Â
"Tulisan ini sebenarnya saya persiapkan untuk karya ilmiah dengan standar jurnal tertentu, namun sepertinya akan memakan waktu lama, maka saya putuskan saja untuk mempublis disini dengan bahasa populis, saya memohon maaf dengan catatan kaki yang masih amburadul."
"Tulisan ini saya persembahkan untuk seluruh kabupaten di Hulu sungai, yang mana di bulan desember nanti akan banyak berulang tahun."
Mengenal Klan Aristokrat Hulu Sungai kalimantan Selatan
Oleh: Andin Alfianoor Ansyarullah Naim
Memudiki Barito dari Muara Barito menuju ke Banjarmasin mungkin akan membosankan, hal berbeda akan terasa ketika kita sampai di Marabahan, sebuah persimpangan Sungai kita dapati, butuh waktu beberapa jam dari muara barito dengan kapal atau perahu mesin menuju Marahaban.
Marabahan, sesuai namanya adalah muara dari Sungai Bahan, yang merupakan salah satu anak Sungai Barito, Sungai Bahan mengalir dari sebelah timur laut dari Sungai Barito, Sungai Bahan hari ini lebih terkenal dengan sebutan Sungai Negara dan pernah suatu hari dahulu disebut dengan Sungai tabalong. Sungai Barito datang jauh dari utara berhulu di Pegunungan muler, sedangkan Sungai Bahan mengambil airnya dari sumber-sumber di sepanjang deretan Pegunungan Meratus di sebelah timur laut Sungai Barito.
Pegunungan Meratus memanjang dari selatan ke utara hampir tegak lurus, beberapa anak-anak Sungai Barito yang terkenal di daerah Kalimantan selatan selain dari Sungai Bahan adalah Sungai Martapura, Sungai Alalak dan beberapa Sungai besar lain di utara yang kini masuk wilayah Kalimantan Tengah.
Pulau Kalimantan bagian selatan yang meliputi wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Sebagian besar merupakan daerah-daerah yang dengan banyak sungai kecil, Â berawa-rawa serta lahan gambut, bahkan dahulu (sebelum perkebunan sawit tumbuh subur menggusur hutan-hutan), sebagian besar hutan-hutan besar pun tumbuh di dalam rawa-rawa, di musim kemarau tanah menjadi kering dan becek dengan wilayah tanahnya tetap tak mudah dijalani dengan kaki-kaki manusia, karena ditutupi akar-akar pohon berlumut dengan jebakan lubang-lubang di antara akar pohon itu sangat berbahaya, dan Hutan-hutan itu pula rentan terhadap kebakaran. ketika musim hujan sebagian besar wilayah itu menjadi banjir dengan waktu yang lama dalam beberapa bulan dan daerah-daerah rawa pun berubah menjadi bak lautan luas tanpa batas, dipenuhi lautan nyamuk yang siap menyerang kapan saja, dimana-mana hutan-hutan besar dengan pohon-pohon tinggi yang menutupi permukaan tanah dari cahaya matahari dengan tanahnya yang tetap banjir.
Di Kalimantan Selatan dan Tengah, modernitas semenjak pembangunan di abad 20 yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda mula membangun jalur darat secara lebih serius, hingga hari ini jalan darat tersebut masih kita gunakan, meski dilain sisi ada dampak dengan pelan dan pasti menghilangkan budaya transportasi Sungai, yang berdampak dengan pelan menghilangkan ingatan akan budaya sungai itu pada generasi mudanya bertahun-tahun setelahnya, Hal yang kemudian juga berdampak sangat kuat bagi generasi baru untuk memahami daerahnya sendiri ketika banyak hal dalam budaya mereka yang masih beraroma sungai tapi limbung ketika ditatap dengan kacamata daratan yang dimiliki oleh generasi mudanya.
Pada kalimantan selatan terdapat dampak lainnya yaitu berubahnya pusat ekonomi dan peradapan ke daerah baru yang dibangun kolonial dengan berbasis daratan, khususnya daerah-daerah di Afdeling Hulu Sungai. Distrik-distrik lawas seperti Distrik Negara, Distrik Margasari, Distrik Amuntai yang merupakan wilayah kuno terkenal dan menjadi pusat peradapan selama ratusan tahun. Sebagai salah satu pusat kebudayaan kuno berbasis Sungai dan rawa dalam perkembangannya telah dikalahkan pamornya oleh Kota-kota baru yang dibangun pemerintah Kolonial seperti kota Rantau, Kota kalua, Kota Tanjung, Kota Kandangan dan Kota Barabai sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian baru yang dibangun di awal abad 20. Ibukota Afdeling pun dipindah dari Kota Amuntai Ke Kota Kandangan, kota-kota di daratan ini dibangun untuk pengawasan daerah dengan akses yang lebih nyaman yaitu moda trasportasi darat dan juga merespon berkembangnya ekonomi berbasis perkebunan yang didorong Belanda, seperti perkebunan tembakau dan karet yang sukses besar di Afdeling Hulu Sungai dari awal abad 20.[1]Â
Â
Daerah-daerah rawa-rawa yang dahulu menjadi pusat peradaban yang metropolis dan modern sesuai jamannya berubah menjadi lebih tertinggal dan meredup daripada kota-kota baru yang dibangun oleh pemerintah Kolonial di daerah daratan. Daerah-daerah lama tersebut, meski dengan penduduknya tidak pernah berkurang (tidak menyusut), semakin terlupakan dan tak dikenal dengan baik lagi oleh generasi baru di daerah daratan. Dahulu ada istilah orang darat, yaitu sebutan mengejek dari penduduk kota pinggiran Sungai negara atau batang banyu kepada orang-orang yang berada di daratan dengan konotasi yang negative seolah-olah orang darat yang di pedalaman tersebut kurang berbudaya dan modern, sekarang meski istilah itu masih ada terdengar namun rasanya terasa seolah sudah terbalik.
Â