Mohon tunggu...
Aisya Amelia
Aisya Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Prodi S-1 Akuntansi

Today is your opportunity to build the Tomorrow you want.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penjelasan dan Perhitungan Mengenai PPN, PBB, PPnBM dan Bea Cukai

2 Juni 2022   15:38 Diperbarui: 2 Juni 2022   16:45 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

(Pajak Pertambahan Nilai) PPN

Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pungutan pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Istilah dalam bahasa inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Menurut Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada 1 April 2022 lalu dan akan terus mengalami kenaikan lagi pada tahun-tahun berikutnya. Dikutip dari pernyataan Ibu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, bahwa kenaikan 1 persen dari PPN ini masih berada di bawah rata-rata PPN dunia, hal ini dikarenakan PPN rata-rata dunia berada pada angka 15%.

Objek PPN

Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak.
  • Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
  • Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

Rumus PPN dan cara menghitungnya 

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak ( DPP )

 

Dasar pengenaan pajak terdiri dari:

  • Harga jual & penggantian

Harga jual dan penggantian adalah biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP.

Contoh kasus:

Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN, perhitungannya sebagai berikut:

Pada tanggal 6 Oktober 2019 terjadi transaksi: PKP PT Makmur Jaya di Bandung menjual 1 buah Freezer seharga Rp10.000.000 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada Bapak Kelik di Magelang.

Transaksi menjual di Bandung adalah penyerahan di dalam daerah pabean. Freezer adalah barang kena pajak, yang menyerahkan Freezer adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi atau peristiwa ini dikenai PPN.

Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.

Besarnya PPN terutang atas penyerahan Freezer pada tanggal 06 Oktober 2019 di bandung dihitung oleh PKP PT Makmur Jaya di Bandung untuk dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:

Harga Jual/DPP PPN x Tarif PPN = Rp10.000.000 x 10%

PPN terutang = Rp 1.000.000

Bapak Kelik harus membayar ke PKP PT Makmur Jaya sebesar Rp10.100.000, yang terdiri atas harga Freezer Rp10.000.000 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp1.000.000.

  • Nilai ekspor & impor

Nilai ekspor dan impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

Contoh kasus:

Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain sudah termasuk PPN, perhitungannya sebagai berikut:

Pada tanggal 14 April 2020 PKP PT Tanjung Baru di Semarang menerima tagihan jasa akuntansi termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp134.000.000 dari PKP PT Milenium di Bandung yang memberikan jasa akuntansi.

Transaksi menagih jasa akuntansi di Bandung adalah penyerahan di dalam daerah pabean, jasa akuntansi adalah jasa kena pajak, yang memberikan jasa akuntansi adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi itu dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan, sehingga besarnya PPN terutang atas penyerahan jasa akuntansi pada tanggal 14 April 2020 di Bandung dihitung oleh PKP PT Milenium di Bandung untuk dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:

Harga jual termasuk Pajak Pertambahan Nilai = Rp134.000.000

DPP   =  100  x harga jual termasuk PPN

                         100 + %tarif PPN

            =       100 x Rp134.000.000

                                  110

             = Rp121.818.182

PPN terutang = DPP PPN x Tarif PPN

= Rp121.818.182 x 10%

= Rp12.181.818,2

Jadi, PPN dipungut oleh PKP PT Milenium Bandung sebesar Rp12.181.818,2.

  • Nilai lain

Sedangkan nilai lain ini diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Contoh Kasus:

Pada Oktober 2019, PT Makmur Jaya menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp26.000.000 pada PT Bukan Bintang Biasa.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 11% x Rp26.000.000 = Rp2.860.000

Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.860.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT Makmur Jaya dari PT Bukan Bintang Biasa.

PPnBM (Pajak penjualan atas Barang Mewah)

Pengertian PPnBM (Pajak penjualan atas Barang Mewah)

PPnBM  adalah pajak yang dikenakan pada barang mewah oleh pengusaha atau produsen dalam rangka mengimpor barang tersebut untuk keperluan usaha atau pekerjaannya. Masyarakat secara luas masih banyak keliru dengan persebaran dan pengertian PPnBM itu sendiri. Khususnya PPnBM mobil 0% itu sendiri hanya berlaku hingga Mei 2021. Lalu regulasi inipun hanya berlaku untuk beberapa mobil baru yang mendapatkan insentif PPnBM 0%.

Contoh PPnBM yakni pajak yang berlaku untuk barang-barang yang tergolong mewah seperti mobil, perhiasan, apartemen, rumah town house, pesawat udara, dan sejumlah barang mewah impor lainnya. Dapat dikatakan bahwa PPnBM adalah pungutan wajib yang diserahkan kepada pemerintah atas transaksi pertama barang mewah. Artinya, penjualan barang bekas produk mewah tidak mengharuskan pihak terkait melakukan pembayaran PPnBM.

Tarif PPnBM

tarif PPnBM menurut Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

A. Pengenaan tarif PPnBM paling rendah adalah 10% dan maksimum 20%

B. Adanya perbedaan pengenaan tarif PPnBM didasarkan atas klasifikasi barang tergolong mewah yang terkena PPnBM

C. Berdasarkan konsultasi dengan DPR

Namun guna memacu transaksi ekspor produk dalam negeri, PPnBM bisa bernilai 0% bila produsen mengekspor barang mewah tersebut.

Selain itu, tarif PPnBM mobil dan barang mewah lainnya diberlakukan dengan cara mengalikan nilai dasar pengenaan pajak terhadap besaran tarif PPnBM.

Dampak PPnBM

Di bawah ini merupakan dampak pengenaan tarif PPnBM di Indonesia yang perlu Anda pahami.

  • Penerimaan negara

PPnBM adalah sebuah sarana untuk mengamankan penerimaan negara. Dari iuran tersebut, pemerintah mendapatkan penerimaan yang selanjutnya juga akan dinikmati oleh rakyat Indonesia.

  • Mengendalikan konsumsi BKP

Mirip seperti fungsi cukai yang ditujukan untuk mengendalikan konsumsi rokok, PPnBM adalah sebuah alat guna mengendalikan konsumsi BKP contohnya mobil. Konsumsi lebih rendah artinya lebih sedikit polusi dan limbah yang ada di lingkungan sekitar.

  • Peningkatan penjualan mobil bekas

PPnBM mobil yang dinilai tinggi dapat membuat sebagian konsumen beralih ke bursa mobil bekas yang bebas pajak dan harga lebih terjangkau.

  • Kenaikan nilai saham mobil

Relaksasi PPnBm mobil yang sempat diberikan oleh pemerintah membuat nilai saham beberapa perusahaan otomotif mengalami kenaikan. Relaksasi PPnBM diberikan presiden untuk segmen kendaraan di bawah 1.500 cc kategori sedan dan 4x2 sebab kategori tersebut banyak diminati kelas menengah.

  • Menurunkan emisi gas buang mobil

PPnBM adalah pajak yang tarifnya ditetapkan berdasarkan golongan jenis kendaraan dan emisi yang dihasilkannya. Misal, untuk PPnBM mobil dengan tingkat emisi CO2 kurang dari 150 gram per km dikenakan tarif senilai 15%.

Contoh Kasus dan perhitungan PPnBM

Pengusaha Kena Pajak "D" mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.

Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00

PPN = 10% x Rp5.000.000,00

= Rp500.000,00

PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00

= Rp1.000.000,00

Kemudian PKP "D" menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.

Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP "D" atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP "D" menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00

PPN = 10% x Rp50.000.000,00

= Rp5.000.000,00

PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00

= Rp17.500.000,00

PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP "D" dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP "D". Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP "X".

PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Pengertian PBB DAN Objek yang dikenakan PBB

Dasar hukum pajak bumi dan bangunan adalah UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Artinya, pajak PBB dipungut oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh masing-masing provinsi.

Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau Pajak PBB adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Pengertian bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah konstruksi teknis yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau laut.

Merujuk Pasal 77 UU PDRD, yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Yang termasuk bangunan yang menjadi objek pajak PBB adalah :

  • Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut
  • Jalan tol
  • Kolam renang
  • Pagar mewah
  • Tempat olahraga
  • Galangan kapal, dermaga
  • Taman mewah
  • Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
  • Muara

Objek Pajak yang Bebas Pajak PBB

Objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek pajak yang:

  • Digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
  • Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, hutan wisata, atau yang sejenis dengan itu 
  • Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah negara yang belum dibebani suatu hak
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
  • Digunakan oleh badan, atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Kategori Pajak PBB dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

Berikut kategori pajak bumi dan bangunan:

  • PBB Perkebunan
  • PBB Perhutanan
  • PBB Pertambangan Minerba
  • PBB Pertambangan Migas
  • PBB Pertambangan Panas Bumi
  • PBB Sektor Lainnya

Jenis kode akun pajak ini ditentukan oleh DJP dan harus sesuai sebagaimana yang ditetapkan pada saat membuat Kode Billing untuk membayar PBB.

Berikut adalah Kode Akun Pajak ( KAP ) dari objek pajak bumi dan bangunan:

411313 -- PBB Perkebunan

411314 -- PBB Perhutanan

411315 -- PBB Pertambangan Minerba

411316 -- PBB Pertambangan Migas

411317 -- PBB Pertambangan Panas Bumi

411319 -- PBB Sektor Lainnya

Besarnya nilai PBB didasarkan pada dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah atau bangunan terkait.

 

Pengertian NJOP 

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapata transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau senilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditentukan oleh Kementerian Keuangan, yang mana nilai NJOP di setiap daerah berbeda-beda karena tergantung faktor yang memengaruhi, sebagaimana nilai tanah dan bangunan pada umumnya.

Faktor yang memengaruhi besarnya nilai NJOP bumi dan bangunan adalah sebagai berikut:

  1. Faktor yang mempengaruhi NJOP Bumi adalah lokasi, peruntukan, pemanfaatan serta kondisi lingkungan di sekitarnya,
  2. Faktor yang mempengaruhi NJOP Bangunan antara lain bahan baku atau bahan bangunan yang digunakan, lokasi bangunan, rekayasa serta kondisi lingkungan di sekitar bangunan.

Pengertian  NJOPTKP

Penjelasan besar nilai bumi dan bangunan tidak kena pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67/PMK.03/20211 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas nilai jual objek pajak yang tidak kena pajak. Artinya, untuk mengetahui berapa besar PBB terlebih dahulu harus dikurangkan dengan NJOPTKP terlebih dahulu.

Besar NJOPTKP terbaru diatur dalam PMK Nomor 23/PMK.03/2014 tentang Penyesuaian. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam beleid ini berlaku hingga sekarang bahwa besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp12.000.000.

Tarif PBB Terbaru dan Cara Menghitung Pajak Bumi Bangunan

Merujuk Pasal 41 UU HKPD, besar tarif PBB-P2 paling tinggi 0,5%.

Sedangkan tarif PBB-P2 berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB-P2 ini nantinya akan ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Daerah (Perda) di masing-masing daerah.

Rumus perhitungan pajak PBB adalah:

1. PBB = tarif 0.5% dikali Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

2. Rumus NJKP = 40% x (Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) -- NJOPTKP)

  • 40% apabila lebih dari Rp1.000.000.000
  • 20% apabila kurang dari nilai tersebut.
  • NJOPTKP = Rp12.000.000

Atau dengan kata lain, nilai PBB = 0,5% x 40% x NJKP

Contoh Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai Tarif PBB Terbaru

PT AAA memiliki lahan di daerah Jakarta dengan memiliki area tanah seluas 1.000 meter persegi dengan luas bangunan 800 meter persegi.

Diketahui NJOP tanah per meter di daerah tersebut adalah Rp5.000.000 dan harga bangunan per meter Rp1.000.000.

Berikut adalah langkah-langkah cara mengitu PBB yang wajib dipahami perusahaan pemilik bumi dan bangunan:

a. Langkah pertama, hitung NJOP bumi dan bangunan

Bumi = 1.000 x Rp5.000.000

= Rp5.000.000.000

Bangunan = 800 x Rp1.000.000

= Rp800.000.000

NJOP Bumi dan Bangunan = Rp5.000.000.000 + Rp800.000.000

= Rp5.800.000.000

b. Langkah kedua, hitung NJKP

NJKP = 40% x (Rp5.800.000.000 -- Rp12.000.000)

= Rp2.315.200.000

c. Langkah ketiga, hitung PBB.

PBB = 0.5% x Rp2.315.200.000

= Rp11.576.000

Maka setiap tahunnya PT AAA harus membayar PBB sebesar Rp11.576.000.

