Kang Suryo mengerjapkan mata kaget. Lalu menatap lekat-lekat muka Kang Maman.
"Itu, Kang. Makam Mbah Ompyang rusak," katanya memelas.
Kening Kang Maman menebal seketika. Dua matanya terasa sangat panas. Prihatin, marah, takut berkumpul jadi satu.
"Duh, Gusti," keluhnya pelan. Sementara orang di sebelahnya, hanya terus-terusan mengelus dada. "Pagebluk. Pagebluk," lanjut Kang Maman sambil bersandar lemas.
#5
Eyang Toro membungkus dagu yang jenggotnya mulai memutih. Dua matanya mengerjap berkali-kali. Seperti ada ingatan yang musti ia gali. Sementara, Rudi masih sangat penasaran dengan cerita eyangnya itu. Dan ia mulai berpikir untuk lebih lama bersama eyangnya. Meski planningnya hanya seminggu, ia kini yakin sangat perlu untuk tinggal lebih lama di desa terpencil itu.
Rudi adalah seorang mahasiswa tingkat akhir sebuah perguruan tinggi di negeri ini. Ia menekuni filsafat. Dan menjadikan seorang Henry Sidgwick sebagai dewa pujaannya. Sejak kecil, Rudi tidak pernah percaya kegaiban seperti yang ada dalam cerita Eyang Toro. Baginya, kegaiban itu hanya kehidupan setelah kematian. Kegaiban tidak bisa disentuh dan divisualkan. Tapi kegaiban adalah keniscayaan yang pada waktunya akan dilewati semua mahkluk.
Mendengar cerita eyangnya, Rudi sebenarnya ingin membantah. Tapi entah kenapa, ketika Eyang Toro menceritakan tentang tumbal dan balas dendam, baju filsafatnya terlepas. Ia tetiba saja menjadi manusia dengan kepala yang penuh dengan tanda tanya.
Sore itu, hujan mulai berjatuhan di ujung daun-daun, lalu memantul dan sampailah kepada tanah yang beberapa sudah mulai mengering. Terjadi benturan hebat di lubuk hatinya yang terdalam. Nalurinya sebagai pewaris trah Toro Hemengku Djoyo menggila seketika. Seperti eyangnya, Rudi juga harus berani memecahkan misteri itu. Ia harus menggagalkan misi balas dendam yang telah diujarkan oleh dua benda iblis itu, apa pun risikonya.
Eyang Toro melanjutkan kisahnya tentang bagaimana ketakutan Kang Maman dan Kang Suryo setelah peristiwa pembongkaran makam keramat itu terjadi. Rudi kembali menyimak baik-baik.
***