Mata-mata penasaran kian menatapku, mungkin mereka bertanya-tanya siapa diriku yang bisa duduk disampingnya?. Beni meneguk minumannya dengan rakus. Keringatnya masih terlihat jelas membanjiri keningnya. Yang kemudian mengambil handuk untuk mengelap keringatnya.
"Gua dijodohin." Perkataan yang terlontar dari mulut Beni membuat perhatianku yang tadinya mengarah kedepan, menatap lekat Beni. Aku tak tau harus bereaksi seperti apa.
"Menurut lo gimana?" Dia malah bertanya kepadaku.
"Ya gua gatau. Pilihan ada ditangan lo," ucapku yang setelahnya kami saling terdiam.
*****
Hari kehari hubunganku dengan Beni terlampau dekat. Tak jarang kita bertemu untuk mengutarakan rasa rindu. Kadang sekali duakali dia mendatangi sekolahku bersama teman temannya yang naasnya menarik perhatian anak-anak sekolahku. Bahkan sekarang mereka- teman-temanku tahu kalau aku sedang dekat dengan kapten basket sekolah lain.
Hari ini sekolahku akan sparing basket dengan sekolahnya, yang dimana lapangannha berada disekolahku. Sengaja tak memilih digor karena akan mengeluarkan biaya lagi, selagi ada yang gratis kenapa engga. Aku menyapu lapangan basket yang banyak dedaunan, sedang teman-temanku yang lain ada yang membereskan bangku untuk disimpan dipinggir lapangan. Semuanya begitu kompak menyambut anak basket dari sma Beni.
Anak basket sma Beni datang ketika aku sudah selesai menyapu. Kita- anak basket sekolah ku berjajar dipinggir lapangan untuk menyambut mereka dengan bersalaman. Ketika Beni berada didepanku, aku mengulurkan tanganku untuk berjabatan dengannya. Dia menerimanya dan tetap menahanku untuk terus berjabatan.
"BENI JANGAN MACETIN JALAN! MODUS BAE LO." Teriakan dari teman Beni yang bisa membuat Beni melepaskan jabatan tangannya denganku. Dengan kesal dia pergi berjabatan dengan yang lainnya.
Sparing kali ini sebagai tanda pertemanan kami. Tim yang bermain duluan yaitu tim basket putri. Aku disuruh turun oleh coach ku, padahal aku kira dia akan menurunkan adik kelas untuk belajar menyatu dengan lapangan.
"DINI SEMANGAT." Teriakan Beni mengundang yang lainnya menyorakiku. Aku hanya diam saja ya tentu karena malu.