"Yaudah ayo," ajakku sambil mengambil handuk kecil ditasku.
"Bentar, gua mau ngomong dulu," ucap Beni menahanku.
Aku menatap Lina seolah mengatakan, Duluan aja nanti gua nyusul, sebentar doang. Lina yang mengerti pun mengangguk dan pergi meninggalkanku.
"Apa?"
"Inget yang gua bilang kalo kita ketemu lagi berarti jodoh?"
Aku mengangguk, mengiyakan saja biar cepat.
"Berarti setelah ini kalo ketemu lagi, bagi wa lo."
"Lo nahan gua cuma mau bilang itu doang?" Aku menatap Beni tak percaya, yang kesalnya malah diangguki oleh dia.
"Bener bener," lanjutku pergi begitu saja meninggalkan dia yang sedang tersenyum gila ketika aku menoleh sebentar kebelakang.
Pertandingan yang sudah berlangsung membuat tubuhku melemas. Aku butuh asupan nutrisi. Ditambah lagi wajah wajah murung teman temanku menambah pikiranku. Sma ku kalah score dengan sma Generasi, ya walaupun hanya selisih satu point itu yang membuatku gemas.Â
Siku tanganku lecet berdarah tapi aku belum mengobatinya. Aku terlalu sibuk mengobati hatiku yang merasa gagal untuk bisa ketahap selanjutnya. Bagaimana tidak kecewa, ketika kami latihan dengan mati-matian untuk bisa unggul tapi hanya karena satu orang yang egois semuanya berantakan. Bahkan aku masih ingat bagaimana raut kecewa coach kami ketika kami begitu buruk untuk bisa bersatu.