Di ruang kerjanya, Watimaga membaca naskah RUU tersebut dengan seksama. Wajahnya menegang, alisnya berkerut.
"Ini tidak bisa dibiarkan, Bagas," katanya kepada Sekjen partai yang berdiri di sampingnya. "RUU ini jelas merugikan rakyat. Kita harus mengambil sikap."
"Setuju, Bu," jawab Bagas. "Kita perlu segera menggelar konferensi pers dan menyampaikan kritikan kita terhadap RUU ini."
Tak berselang lama, markas Banteng dipenuhi awak media. Watimaga, dengan tegas, menyampaikan penolakan partainya terhadap RUU tersebut.
"RUU ini tidak hanya merugikan rakyat, tapi juga berpotensi melemahkan demokrasi kita," kata Watimaga, suaranya lantang. "Partai Banteng mendesak pemerintah untuk mencabut RUU ini dan melibatkan partisipasi publik dalam proses legislasi."
Pernyataan Watimaga disambut sorakan dan tepuk tangan dari para aktivis yang ikut hadir dalam konferensi pers tersebut. Berita penolakan Banteng terhadap RUU itu pun menjadi sorotan media.
Sementara itu, di dalam Istana Negara, para petinggi Koalisi Garuda sedang berdiskusi. Wajah mereka masam membaca berita di layar lebar yang menampilkan konferensi pers Banteng.
"Sialan! Banteng semakin menjadi-jadi," gerutu Menteri Hasan, tangannya mengepal di atas meja.
"Mereka memang selalu pandai mengambil alih panggung," sahut Menteri Budi, nada bicaranya kesal.
"Kita tidak bisa tinggal diam," ujar Presiden Prabowo, suaranya tegas. "Cari cara untuk mendelegitimasi kritik mereka. Sebarkan isu bahwa Banteng hanya mencari sensasi dan tidak memikirkan kepentingan nasional."
Para menteri berdiskusi, menyusun strategi untuk membungkam suara oposisi. Mereka tak ingin citra pemerintahan mereka tercoreng akibat kritikan Partai Banteng.