Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Serindit Kecil

17 Desember 2022   10:01 Diperbarui: 17 Desember 2022   10:21 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu kala, jauh di pedalaman hutan belantara Pulau Sumatera, hiduplah seekor burung serindit dan induknya. Di hutan tempat mereka berdua tinggal, alam masih begitu murni dan alami. Belum ada campur tangan manusia sama sekali. Udara begitu bersih dan air begitu jernih. Semua masih begitu terjaga dan terpelihara.

Di pagi yang cerah dan indah itu, serindit kecil dan induknya tampak bersuka cita menyambut kembali datangnya hari yang baru. Mereka berkicau dengan penuh riang gembira seakan itu hari yang paling istimewa dalam hidup mereka.

Setiap kali sang induk berkicau, serindit kecil langsung menyahut. Keduanya seperti berlomba dalam memeriahkan keceriaan suasana pagi itu.

Baca juga: Sengkarut (1/2)

Seiring mentari yang beranjak tinggi, serindit kecil dan induknya mulai mencari makan seperti biasanya. Dari satu pohon ke pohon yang lain, mereka hinggap lalu terbang. Dari hamparan tanah yang subur hingga ke aliran mata air yang berarus tenang dan beriak, mereka jelajahi dan jajaki.

Bagi serindit kecil, itu rutinitas harian yang menyenangkan dan mengesankan. Baginya, begitu banyak hal yang berharga yang diperlihatkan dan diajarkan sang ibu padanya. Dalam setiap kesempatan, Ibu selalu mengajarinya dengan sabar dan telaten hingga ia mengerti dan mampu melakukan segala sesuatu sebagaimana mestinya.

"Lihat sini, Nak! Disini banyak sekali serangganya," panggil ibu serindit.

Baca juga: Menanti

Serindit kecil langsung terbang menuju dahan tempat sang ibu berada. Namun, sejurus kemudian tanpa disangka-sangka tiba-tiba sebuah jaring perangkap melayang di udara. "Krosak!" Serindit kecil yang terperanjat berhasil selamat dan lolos dari sergapan mendadak itu. Namun tidak demikian halnya sang ibu.

Ibu yang terperangkap langsung berseru, "Pergi, Nak! Lekas pergi! Selamatkan dirimu! Jangan hiraukan Ibu!"

Mendengar perintah ibunya, serindit kecil segera terbang menjauh. Masih merasa shock dan terheran-heran dengan apa yang terjadi, dengan haru ia memanggil-manggil sang ibu dari jauh.

"Oh, tidak Ibu! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" panggilnya dengan hati pilu.

Namun serindit kecil hanya bisa menatap pasrah dan bersedih hati saat sang ibu diringkus lalu dibawa pergi oleh para pemburu.

.........

Dalam kepiluannya, serindit kecil sedih memikirkan sang ibu. Ia tak tahu dan bingung harus bagaimana. Saat kekalutan itu melanda, mendadak ia teringat pengalaman bersama ibunya. Sesaat ia ragu akan niatnya itu tapi ia tidak punya pilihan lain. Demi sang ibu, ia rela melakukan apapun.

Ingatannya kembali ke beberapa waktu lalu saat ia terbang bersama Ibu. Secara tak sengaja mereka melihat sang penguasa rimba sedang melintas. Ibu lalu berkata, "Itu Tuan Harimau, Nak. Seluruh satwa di tanah ini mengenal dan menganggapnya sebagai penguasa rimba. Ia kerap berkeliling, menyapa, dan bertanya pada setiap hewan yang ia jumpai. Ia tidak segan mendengarkan dan meminta pendapat atau masukan dari mereka."

Setelah beberapa saat terbang, serindit kecil masih belum menemukan apa yang ia cari. Karena merasa lelah, ia lalu hinggap untuk istirahat sejenak di sebatang pohon yang tinggi dan rimbun. Sejurus kemudian terdengar suara auman keras yang membahana ke seantero rimba. Ia segera bergegas mencari sumber suara itu.

"Tuan Harimau!" panggilnya sambil terbang menukik ke bawah lalu mendarat di atas sebongkah batu besar.

"Ya. Ada apa?" jawabnya sambil menengadah ke asal suara itu.

"Mengapa kau tampak tergesa-gesa dan kelihatan sedih, burung kecil? Ada apa gerangan?" katanya sambil menatap lekat-lekat.

"Ibuku telah ditangkap pemburu pagi ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ibuku pernah berkata padaku tentang dirimu. Itu sebabnya aku datang menemuimu," ungkapnya murung.

"Aku bersimpati padamu, Nak. Aku akan melakukan apapun yang aku bisa untuk membantumu. Untuk itu, aku minta kau agar bersabar dan tidak bersedih hati," ujarnya.

"Bisakah aku minta tolong satu hal padamu?" sambungnya.

"Tentu," ucapnya.

"Temui Pak Gajah. Ceritakan tentang hal ini. Apa kau bersedia melakukannya?" pintanya.

"Baik. Aku akan melakukannya," sahutnya.

........

Mendapat amanat dari Tuan Harimau, serindit kecil langsung berangkat. Seperti yang dikatakan padanya, kawanan gajah tinggal di dataran rendah dekat aliran sungai. Tidak seperti mencari si penguasa rimba, serindit kecil mampu menemukan tempat tersebut tanpa ada kendala yang berarti.

Setelah bertanya ke sekelompok gajah yang sedang berkumpul, ia diantar oleh salah satu gajah muda.

"Hai, Pak Gajah," sapanya.

"Hai, sobat kecil! Apa yang membawamu datang kesini?" jawabnya.

"Ibuku telah ditangkap pemburu pagi ini. Itu membuatku benar-benar sedih. Tadi aku telah bertemu Tuan Harimau untuk menceritakan tentang masalahku ini. Ia lalu menyuruhku pergi menemuimu," ungkapnya.

"Oh, begitu. Aku turut bersimpati atas apa yang kau alami. Aku akan berusaha dan mengerahkan seluruh kemampuanku untuk membantumu. Jangan berhenti berharap dan menyerah dengan keadaan! Oke, sobat!" ujarnya.

"Adakah hal lain yang dapat ku lakukan untukmu?" lanjutnya.

"Aku hanya ingin ibuku kembali," tukasnya.

"Aku mengerti perasaanmu. Kita sama-sama berharap demikian. Jika kau ingin tinggal sementara bersama kami, itu akan sangat menyenangkan," sahutnya.

"Tidak, terima kasih. Aku akan pulang ke tempatku," ucapnya.

"Jaga dirimu baik-baik, sobat kecil!" imbuhnya.

..........

Sang mentari mulai tergelincir ke ufuk barat saat serindit kecil melintas dalam perjalanan pulang. Perlahan-lahan semburat lembayung senja kian tampak dan langit pun kian temaram. Sang rembulan mulai bersiap-siap menjemput malam untuk kembali ke peraduannya.

Serindit kecil heran saat melewati suatu tempat yang terlihat asing baginya. "Apakah aku tersesat? Aku merasa belum pernah lewat tempat ini sebelumnya saat bersama Ibu. Daerah ini rupanya dihuni oleh manusia. Apakah mereka yang menangkap Ibu? Mungkin saja Ibu ada disana. Sebaiknya aku turun untuk melihat-lihat," gumamnya penasaran.

Dengan penuh kehati-hatian, serindit kecil mengendap-endap di perkampungan yang terdiri hanya beberapa rumah kayu bermodel panggung itu. Meskipun penerangan yang digunakan di kampung itu terbatas, penglihatan serindit kecil cukup tajam untuk mengenali benda-benda yang ada di sekitarnya.

Setelah mencari-cari di setiap rumah, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan ibunya. Saat tiba di rumah yang terakhir, badannya terasa begitu letih karena seharian ia sangat sibuk kesana kemari pasca sang ibu ditangkap pemburu. Rasa kantuknya semakin tak tertahan terlebih saat hujan mulai turun. Akhirnya ia pun jatuh terlelap di sebuah gubuk tua yang sudah tidak terpakai lagi.

Namun dalam kondisi setengah sadar ia seperti mendengar suara gonggongan anjing. Ia sangat berharap hal itu hanyalah bagian dari mimpinya. Akan tetapi suara itu malah bertambah keras dan lebih nyata dari sekadar mimpi belaka. Matanya yang sempat terkatup beberapa saat menjadi terbelalak ketika menyaksikan seekor anjing yang terus menyalak ke arahnya.

Meski ia bertengger di langit-langit gubuk tua itu, anjing itu mengetahui keberadaannya. Gonggongan itu memancing beberapa orang pria di kampung datang untuk melihat apa yang mengganggu si anjing. Mengetahui ada tamu tak diundang, para pria itu mulai mengusir serindit kecil dari tempat sembunyinya.

"Oh, tidak! Ini bukan mimpi. Ini benar-benar nyata," teriaknya seraya menghindar dari serangan yang diarahkan padanya.

Kelelahan secara fisik maupun mental tak lagi dirasakannya demi menyelamatkan diri. Dalam derasnya hujan, serindit kecil harus melarikan diri sejauh mungkin dari tangkapan dan kejaran yang mengancamnya. Ia terpaksa menembus kegelapan dan dinginnya malam untuk sesegera mungkin mencari tempat berteduh dan berlindung.

Dalam pelariannya, ia melintasi sebuah goa dan langsung menghentikan kepakan sayapnya. Ia ragu saat tiba di mulut goa. Ketakutan seketika menyergapnya saat melihat titik-titik merah menyala yang terpancar dari mata-mata kelelawar yang bergelantungan memenuhi dinding dalam goa. Ia merasa sangat takut tapi hujan turun begitu deras di luar. Merasa tak ada pilihan lain, ia memberanikan diri untuk masuk dan menyapa.

"Permisi, Paman! Bolehkah aku menumpang bermalam disini?" sapanya dengan gemetar.

Salah satu kelelawar menjawab, "Hai, burung kecil! Ada gerangan apa sehingga makhluk kecil sepertimu berkeliaran sendirian di malam yang hujan lebat seperti ini?" tanyanya heran.

"Maafkan aku, Paman. Aku dalam perjalanan pulang dan tersesat. Ibuku ditangkap pemburu pagi tadi. Kemudian aku pergi menemui Tuan Harimau dan Pak Gajah untuk menceritakan perihal musibah itu. Saat hendak pulang, aku mampir di sebuah gubuk dan bermaksud untuk bermalam disana. Namun aku diserang oleh anjing dan manusia yang tinggal disana. Dalam pelarianku, aku lalu menemukan goa ini," paparnya dengan lirih.

"Burung kecil yang malang. Kami ikut bersimpati mendengar kisahmu. Silahkan engkau bermalam disini! Namun tak ada yang dapat kami berikan untukmu selain dari tempat berlindung," ungkapnya.

"Terima kasih, Paman. Tidak apa-apa. Aku hanya perlu istirahat," sahutnya.

"Baiklah. Selamat beristirahat, burung kecil!" imbuhnya.

........

Hari yang baru datang kembali. Pagi itu mentari kembali bersinar cerah. Namun tidak secerah suasana hati serindit kecil. Ia masih tak percaya pada peristiwa memilukan kemarin. Namun berkat dukungan dan dorongan dari Tuan Harimau dan Pak Gajah, ia merasa sedikit tenang dan tegar dalam menghadapi masalah yang sedang melandanya.

Setelah pamit, ia pergi meninggalkan goa kelelawar dan langsung terbang kembali ke pohon tempat peristiwa nahas itu terjadi. Masih segar dalam ingatannya akan kenangan terakhirnya bersama sang ibu. Saat  mengingat kembali hal itu, hatinya menjadi pilu dan kelabu.

"Bagaimana aku bisa bertemu kembali dengan ibu?" gumamnya.

Dalam kegalauannya, mendadak ia dikejutkan oleh suara manusia yang sedang bercakap-cakap sembari melintas di bawah pohon yang ia hinggapi.

"Oh, itu para pemburu yang menangkap Ibu kemarin," serunya dengan perasaan berdebar.

Serindit kecil segera mengikuti mereka dan mengawasi dari jarak yang agak jauh dengan hati-hati. Para pemburu itu sedang beraksi kembali mencari mangsa pagi itu. Ia terus menguntit mereka dengan penuh kewaspadaan sampai hari menjelang siang.

Saat istirahat, mereka kembali ke tenda mereka. Disana seluruh hasil tangkapan dan buruan mereka dikumpulkan dan disimpan. Tidak hanya burung tapi juga berbagai jenis satwa lain seperti monyet, musang, biawak, dan trenggiling.

Serindit kecil memperhatikan dengan saksama apakah sang ibu ada disana. Didorong keinginan yang besar untuk mencari dan menemukan ibunya, ia pun mencoba mendekat ke tenda. Saat kondisi dirasa aman, ia menyelinap masuk ke dalamnya. Betapa girangnya ia saat melihat Ibu ada di antara sekian banyak hewan lain yang dikurung dalam deretan dan tumpukan sangkar.

Dengan refleks ia memanggilnya. "Ibu, Ibu!" panggilnya bahagia campur haru.

"Oh, anakku!" sahut Ibu yang terkejut tak menyangka.

"Kau disini, Nak. Bagaimana kau bisa sampai sini?" lanjutnya.

"Aku mengikuti para pemburu itu, Bu," jawabnya.

"Ibu, ayo keluar dari sangkar ini," ajaknya.

"Anakku, Ibu sedang mencari kesempatan untuk keluar dari sangkar ini. Namun tampaknya belum ada setidaknya sampai saat ini," ungkapnya.

"Aku akan menunggu Ibu disini," ucapnya.

"Jangan, Nak! Itu berbahaya. Mereka akan melihat dan menangkapmu," ujarnya.

"Aku harus bagaimana, Bu. Aku tidak ingin berpisah lagi dengan Ibu," sahutnya.

"Dengarkan Ibu! Ibu akan segera keluar dari sini begitu ada kesempatan. Sementara waktu, kau harus sembunyi di suatu tempat dimana kau bisa melihat tenda ini dari jarak jauh. Mengerti, Nak?" jelasnya.

"Ya, Bu," tukasnya.

Tak lama kemudian terdengar kembali suara pemburu mendekat ke tenda.

"Cepat, Nak! Kau harus pergi," serunya.

.........

Seperti yang diperintahkan ibunya, serindit kecil kemudian mencari sebuah pohon untuk dijadikan tempat sembunyi lalu bertengger di atasnya. Dari sana ia bisa memantau tenda tempat ibunya berada.

"Oh, Ibu. Bagaimana aku bisa bersamamu lagi?" pikirnya.

Saat sedang larut dalam angannya, tiba-tiba saja sebuah jaring dilempar ke arahnya dan mendarat tepat mengenainya. "Krosak!" Tak pelak lagi, ia terperangkap dan pasrah tak berdaya untuk meloloskan diri. Ia tak menyangka kini nasibnya sama seperti ibunya.

Keberadaan serindit kecil ternyata sudah terendus oleh para pemburu. Mereka membuntutinya setelah ia kepergok menemui ibunya di tenda. Ia tidak sadar jika telah dikuntit sampai ke pohon tempatnya sembunyi.

Melihat serindit kecil ditangkap dan digelandang oleh pemburu, sontak sang ibu terperanjat. Serindit kecil lalu disatukan dalam sangkar yang sama dengan induknya.

"Anakku!" ratapnya haru.

"Ibu!" serunya.

Keduanya berpelukan erat dalam suasana suka bercampur duka.

"Mereka menangkapku saat aku sembunyi di pohon seperti yang Ibu perintahkan padaku," ucapnya.

"Sudahlah, Nak. Lihatlah! Sekarang kita bisa bersama lagi," hiburnya.

"Tapi bagaimana kita bisa keluar dari sini, Bu?" tanyanya.

"Itu yang sedang Ibu pikirkan," jawabnya.

"Oh, ya Bu. Kemarin aku sudah menemui Tuan Harimau dan Pak Gajah," ujarnya.

"Apa?" sahutnya terkejut.

"Kau sudah melakukan hal yang tepat, Nak. Ibu bangga sekali padamu!" timpalnya.

"Semoga saja mereka melakukan sesuatu bagi kita," sambungnya.

Bak gempa bumi, tiba-tiba saja tanah menjadi bergetar. Getaran itu semakin lama, semakin keras terasa. Sangkar-sangkar di dalam tenda itu bergerak-gerak dan seluruh hewan di dalamnya berteriak histeris. Dari kejauhan terdengar suara yang tidak asing. Suara trompetnya gajah dan suara aumannya harimau.

"Ada apa ini, Bu?" tanyanya heran.

"Pertolongan telah datang, Nak," katanya menyambut suka cita.

"Maksud Ibu, kita akan bebas," tanyanya lagi.

"Betul, Nak. Tak salah lagi. Mereka datang untuk membebaskan kita semua," jawabnya tersenyum sumringah.

Saat kawanan hewan yang terdiri dari gajah, harimau, dan monyet menggeruduk tenda tempat pemburu berada, para pemburu itu lari tunggang-langgang menyelamatkan diri dan meninggalkan seluruh hasil tangkapan buruan mereka. Mereka lari pontang-panting demi menghindari serangan dan amukan hewan-hewan yang berlaku ganas dan beringas.

Sesaat setelah para pemburu kabur, beberapa ekor monyet kemudian membebaskan satu per satu hewan yang disekap dalam sangkar. Semua bersorak gembira saat dibebaskan. Mereka kemudian berkumpul bersama-sama untuk meluapkan kegembiraan mereka setelah berhasil bebas dari cengkeraman penindasan dan perbudakan manusia.

Tak ketinggalan serindit kecil dan ibunya. Keduanya ikut larut dalam euforia spontan dan singkat itu. Saat perhelatan sesaat itu usai, keduanya lalu menghampiri Tuan Harimau dan Pak Gajah yang masih dikerubungi oleh hewan-hewan yang lain.

"Terima kasih, Tuan-tuan sekalian karena telah menyelamatkan kami. Jika tanpa pertolongan tuan, kami tidak tahu akan seperti apa," ungkapnya.

"Tidak masalah, Bu. Itu sudah menjadi tugas kami. Sudah semestinya kami berbuat demikian. Semua demi keamanan dan ketenteraman kita bersama," jelasnya.

"Bagaimana denganmu, sobat kecil? Apa kini kau bahagia setelah bertemu kembali ibumu?" tanya Pak Gajah.

"Ya. Aku bahagia sekali sekarang. Terima kasih, Pak Gajah dan juga anda, Tuan Harimau," ucapnya.

Dengan perasaan lega dan suka cita, mereka kembali menuju tempat mereka berada. Teriring doa dan harapan, semoga tanah tempat tinggal mereka menjadi negeri yang aman, damai, dan sentosa. Serindit kecil dan induknya kembali melanjutkan perjalanan hidupnya.

(SELESAI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun