Mohon tunggu...
Akbar Allaika Rahmatullah
Akbar Allaika Rahmatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mhs

Saya tersuka tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Acara Peradilan Agama

19 Maret 2024   09:22 Diperbarui: 19 Maret 2024   09:34 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengenai arti pembuktian, M. Yahya Harahap berpendapat, bahwa pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang pada dasarnya dikatakan sebagai alat yang akan membawa pihak-pihak yang berperkara itu ke arah kemenangannya atau tidak (M. Yahya Harahap, 1977: 206). Sedangkan, Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa pembuktian secara yuridis yaitu menyajikan fakta-fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan kepastian kepada majelis hakim mengenai terjadinya pristiwa atau hubungan hukum (Abdulkadir Muhammad, 2000: 115). Sudikno Mertokusumo (1998: 107) berpendapat bahwa "membuktikan" mengandung beberapa peng ertian, yaitu:

a.Kata membuktikan dikenal dalam arti 'logis', membuktikan berarti memberi kepastian yang bersifat mutlak, karena itu berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Berdasarkan suatu axioma, asas-asas umum yang dikenal dalam suatu ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang besifat
b.b. Kata membuktikan dikenal dalam arti konvensional. Di sini, membuktikan berarti juga memberi kepastian; bukan kepastian mutlak, tetapi hanya bersifat nisbi atau relatif sifatnya yang mem- punyai tingkatan-tingkatan: 1. kepastian yang didasarkan pada perasaan belaka, karena didasarkan atas perasaan maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut confiction intime. 2. kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, maka disebut confiction raisonnee.
c.Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis, di dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensional yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang ber- perkara atau yang memperoleh hak dari mereka.

2. Hukum Pembuktian Positif
Yang dimaksud hukum pembuktian positif yaitu hukum pembuktian yang berlaku dalam hukum acara saat ini. Hukum pembuktian positif kita dalam acara perdata diatur dalam HIR, RBg., serta buku IV BW yang tercantum dalam HIR dan RBg. merupakan hukum pembuktian baik materiil maupun formil. Sedangkan apa yang tercantum dalam Buku IV BW adalah mengatur hukum pembuktian materiil.
3. Yang Harus Dibuktikan
Yang harus dibuktikan adalah peristiwanya dan bukan hukumya. Hukumnya tidak harus diajukan atau dibuktikan oleh para pihak, tetapi secara ex officio dianggap harus diketahui dan diterapkan oleh hakim (ius curia novit). Ketentuan ini dapat disimpulkan dari Pasal 178 Ayat 1 HIR (Pasal 189 Ayat 1 RBg., dan Pasal 50 Ayat 1 Rv.).
4. Yang Harus Membuktikan
Yang mencari kebenaran dan menetapkan atau mengonstatir peristiwanya adalah hakim. Peristiwa itu ditetapkan atau dikonstatir oleh hakim setelah dianggap terbukti benar
5. Penilaian Terhadap Alat Bukti
Suatu peristiwa yang disengketakan itu telah diajukan pem- buktian oleh kedua pihak, namun terhadap bukti-bukti itu masih harus dinilai. Dalam hal ini undang-undang memberikan kewenangan pada hakim untuk menilai terhadap suatu bukti tersebut. Hakim dalam menilai suatu alat bukti dibatasi oleh undang-undang, sehingga ia tidak bebas menilainya
6. Macam-macam Alat Bukti

Apabila seorang penggugat hendak mengajukan suatu peristiwa tententu sesuai dalil dalam gugatannya atau seorang tergugat hendak membuktikan suatu peristiwa sesuai dalil bantahannya, maka suatu pembuktian atau pengajuan alat bukti itu harus dihadirkan dan diterangkan dihadapan hakim dipersidangan secara langsung, dengan demikian hakim dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri. Apabila suatu peristiwa yang akan dibuktikan itu merupakan peristiwa lampau tidak akan bisa dihadapkan ke muka hakim di persidangan, sehingga tidak akan dapat didengar atau dilihat oleh hakim, maka dapatlah diajukan sepucuk surat (bukti tertulis) yang dihadirkan secara langsung di hadapan hakim di persidangan. Berikut adalah macam-macam alat bukti;

a. Alat Bukti Surat
Alat bukti surat diatur dalam Pasal 138, 164, 165, 167 HIR, 285- 305 RBg dan Stb. No. 29 tahun 1867, Pasal 1867-1894 BW (baca juga pasal 138-147 Rv.).
 Pengertian Alat Bukti Surat (Akta) Pengertian alat bukti surat tidak ditemukan dalam HIR, Rbg., BW maupun Rv, karena itu pengertian bukti surat dicari dari pendapat doktrin (ahli) hukum acara perdata berikut in

b. Alat Bukti Saksi
Pengertian saksi dan kesaksian Alat bukti saksi diatur dalam Pasal 139-152, 168-172 HIR (Pasal 306-309 Rbg, pasal 1895, 1902-1912 BW). Mengenai pengertian kesaksian baik dalam HIR, Rbg.,   maupun yurispundensi tidak memberikan definisi atau pengertian tentang kesaksian.

c. Alat Bukti Persangkaan-persangkaan (Vermoedense)
Pasal 164 HIR (Pasal 284 RBg., 1866 BW) menyebutkan bahwa sebagai alat bukti sesudah saksi adalah persangkaan-persangkaan atau dugaan-dugaan (vermoedens, presumption). Apabila dalam suatu perkara perdata sukar mendapatkan saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri (merasakan sendiri), maka peristiwa hukum yang harus dibuktikan diusahakan agar dapat dibutikan dengan persangkaan (dugaan-dugaan). Dipakai perkataan persangkaan-per- sangkaan, karena satu persangkaan saja tidak cukup untuk mem- buktikan sesuatu, maka harus banyak persangkaan, persangkaan yang satu sama lain saling menutupi, saling berhubungan, sehingga dalil yang disangkal itu dapat dibuktikan. Persangkaan dalam hukum acara perdata menyerupai bukti petunjuk dalam hukum acara pidana.

d. Alat Bukti Pengakuan
Pembuktian dengan pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam Pasal 174, 175 dan 176 HIR (311, 312, dan 313 RBg., 1923-1928 BW). Pasal 1923 BW membedakan dua macam pengakuan, yaitu:

1) Pengakuan yang diberikan di muka hakim di persidangan (174 HIR, 311 RBg., 1926 BW).
2) Pengakuan yang diberikan di luar persidangan (175 HIR, 312 RBg., 1928 BW). Undang-undang tidak memberikan definisi suatu pengakuan,karena itu dicari pendapat doktrin (ahli) hukum acara perdata.

e. Alat Bukti Sumpah
Menurut Sudikno Mertokusumo, sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari Tuhan, dan percaya siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.

f. Keterangan Ahli (Expertise)
Dalam pemeriksaan perkara di pengadilan, hakim mungkin akan menemui persoalan yang tidak dapat diketahui berdasarkan disiplin ilmu yang dimilikinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun