Kata Wargo, “Tiap kita ke kuburan saja sudah dikeroyok calo-calo itu kayak kita ke Polda ada yang nawarin bisa ngurus cepet. Kita enggak mungkin mengusir mereka.”
Di akhir pembicaraan kami, Wargo memberikan masukan bagaimana mendapatkan biaya pemakaman murah seperti yang diatur dalam peraturan daerah. Pertama, jangan menggunakan jasa calo dan uruslah izin pemakaman secara resmi ke kantor pengelola taman pemakaman umum. Pastikan orang yang berurusan dengan anda memakai seragam dinas pegawai negeri sipil Dinas Pertamanan dan Pemakam.
“Jangan asal ketemu orang di pemakaman, ngaku-ngaku bisa mbantu. Itu calo.”
Pada Sabtu pekan lalu, saya mengunjungi Tempat Pemakaman Umum Joglo, Jakarta Barat, untuk melihat bagaimana peraturan ini dijalankan. Di tempat ini juga banyak makam yang tak terwat dan titmbuhi rumput liar setinggi hampir satu meter.
Di bawah langit mendung beberapa orang sedang berziarah ke makam sanak saudara mereka. Salah satunya Elida, ibu berusia 52 tahun, asli Padang dan tinggal di Ciledug Indah, Tangerang. Bersama seorang saudaranya, Elida membacakan surat yasin, menabur bunga dan menyiram makam suaminya yang meninggal Februari 2011 lalu dengan sebotol air mawar.
“Ibu kemarin bayarnya berapa untuk pemakaman?”
“Dua juta lima ratus mas.”
Mengutip peraturan daerah, saya menjelaskan seharusnya ia tak perlu mengeluarkan biaya sebanyak itu, namun Elida mengaku tidak tahu.
“Waktu memakamkan, Ibu berhubungan dengan petugas memakai pakaian dinas”
“Enggak. Ini orangnya,” katanya.
Elida menunjuk seorang pria berperawakan gemuk, berkumis tebal, dan menyisir rambutnya dengan belahan di tengah. Sebelumnya pria ini duduk di bawah pohon berjarak sekira 4 meter dari tempat saya dan Elida berbincang. Tanpa dimintai pendapat, dengan nada tinggi dia menyela pembicaraan kami. Sama seperti alasan penggali kubur lainnya, ia beralasan biaya sebesar itu untuk membeli batu nisan dan membayar tukang gali yang tidak digaji pemerintah.