CONTOH KASUS 

Pak Bagyo ingin membayar PBB dan ia mempunyai bangunan 100 meter persegi dan luas tanah sebesar 150 meter persegi. Harga tanah di daerah Pak Bagyo berkisar 4.000.000 per meter, sementara harga bangunannya berkisar 5.000.000. Berikut cara menghitung PBB.

a) Tanah
150 x Rp 4.000.000 = Rp 600.000.000

b) Bangunan
100 x Rp 5.000.000 = Rp 500.000.000

Setelah mendapatkan nilai total tanah dan bangunan, selanjutnya mencari NJOP

c) NJOP
Rp 600.000.000 + Rp 500.000.000 = Rp 1.100.000.000

d) NJKP
20% x Rp 1.100.000.000 = Rp 220.000.000

e) PBB
0,5% x Rp 220.000.000 = Rp 1.100.000
Maka PBB yang harus dibayarkan Pak Bagyo ialah Rp 1.100.000

BEA CUKAI

Apa itu bea?

Pengertian bea adalah pungutan pajak oleh negara terhadap komoditas barang yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor. Bea memiliki karakteristik khusus untuk barang apa saja yang kena pajak sesuai peraturan yang berlaku. Terdapat dua model Bea, yaitu Bea Masuk dan Bea Keluar.

Apa itu cukai?

Cukai adalah pungutan pajak yang dikelola oleh negara dan dikenakan atas barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai. Perbedaan bea dan cukai adalah barang yang menjadi objek pungutan.

Apa itu bea cukai?

istilah bea cukai adalah gabungan dari dua kata bea dan cukai untuk mempermudah penyebutan atau pengucapannya. Bea dan cukai adalah tindakan pungutan negara terhadap barang ekspor dan impor serta barang lain dengan sifat khusus. Dalam pelaksanaannya, bea dan cukai menjadi wewenang Ditjen Bea dan Cukai atau disebut lembaga kepabeanan.

Aturan mengenai Bea Masuk barang impor ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10/1995 tentang Kepabeanan. Jenis-jenis bea masuk barang impor berdasarkan BAB IV Undang-Undang Kepabeanan antara lain , ialah :

  • Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)
  • Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD)
  • Bea Masuk Pembalasan (BMP)
  • Bea Masuk Imbalan (BMI)

Ketentuan impor terbaru terkait barang kiriman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.010/2019 ini sudah berlaku per 30 Januari 2020.

Dalam aturan ini, Bea Cukai menyesuaikan nilai pembebasan Bea Masuk atas barang kiriman, yang sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman, baru terbebas dari Bea Masuk.

Sesuai PMK 199/2019 tersebut, maka ketentuannya adalah:

Nilai impor kurang dari USD3 per kiriman atau setara Rp43.500 (kurs Rp14.500 per dolar AS) => Bebas Bea Masuk, tapi dikenakan PPN 10%

Nilai impor lebih dari USD3 hingga USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk 7,5% dan PPN 10%

Nilai impor lebih dari USD1500 per kirian => Dikenakan Bea Masuk, PPN, dan PDRI

Penerima barang kiriman senilai lebih dari USD1500 ini harus menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) kepada Bea Cukai untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan.

Tarif Bea Cukai ini terbagi menjadi :

  • 7,5% untuk barang umum
  • 15-20% untuk produk tekstil dan tas
  • 25-30% untuk produk sepatu

Sementara besaran PPN sendiri tunggal, yakni sekitar 10% dari total harga barang setelah kamu totalkan dengan bea masuk

Contoh Perhitungan Bea Cukai Barang Impor

Kasus ini hanya ilustrasi ya teman-teman

Kamu membeli Album Proof (SET) BTS dari Korea dengan harga 74.200 dan dikenai ongkir 12.000. Kemudian, kamu mengambil asuransi untuk pembelian barang tersebut seharga 1.000.

Dengan anggapan kurs 1 sama dengan Rp11.69, berikut cara menghitung bea cukai yang benar:

         Total harga pajangan = 74.200 + 12.000 + 1.000 = 87.200

         Nilai pembelian dalam IDR = 87.200 x Rp11,69 = Rp1.019.368

         Bea masuk = 7,5% x Rp1.019.368 = Rp76.452

         Nilai dasar pengenaan pajak = Rp1.019.368 + Rp76.452 = Rp1.095.820

         PPN barang = 10% x Rp1.095.820 = Rp109.582

         Total komponen pajak = Rp76.452 + Rp109.582 = Rp186.034

Artinya total pengeluaranmu untuk belanjaan ini adalah Rp1.205.402,-.

 

Nah, itu tadi penjelasan mengenai apa itu PPN, PBB, PPnBM dan Bea Cukai hingga cara menghitungnya.  

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun