“Topimu, lari?” Gadis itu semakin tak mengerti.
“Maksudku, seekor anjing menggigit dan membawa lari topiku, ia pasti sudah jauh. Kau tahu, itu topi kesayanganku. Ada tanda tangan pemain basket favoritku disitu, “ ia menjelaskan. Sambil mengusap-usap telapak tangan pada celana jeans, iya, sangat lusuh.
“Kau masih mau mengejar topimu?” Berry penasaran. Sambil meyakini bahwa topi pria muda ini, akan menjadi juara dalam tingkat ‘kebututan’. Itulah pria, pikir Berry. Saat para gadis berburu segala sesuatu yang baru. Pria malah mempertahankan ‘keusangan’, dan mereka menyebut hal tersebut antik.
“Aku sudah kehabisan napas,” tukas si antik. Telapak tangannya, ia gunakan menekan dada sebelah kiri.
“Naiklah, kita kejar menggunakan sepedaku,” Berry menawarkan.
Lalu anak laki-laki itu dengan sigap melompat, duduk di atas sadel belakang. Untuk bersama mengejar si anjing; yang membawa lari topi. Sayang kecepatan sepeda tak secepat harapan.
“Kau terlalu lambat, bagaimana jika aku di depan saja, mengayuh sepeda?”, ia tampak gusar.
“Hmmm, baiklah. Aku memang lebih suka mengayuh sepeda dengan santai.”
Pemuda itu mengayuh sepeda dengan sangat kencang. Rambut panjang ikal kecoklatan, milik gadis itu, berkelebatan dimainkan angin nakal.
“Waaaaa, kencang sekali. Bagaimana kalau kita jatuh, kan tak lucu,” Berry memekik panik.
Sesaat kemudian sepeda tersentak, berhenti. Suara mendecit terdengar dari gesekan ban dan aspal.