“Besok tunggu aku di Niagara Boulevard. Aku akan membawa buku harian daun mapleku, malam ini aku akan menuliskan kisah manis milikku” janji Berry.
“Baiklah, Berry. Aku akan menunggu,” Elm memberikan senyum termanis, berharap Berry juga akan memberikan jawaban paling manis.
***
Musim gugur kembali menghampiri. Diawali gradasi warna merah kecoklatan daun-daun.
Berry lebih memilih untuk mengurung diri. Baginya musim gugur mengingatkan pada kejadian tragis. Beberapa tahun lalu, saat bunga-bunga cinta bersemi di hati Berry.
Ia menyampirkan tas rajut buatan nenek, terselip sebuah buku harian indah di dalam. Terbuat dari daun-daun maple kering, yang ia kumpulkan selama musim gugur. Berry mengayuh sepeda dengan kencang. Dari arah berlawanan. Melesat sebuah mobil yang tak terkendali.
Saat itu waktu seakan terhenti, Berry tak mampu mengingat apa yang terjadi. Hingga saat membuka mata, tiba-tiba saja ia berada di ruang operasi. Tulang kering di kakinya pecah, sebuah pen kini terpasang disana.
Dan Berry, kini harus dibantu dua buah elbow crutch, untuk berjalan. Tak pernah memiliki keberanian untuk menemui Elm. Enggan, ia yang kini cacat, menjadi beban bagi Elm. Dengan segenap jiwa, ia merelakan pria itu untuk berbahagia bersama perempuan ‘sempurna’.
Akhir dari kisah manis. Menorehkan duka cerita cinta pertamanya. Yang ikut luruh bersama meranggasnya daun-daun maple, saat musim gugur. Di sepanjang Niagara Parkway.
***
Hari itu, Elm begitu bahagia. Dengan penuh keyakinan, bahwa Berry akan menerimanya. Ia mempersiapkan sebentuk cincin berlian manis, untuk melamar Berry.