''Ya mau dong bu, pasti ibu juga mau kan?'' ucap Ristya.
''Ibu tergantung dengan keinginan kamu, di sisi lain hati kecil ibu masih trauma dengan masa lalu. Ibu tak ingin masuk ke dalam lubang yang sama lagi. Sakit rasanya, tidak ada mampu menghapuskannya secara utuh.'' Balas Ibu dengan memelas.
Ibu bergumam dalam hati :
      Apa yang harus aku lakukan? Ristya sudah beranjak remaja. Mungkin dia membutuhkan sesosok ayahnya lagi. Bukan dengan sosok yang seperti dulu. Akupun merasakan akan hal itu. Aku pun membutuhkan pendamping untuk menjalani hidup. Sepi rasanya ketika harus menjadi hidup oleh dua orang saja. Tapi tetap saja, luka yang dulu masih sedikit membekas. Aku takut hal itu akan terulang kami. Tidak, jauhkan aku akan hal itu.Â
''Ibu jangan sedih terus ya, kalau ibu sedih aku ikut sedih.'' Ristya memberi semangat kepada ibu.
''Ibu tidak sedih kok ris.'' Balas ibu polos.
(Ristya melihat jam yang melekat pada tangan kanannya)
''Aduh! Sudah telat satu jam aku. Untuk pertama kalinya aku tertinggal latihan. Ya sudah bu aku aku pergi latihan dulu ya bu.'' Pamit Ristya.
''Hati-hati ya jangan terlalu kecapean.'' Balas ibu.
''Oke bu siap laksanakan!'' ucap Ristya.
      Seperti biasa, dia melakukan kegiatan rutinitasnya. Ada sedikit informasi penting dari pelatihnya.