. Bapakku bisa bantu…” kata Devo pada si Niko. “Gimana, So?” ia bertanya pada Soso.
“Jujur saja aku nggak mikirin soal hukuman itu. Tapi memang kalau sampai dihukum selama itu, apalagi lebih, aku, Seva dan Peta bakalan kena masalah di sekolahan…” jawabnya.
“Udah gini aja…” Yuri ikutan nimbrung, “Kita ikuti saran bapaknya Devo. Kalau nanti kita ditangkap, kita ceritakan saja apa adanya, kita diajak si Gisa. Tapi nggak usah nyebut-nyebut Soso, Peta, dan Seva. Bilang saja aku yang mimpin. Jangan juga bawa-bawa si Devo, nanti kasian bapaknya. Pokoknya, jangan sebut-sebut Soso, Peta, Seva, dan Devo. Titik. Kalau ada yang ngember, kita selesaikan urusannya denganku nanti setelah keluar. Boleh pilih, mau diselesaikan di arena formal atau non formal!”
Semua diam.
“Aku juga dong, pliis, namaku nggak usah disebut-sebut…” kata si Niko lagi.
Yuri mendelik lalu berdiri, “Kau! Kau mau urusannya diselesaikan sekarang?” bentaknya.
Niko diam, dalam hatinya ia mengutuk keterlibatannya malam itu. tapi nggak berani juga dia berurusan dengan si Yuri. Siapa juga yang berani melawannya duel. Lagian bisa juga nanti si Yuri bertindak kejam, menagih utang-utang keluarganya.
Yuri duduk lagi. “Sekarang begini. Dengarkan baik-baik. Kalian semua pulang ke rumah masing-masing. Kalau ditanya sama orangtua masing-masing, ceritakan apa adanya. Tapi jangan bawa-bawa nama Soso, Seva, Peta, dan Devo. Sebut saja aku yang punya ide untuk membantu si Gisa. Ngerti?” Yuri mengedarkan pandangan pada teman-temannya. Semua mengangguk. “Ya sudah, pulang sana. Sendiri-sendiri, jangan rombongan!”