Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stalin: (9) Toko Buku Yahudi

5 Desember 2020   09:09 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:42 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Apa itu proletar?” tanya Soso.

Pak Yedid tersenyum, “Nanti lah kau baca soal itu, aku tak bisa menjelaskannya dengan baik. Intinya, jangan bercita-cita menjadi bawahan orang lain, jangan mau diperintah orang lain. Apalagi yang memerintah itu bukan bangsamu sendiri. Berusaha mandiri, bila perlu memiliki kekuatan agar tak menjadi budak jenis baru!” katanya. “Sebagai orang Georgia, kau masih beruntung memiliki tanah, meski tidak lagi berkuasa sepenuhnya untuk mengelolanya. Aku, kami, orang-orang Yahudi bahkan tak punya tanah air. Kami menyebar hanya untuk bertahan hidup. Jangankan punya tanah untuk lahan bertani, mencari sepetak tanah untuk mendirikan sinagog pun susahnya minta ampun. Tak ada cita-cita kami menguasai tanah-tanah yang kami huni sekarang. Diberi kesempatan untuk menumpang hidup pun sudah baik. Tapi kau, tanah ini milikmu, seharusnya kau yang berhak mengelola tanah ini, bukan orang lain!”

Entah kenapa omongan Pak Yedid itu merasuk ke dalam benak Soso. Hal itu, secara tidak langsung juga terpikir olehnya, tapi ia tak bisa mengungkapkannya, karena tak ada juga orang yang mau berbicara soal itu. Ia merasakan banyak hal yang dikatakan Pak Yedid. Tentang orang-orang Rusia itu terutama. Bagaimana bisa, di Gori saja, yang merupakan kampung halamannya, orang Rusia begitu berkuasa. Di Tiflis bahkan lebih terasa lagi. Bagaimana kemudian orang-orang Georgia –lupakan dulu para imigran dari Armenia atau Turki juga Yahudi—harus tersisih dari kota, dan menjadi pengabdi orang-orang Rusia. Soso membayangkan bagaimana rasanya jika ia menjadi penguasa atau bangsawan di Georgia dulu yang mendadak kehilangan kekuasaan atas tanahnya sendiri.

“Tapi bukankah Rusia membebaskan dan menjaga Georgia dari Persia atau Otoman?” tanya Soso.

“Karena Rusia yang menang lawan Otoman atau Persia. Sebelumnya kan Persia yang berkuasa di sini. Mungkin kalau orang Persia yang masih berkuasa, mereka juga akan mengatakan kalau mereka menjaga Georgia dari Rusia!” kata Pak Yedid.

Soso mengangguk-angguk paham, “Kenapa Georgia tidak menjaga dirinya sendiri ya?”

“Nah itu…”

“Tapi Rusia kan membangun Georgia, memberi pendidikan, menguatkan agama…” kata Soso kemudian.

“Apa Persia dan Otoman tidak akan begitu juga kalau masih berkuasa di sini?” Pak Yedid balik bertanya. “Kau bahkan mungkin harus menjadi pengikut Muhammad dan menyembah Tuhan mereka, belajar dengan cara mereka, untuk menjadi bagian dari mereka…”

“Berarti Rusia sedikit lebih baik kan?” tanya Soso.

“Sedikit lebih baik karena kalian lebih dulu menjadi pengikut Isa dibanding sebagian besar orang Azerbaijan dan Armenia yang lebih dulu menjadi pengikut Muhammad!” kata Pak Yedid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun