Mohon tunggu...
Akbar Allaika Rahmatullah
Akbar Allaika Rahmatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mhs

Saya tersuka tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Acara Peradilan Agama

19 Maret 2024   09:22 Diperbarui: 19 Maret 2024   09:34 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kuasa dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Kuasa yang diberikan secara tertulis dapat dibuat dengan akta otentik dan/atau di bawah tangan (Pasal 1793 KUH.Pdt.). Tentu saja, kuasa secara tertulis dengan akta otentik dibuat di hadapan pejabat berwenang, dalam hal ini di depan pejabat Notaris. Lain halnya kuasa dibuat tertulis di bawah tangan, berarti surat kuasa itu dibuat tidak di hadapan pejabat berwenang, yaitu dibuat sendiri oleh para pihak.

3. Surat Kuasa dalam Praktik Peradilan

Dalam praktik peradilan, surat kuasa yang dipergunakan adalah surat kuasa khusus; dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 123 HIR, sedangkan dalam perkara pidana diatur dalam Pasal 54 KUHAP. Sedangkan, bentuk surat kuasa untuk membela perkara di pengadilan adalah selalu tertulis, dapat dibuat secara otentik maupun di bawah tangan.

4. Pemberian Kuasa untuk Membela Perkara di Pengadilan

a. Si Penerima Kuasa Bukan Advokat

1) Pemberian kuasa antara seseorang yang tidak dapat baca dan tulis atau dapat baca tulis (sebagai pemberi kuasa) kepada or- ang yang tidak punya ijin advokat (sebagai penerima kuasa), dalam praktik peradilan dibolehkan asal dipenuhi syarat-syarat:
a) Antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa masih ada hubungan keluarga yang dikuatkan dengan bukti surat keterangan dari kepala desa atau kelurahan.
b) Kemudian surat keterangan tersebut di bawah oleh Pemberi kuasa dengan penerima kuasa, lalu secara bersama-sama menghadap kepada ketua pengadilan tingkat pertama melalui kepaniteraan perdatanya, kemudian oleh ketua pengadilan menunjuk seorang hakim untuk dibuatkan surat kuasa khusus dengan dibubuhi materai sesuai ketentuan undang- undang, sekarang materai Rp6.000,- (enam ribu rupiah), lalu kedua pihak membubuhkan tanda tangan atau cap jempol pada surat kuasa khusus tersebut. Surat kuasa seperti ini disebut surat kuasa insidentil. Barulah surat kuasa khusus tersebut dipergunakan oleh si penerima kuasa untuk membela perkara- nya si pemberi kuasa baik sebagai penggugat atau tergugat atau lainnya.

2) Bila pemberi kuasa yang menyangkut badan hukum tertentu, baik badan hukum privat maupun publik. Bila suatu badan hukum berperkara di pengadilan, pimpinannya dapat mewakili badan hukumnya, atau menunjuk bawahannya untuk mewakili di depan pengadilan, meskipun bawahannya yang ditunjuk bukan sebagai advokat dibolehkan asal memenuhi syarat dan prosedur.

5. Ciri-ciri atau Syarat-syarat Surat Kuasa Khusus

a. Ditinjau dari macamnya merupakan surat kuasa khusus, karena itu dalam surat kuasanya ada kata-kata "Khusus".
b. Pihak-pihaknya tertentu dan harus ditulis secara keseluruhan. c. Kedudukan masing-masing pihak harus ditulis.
d. Pengadilannya tertentu dan harus ditulis secara jelas. Hal ini untuk menentukan ke pengadilan mana perkara akan diajukan. jelas dan keseluruhan.
e. Obyek perkaranya harus ditulis secara f. Kewenangan yang akan diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa harus ditulis secara jelas dan keseluruhan.

6. Kekuatan Hukum Surat Kuasa Khusus
Pada dasarnya kekuatan hukum antara surat kuasa khusus biasa dengan surat kuasa khusus yang bersifat insidentil adalah sama dan dapat dipergunakan mewakili pemberi kuasa di semua tingkat pengadilan. Namun dalam praktik peradilan ada sedikit perbedaan dalam hal berkaitan dengan bila surat kuasa khusus itu disubstitusikan (dilimpahkan) kepada orang lain, yaitu:
a.Surat kuasa khusus yang bersifat insidentil, pihak penerima kuasa tidak dapat melimpahkan (menyubstitusikan) kepada orang lain baik penerima limpahan kuasa itu seorang advokat atau tidak.
b.Surat kuasa biasa, penerima kuasanya adalah seorang advokat, ia dapat melimpahkan (menyubstitusikan) kuasanya kepada orang lain baik sebagian atau seluruhnya; hal ini dengan syarat dalam kuasanya harus ada perintah dapat disubstitusikan dan penerima kuasa substitusi harus seorang advokat.

BAB 9

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun