"Apa? Suara tangisan? Iya, itu memang Dia. Dia bunuh diri di sana ... dekat dengan tempat Dia hampir dilecehkan oleh Andrew Fist," balas Travis rinci namun singkat.
Vanilla seketika merinding mendengarnya. Namun, tidak dapat dipungkiri aroma khas tart lemon yang dipesannya membuat nafsu makannya bangkit kembali.
"Kak," panggil Vanilla.
"Oui?" tanya Travis.
"Aku berharap ... aku tidak bernasib sepertinya," Vanilla berharap.
"Tidak .... Aku tidak akan membiarkanmu bernasib seperti itu!" Travis memberikan harapan.
Vanilla senyum terhadap Travis yang membuat Travis membalasnya. Namun, apakah bisa Vanilla mendapatkan hatinya? Bagaimana dengan lelaki yang memanggilnya tadi di sekolah? Bagaimana dengan Frans?
Eh! Kok jadi memikirkannya? Tidak, tidak, tidak!
Kebetulan Vanilla sedang mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat di sebrang ada laki-laki berbadan tinggi dan berbahu lebar sambil membawa anjing. Dia, Frans Hart yang sempat menjadi mimpi buruk Vanilla. Namun, si pemilik bibir merah tipis ini merasa sekarang ada perasaan berbeda terhadapnya. Perasaan apa itu?
**
"Bonjour, Frans! Dari mana saja?" sapa Ibu Frans yang tidak disangka sudah pulang lebih cepat dari biasanya.