02 Januari 2015, 12.21 WIB
Pada saat awal tahun baru adalah dimana hari kita bisa berkumpul dengan keluarga. Bermain bersama, tertawa bersama, makan bersama, dan hal-hal menyenangkan lainnya. Tapi sayang seribu sayang, hal itu tidak terjadi kepada keluarga Bambang. Bambang si kakek tua gendut berwajah anjing bulldog itu telah meninggal dunia, dan dia di makamkan di suatu TPU di sebuah desa yang terletak di Kota Lamongan, kota dimana dia lahir dan dimana dia tumbuh. Lamongan bagi dia adalah kota yang sangat menakjubkan, kota yang unik, kota yang indah. Bila dia lahir di sana, maka dia harus dimakamkan di sana juga, di Lamongan, tepat di sebelah makam mendiang istrinya yang tercinta. Seluruh keluarganya hadir, mulai dari anak-anaknya, cucunya, saudara-saudaranya, paman dan tantenya, teman-teman kerjanya, anak buahnya, atasanya, pers, dan juga Usman.
Usman menatap makam teman baiknya itu, tidak percaya bila kematian menghampirinya. Di saat detik-detik penguburannya, mata Usman menatap tajam kain kafan yang membalut tubuh jenazah. Ingin sekali dia bersama mengubur jenazah Bambang, akan tetapi mata tajam penuh kebencian menghentikan langkahnya untuk mengubur teman baiknya itu. Usman disalahkan atas kejadian ini. "Pembunuh", itulah perasaan mereka ketika melihat muka Usman. Ingin sekali mereka mengusir Usman, akan tetapi mereka takut, takut terhadap Usman, berharap Usman tidak menyakiti apa yang telah ia perbuat. Tetapi Usman tidak bersalah, dia tidak pernah ada niat untuk membunuh teman baiknya itu.
Usman: Hari-hari yang sangat menyedihkan.
Sammy: Sepertinya
Usman didampingi oleh Sammy, salah satu anak buah Usman dan anggota Rakun, para pembunuh bayaran. Usman dengan pakain jas hitam bersama dengan Sammy yang memakai jaket hitam khas Rakun dimana ada Logo Rakun dibelakangnya. Mereka berdua berdiri paling sudut di area makam, menjauh dari kerumunan orang2. Saat waktu pengkuburan, berdirilah salah satu anak muda yang keluar dari liang lahat itu. Huda, anak kandung dari Bambang yang paling bungsu yang menatap Usman penuh dengan kebencian. Pemuda berumur 18 tahun ini memiliki tatapan yang penuh dengan amarah dan emosi melihat muka Usman, tatapan yang paling benci yang pernah dilihat oleh Usman seumur hidupnya. Tatapannya penuh kemarahan, dengan mata merah berapi-api yang diselimuti oleh tetesan air mata mengutuk.
Sammy: Sepertinya kita tidak diterima disini Big Bro.
Usman: Sepertinya.
Pemakaman tidak dilakukan secara militer seperti pada petinggi kepolisian pada umumnya, dan si Brigjen ini tidak dimakamkan di makam pahlawan, melainkan dimakamkan di pemakaman umum sebelah dengan mendiang istrinya. Walaupun terkesan sederhana, pemakaman ini dihadiri oleh orang2 penting dan juga pers. Walaupun tidak dimakamkan di makam pahlawan, Bambang Supratno masih dianggap sebagai pahlawan. Kebanyakan dari para pelayat dan petinggi itu melihat ke arah Usman, tapi Usman acuh tak acuh. Yang hanya dilihat oleh Usman adalah jenazah Bambang temanya. Lalu seseorang mendekati Usman, seorang yang bertubuh kurus dan tinggi yang memiliki goresan bekas luka di mukanya yang lonjong dengan rambut pendek yang keriting. Dan dia pun mulai berbicara kepada Usman.
Bambang: Beruntunglah bukan aku yang meninggal.
Usman: Sepertinya.