Mohon tunggu...
Akbar Allaika Rahmatullah
Akbar Allaika Rahmatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mhs

Saya tersuka tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Acara Peradilan Agama

19 Maret 2024   09:22 Diperbarui: 19 Maret 2024   09:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B. Jenis-jenis Putusan
Pasal 185 Ayat (1) HIR, 196 Ayat (1) RBg., membedakan antara putusan akhir dengan putusan yang bukan putusan akhir. Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkat peradilan tertentu.Adapun jenis-jenis putusan akhir, yaitu:
1. Putusan Condemnatoir (Menghukum)
Putusan condemnatoir (menghukum) adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Hukuman semacam ini hanya terjadi pada perkara atau sengketa yang berkaitan dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian atau undang-undang.
2. Putusan Constitutif (Menciptakan)
Putusan constitutif (menciptakan) adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. Misalnya, pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian (Pasal 1266, 1267 BW) dan sebagainya, dalam diktum atau amar putusannya misalnya "menyatakan per- kawinan antara penggugat dan tergugat putus karena perceraian."
3. Putusan Declaratoir (Menerangkan)
Putusan declaratoir (menerangkan atau menyatakan ada ) adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau yang sah, misalnya anak yang disengketakan adalah anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah.

C. Bukan Putusan Akhir (Putusan Sela)

Dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan di samping ada putusan akhir, menurut Sudikno Mertokusumo (1998: 194), ada juga putusan yang bukan merupakan putusan akhir, maksudnya putusan yang bukan merupakan putusan akhir untuk mengakhiri suatu perkara, namun hanyalah putusan-putusan yang diperlukan untuk memperlancar jalannya suatu proses perkara; bukan putusan akhir atau disebut juga putusan sela atau putusan sementara, yang fungsinya tidak lain untuk memperlancar pemeriksaan perkara. Menurut Pasal 185 Ayat (1) HIR, Pasal 196 Ayat (1) RBg., putusan sela ini harus diucapkan di muka persidangan dan tidak dibuat secara terpisah, tetapi ditulis dalam berita acara persidangan. Bila ada pihak yang tidak puas atas putusan tersebut maka dapat diajukan upaya hukum banding, menurut Pasa. 190 Ayat (1) HIR, Pasal 251 Ayat (1) RBg, pengajuan banding atas putusan sela dapat dimintakan banding bersama-sama dengan permintaan banding atas putusan akhir.

D. Kekuatan Hukum Putusan

1. Kekuatan Putusan Akhir

Keputusan akhir biasanya bersifat condemnatoir, constitutif, dan declaratoir. Menurut Sudikno Mertokusumo (1998: 178), putusan mempunyai tiga macam kekuatan: kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian. dan kekuatan untuk dilaksanakan.
Kekuatan Mengikat Putusan yang telah dijatuhkan harus ditaati oleh kedua belah pihak; salah satu pihak tidak bertindak bertentangan dengan putusan. Jadi, putusan mempunyai kekuatan mengikat kedua belah pihak (Pasal 1917BW), terikatnya para pihak terhadap putusan dapat mempunyai arti positif dan negatif.

BAB 6.
UPAYA HUKUM

A.Pengertian
    Dalam putusan hakim bisa jadi terdapat kekeliruan atau kekhilafan, bahkan bisa jadi bersifat memihak salah satu pihak yang berarti meru- gikan pihal lain. Karena itu, demi mencapai kebenaran dan keadilan, setiap hukum acara termasuk hukum acara peradilan agama mengatur setiap putusan dan penetapan suatu pengadilan dapat diperiksa dan diadili ulang (kembali), agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dan penetapan dapat diperbaiki. Upaya agar suatu putusan atau penetapan dapat diperiksa ulang disebut upaya hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo (1998: 195), upaya hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.

B. Macam-macam Upaya Hukum

Ditinjau dari macamnya, upaya hukum terdiri dari:

1. Upaya Hukum Biasa
Upaya Hukum Biasa yakni upaya atau alat untuk memperbaiki suatu kekeliruan atau kekhilafan dalam suatu putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang (Sudikno Mertokusumo, 1998: 195). Putusan yang diajukan suatu upaya hukum biasa hanya bersifat menghentikan untuk sementara pelaksanaan (eksekusi) suatu putusan, kecuali putusan itu ada dic tum dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum banding, kasasi dan perlawanan (uit voerbaar bij voorraad) (Pasal 180 HIR). Macam-macam upaya hukum biasa yaitu perlawanan (verzet), banding dan kasasi.
a.Perlawanan (Verzet).
Pengaturan tentang Perlawanan
Perlawanan atau verzet adalah upaya hukum biasa dan merupakan hak tergugat (para tergugat) yang perkaranya diperiksa dan diputus oleh pengadilan tingkat pertama tanpa hadirnya tergugat (para tegugat) yang berupa putusan verstek.
b. Banding (Pengadilan Ulangan)
Dasar Hukumnya
Menurut Pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 1989 disebutkan bahwa hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam lingkungan peradilan umum.
c. Kasasi
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, diubah dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1985. Yang dimaksud perubahan di sini hanya pasal-pasal tertentu dalam UU Nomor 14 Tahun 1985 diubah dengan UU Nomor 5 Tahun 2004 jadi UU Nomor 14 Tahun 1985 masih berlaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun