Kinerja Karyawan.
Kinerja pegawai merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pegawai tersebut dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Menurut Robbins (2003) bahwa kinerja pegawai adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi. Dalam studi manajemen kinerja pekerja atau pegawai ada hal yang memerlukan pertimbangan yang penting sebab kinerja individual seorang pegawai dalam organisasi merupakan bagian dari kinerja organisasi, dan dapat menentukan kinerja dari organisasi tersebut.Â
Berhasil tidaknya kinerja pegawai yang telah dicapai organisasi tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari pegawai secara individu maupun kelompok. Kinerja (Performance) merupakan perilaku organisasional yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Kinerja seringkali dipikirkan sebagai pencapaian tugas, dimana istilah tugas sendiri berasal dari pemikiran aktivitas yang dibutuhkan oleh pekerja (Gibson, 1997).
Menurut yang dikemukakan Yukl (1998) memakai istilah proficiency yang mengandung arti yang lebih luas. Kinerja mencakup segi usaha, loyalitas, potensi, kepemimpinan, dan moral kerja. Profisiensi dilihat dari tiga segi, yaitu: perilaku-perilaku yang ditunjukkan seseorang dalam bekerja, hasil nyata atau outcomes yang dicapai pekerja, dan penilaian-penilaian pada faktor-faktor seperti motivasi, komitmen, inisiatif, potensi kepemimpinan dan moral kerja. Gibson (1997) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi seperti, kualitas, efisiensi, dan kriteria efektivitas lainya. Kinerja merefleksikan seberapa baik dan seberapa tepat seorang individu memenuhi permintaan pekerjaan. Faustino Gomes (1995) lebih lanjut menjelaskan terdapat dua kriteria pengukuran performa atau kinerja karyawan, yaitu :
- pengukuran berdasarkan hasil akhir (result-based performance evaluation) dan
- pengukuran berdasarkan perilaku (behaviour based performance evaluation).
Pengukuran berdasarkan hasil, mengukur kinerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir saja. Tujuan organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen atau kelompok kerja, kemudian karyawan dipacu dan dinilai performanya berdasarkan seberapa jauh karyawan mencapai tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Kriteria pengukuran ini mengacu pada konsep managemetn by objektif (MBO).
Keuntungan pengukuran kinerja karyawan seperti ini adalah adanya kriteria-kriteria dan target kinerja yang jelas dan secara kuantitatif dapat diukur. Namun demikian, kelemahan utama adalah dalam praktek kehidupan organisasi, banyak pekerjaan yang tidak dapat diukur secara kuantitatif sehingga dianggap mengabaikan dimensi-dimensi kinerja yang sifatnya non kuantitatif (Faustino Gomes, 1995).
Pengukuran berdasarkan perilaku lebih menekankan pada cara atau sarana (means) dalam mencapai tujuan, dan bukan pada pencapaian hasil akhir. Pengukuran berdasarkan perilaku condong pada aspek kualitatif daripada aspek kuantitatif yang terukur. Pengukuran berdasarkan perilaku umumnya bersifat subyektif dimana diasumsikan karyawan dapat menguraikan dengan tepat kinerja yang efektif untuk dirinya sendiri maupun untuk rekan kerjanya (Faustion Gomes, 1995).
Pengukuran berdasarkan perilaku mendapat perhatian luas dari penelitian-penelitian mengenai perilaku organisasi dan sumber daya manusia karena terbukti skala pengukuran subjektif mempunyai konsistensi (reliabilitas) yang tidak kalah dengan pengukuran obyektif (Sing et al., 1996). Kelemahan utama kriteria pengukuran ini adalah rentan terhadap bias pengukuran karena kinerja diukur berdasarkan persepsi.
Untuk mengatasi hal tersebut, Babin dan Boles (1998), Bono dan Judge (2003) serta Sing et al. (1996) menyarankan penggunaan instrumen yang mengukur kinerja dari banyak aspek perilaku spesifik, seperti perilaku inovatif, pengambilan inisiatif, tingkat potensi diri, manajemen waktu, pencapaian kuantitas dan kualitas pekerjaan, kemampuan diri untuk mencapai tujuan, hubungan dengan rekan kerja dan pelanggan, dan pengetahuan akan produk perusahaannya serta produk pesaing (product knowledge).Â
Cara ini menurut Judge dan Bono (2003) selain ditujukan untuk mengatasi bias pengukuran juga dimaksudkan untuk mengakomodir ukuran-ukuran kinerja yang sangat luas, sehingga diperoleh gambaran Job Performance yang komprehensif.
Tujuan Kinerja Karyawan.