Kelanjutan cerita hikayat pula bisa kita lihat lebih jauh, bertahun-tahun kemudian Raden Sekar Sungsang menikah di Pulau Jawa, kemudian beliau pulang ke ibukota Kerajaan Dipa untuk berdagang, lalu bagaimana ceritanya tiba-tiba beliau bisa menikahi seorang putri utama Kerajaan Dipa, secara kasta saja seorang pedagang tidak akan mungkin menikahi seorang Putri Raja, atau pun jika beliau memang dianggap Bangsawan yang hilang, bagaimana mungkin pula bisa menikahi seorang Putri Raja dengan kasta tertinggi dan mempunyai wilayah terluas di Pulau Kalimantan, apakah semudah itu Raja Dipa menikahkan putrinya dengan seorang pedagang yang belum tentu beliau ketahui asal usulnya, apakah Raja Dipa sebagai Raja dari sebuah Kerajaan besar tidak memikirkan dampak politiknya, tentu saja seorang Raja dan bawahannya bukanlah seorang yang bodoh yang mudah terkesima, kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki oleh raja Dipa mungkin tidak bisa dibandingkan dengan harta seorang pedagang biasa.
Penulis melihat bahwa Kerajaan Dipa tidak tunduk kepada Kerajaan di Jawa dalam arti bertekuk lutut, kronologis serangan Majapahit ke Hulu Sungai yang kemudian berhasil mendirikan Kerajaan Dipa sebagai "Kerajaan Persatuan"menunjukkan gambaran yang penuh drama, serangan dari Pulau Jawa tidak berhasil mengalahkan dan menaklukan Kerajaan di Hulu Sungai, apakah Kerajaan itu Kerajaan nan sarunai ataupun Kerajaan lainnya, yang terjadi hanya perdamaian dengan perkawinan politik yang disimbolkan antara seorang Pangeran Jawa atau Majapahit dengan seorang Putri Bangawan setempat yang terkenal dengan nama Putri Junjung Buih.
Pasti ada proses politik, ketika raden sekar sungsang berhasil mendirikan Kerajaan baru yang bernama Kerajaan Daha, bagaimana proses perpindahan kekuasaan ke Raden Sekar Sungsang yang datang dari Pulau Jawa dan berhasil mengambil alih kekuasaan sebaiknya harus ada penjelasan.
Sekar sungsang merupakan tokoh Kerajaan Daha, dan raja pertama Daha yang sebenarnya diasosiasikan dengan kehadiran islam dalam struktur Kerajaan Daha, sebagai raja yang beragama islam tentu akan menurunkan status agamanya kepada keturunannya. Apalagi pada dasarnya Raden Sekar Sungsang merupakan raja yang bukan "biasa saja" karena berhasil mengambil alih tahta Kerajaan Daha, dan selain itu Raden Sekar Sungsang juga mempunyai jejaring islam yang kuat di Pulau Jawa dimana beliau berasal atau pernah hidup disana selama bertahun-tahun, dari hal tersebut agak kesulitan jika keturunan dari Raden Sekar Sungsang tidak beragama islam.
Pada masa Pangeran Tumenggung yang tercatat menjadi Raja terakhir dari Kerajaan Daha, terjadi drama politik dan militer, Pangeran Tumenggung mendapat tantangan dari Pangeran Samudera yang merupakan keponakannya sendiri, kekuasaan Kerajaan Daha pun menjadi runtuh, Pangeran Tumenggung menetap di wilayah Alai yang kemudian tetap dikuasai olehnya dan keturunannya, sedangkan wilayah lain dikuasai oleh Pangeran Samudera yang kemudian menetapkan Kerajaan baru berdiri di Banjarmasin.
Menjadi sebuah pertanyaan dari mana Pangeran Samudera yang melarikan diri ke muara Sungai Barito bisa mendapatkan kekuatan militer yang hampir sama kuat dengan kekuatan militer Daha di pedalaman, penulis percaya bahwa mobilisasi kekuatan militer di muara Sungai Barito merupakan sebuah perencaan yang cukup matang, dan mendapat dukungan banyak pihak dari berbagai wilayah di Pulau Kalimantan serta dari Kerajaan Demak  di Pulau Jawa.
Seperti kita ketahui, mobilisasi kekuatan militer tidak bisa dilakukan dalam sekejap mata, perlu bertahun-tahun untuk mematangkan perencanan, memerlukan pendanaan atau biaya yang besar serta persiapan untuk logistik, sebuah perang tidak lah murah dan mudah, dan itu tidak seasyik yang kita dengar dalam cerita-cerita di warung kopi, atau dalam beberapa helai halaman buku yang menceritakan sejarah dan kronologis sebuah perang.
Terjadinya perang juga menunjukkan adanya kebuntuan diplomasi yang itu akhirnya menjadi argumentasi politik yang benar-benar kuat dan logis untuk berperang. Dalam hikayat diceritakan bahwa perang melawan Pangeran tumenggung didukung oleh banyak pasukan dari berbagai wilayah taklukan Daha sendiri di Pulau Kalimantan, pasukan dari dari berbagai wilayah yang jauh datang untuk membantu Pangeran Samudera memperlihatkan terjadinya konsolidasi yang panjang sebelum perang terjadi, selain itu adanya dukungan dari Kesultanan Demak yang bahkan menjadi pemimpin peperangan, juga menunjukkan Kesultanan Demak sudah cukup siap untuk berperang dan bahkan bisa saja Kerajaan Demak  berada dibalik perencanaan peperangan tersebut sedari awal.
Proses peperangan pun berlangsung lama, pasukan Pangeran tumenggung terpaksa melarikan diri ke wilayah Alai yang berada jauh di pedalaman, perang yang berlarut-larut menyebabkan tidak ada yang memenangkan pertempuran.
Pangeran Tumenggung memilih wilayah Alai sebagai daerah pelariannya, dan merupakan wilayah yang paling logis dalam melihat menghadapi peperangan, ada beberapa hal yang bisa kita diskusikan, pertama wilayah Alai adalah jantung utama dari Hulu Sungai, tempat yang sempurna untuk membuat pertahanan perang serta ketersedaan logistik perang yang mencukupi. Argumentasi ini memang belum pernah didiskusikan tapi sebenarnya tidaklah terlalu mengejutkan.Â
Wilayah Hulu Sungai pada dasarnya adalah daerah rawa dengan lokasi daratan yang sedikit, sehingga peperangan akan dilakukan dengan kondisi geografis berbeda bagi pasukan dari luar Hulu Sungai, karena akan lebih sering dilakukan diatas perairian rawa yang dangkal, penuh hutan rimba dan semak-semak air, disertai dengan cuara yang panas dan lembab, dan jutaan nyamuk akan sangat mengganggu pasukan dari luar yang tidak terbiasa dengan kondisi alamnya.