"Ini jelas ada permainan curang!" geram Senja. "Perusahaan bodong ini pasti dibentuk Bagas untuk mengeruk keuntungan dari proyek tersebut."
Bara mengangguk setuju. "Kita harus segera mempublikasikan temuan ini. Semakin lama ditunda, semakin banyak kerugian yang ditimbulkan."
Senja setuju. Dia segera menulis berita investigasi yang mengungkap praktik korupsi Bagas melalui perusahaan bodong tersebut. Artikel itu dilengkapi dengan data-data valid yang diperoleh dari Aruna. Namun, sebelum Senja bisa mempublikasikan artikelnya, mereka dikejutkan oleh kedatangan orang tak dikenal. Dua pria berbadan tegap mendobrak masuk ke rumah Eyang, menuduh Senja dan Bara sebagai buronan yang sedang diincar polisi. Eyang yang terkejut, tak bisa berbuat apa-apa saat kedua pria itu menggiring Senja dan Bara keluar rumah.
"Apa maksud kalian ini?!" teriak Senja.
"Jangan banyak bicara!" bentak salah satu pria itu. "Ikut kami ke kantor polisi!"
Senja dan Bara saling pandang, kebingungan dan ketakutan bercampur aduk. Mereka tahu, ini pasti ulah Bagas.
Sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, pikiran Senja terus menerka-nerka. "Siapa yang membocorkan keberadaan kita?" bisiknya pada Bara.
Bara menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu. Tapi ini pasti ada hubungannya dengan Bagas."
Sesampainya di kantor polisi, mereka langsung diinterogasi oleh perwira polisi yang tak dikenal. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seputar tuduhan pembobolan data dan pencemaran nama baik terhadap Bagas Wijaya. Senja dan Bara membantah semua tuduhan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa mereka hanyalah jurnalis dan aktivis yang sedang berusaha mengungkap kebenaran. Namun, perwira polisi itu tak menggubris pembelaan mereka. Dia bahkan menunjukkan bukti berupa rekaman CCTV yang memperlihatkan Senja dan Bara sedang membobol data di kantor Bagas.
Senja dan Bara tercengang. Mereka tidak pernah melakukan hal tersebut. "Rekaman itu palsu!" teriak Senja.
"Kami punya saksi mata yang melihat kalian dengan mata kepala sendiri," kata perwira polisi itu datar.