Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ranti (2/3)

23 Juli 2022   10:01 Diperbarui: 23 Juli 2022   10:04 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan konstruksi berpikir yang telah susah payah dibangunnya, ia mendebat, "Bagaimana mungkin semua kebohongan itu bisa tidak terekspos? Padahal faktanya benar-benar berlawanan dengan pengakuannya. Ranti bukanlah seorang mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas yang sedang mengerjakan skripsi. Tidak ada satupun perguruan tinggi di Jakarta yang pernah ia enyam pendidikannya. Selepas SMA ia merantau ke Jakarta kemudian tinggal di daerah kumuh di satu sudut ibu kota. Ia hanya seorang pekerja serabutan yang mengadu nasib dengan bergonta-ganti dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain demi bertahan hidup."

"Ranti tidak hanya kenal dengan Hilda majikannya tapi juga dekat dan intens berinteraksi dengannya. Hal itu dikarenakan Ia adalah asisten rumah tangga di rumah itu. Ia telah bekerja disana selama hampir setahun. Itu bisa dilihat dari transaksi rekening bank milik Hilda. Ada 11 kali transfer rutin tiap awal bulan masuk ke rekening Ranti dari Hilda. Belum termasuk beberapa transfer lainnya."

"Tidak ada HP yang berisi percakapan dengan Hilda. Tidak secarik pun kertas bahan skripsi ataupun kuliah miliknya yang ditemukan. Tidak ada lembaga pendidikan tempat ia mengajar freelance. Tidak satu pun barang dan bagian dari rumah itu yang rusak atau hancur. Tidak ada klinik yang menjadi tempat ia dirawat selama lima hari. Bahkan tidak ada sedikitpun cedera ia alami. Tidak ada seorangpun bernama Bagas yang disebut-sebut sebagai sosok penting baginya."

"Semua begitu nyata dan jelas. Semua itu bohong dan dusta yang diada-adakannya. Semua itu hanya khayalan dan karangannya belaka. Alangkah hebat narasi yang ia buat! Betapa sempurna acting yang ia mainkan! Tak seorangpun mampu melakukan kegilaan semacam itu kecuali ia memang gila."

Saat kekalutan itu membuncah, secara spontan seluruh gulungan kertas print out hasil uji kebohongan itu dilemparnya sehingga berserakan di lantai ruang kerjanya. Beberapa saat setelah amarahnya reda, ia berkata sambil menghela nafas dalam-dalam, "Tinggal satu langkah lagi yang harus ku lakukan untuk menyelesaikan kasus ini."


(BERSAMBUNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun