"Yono, apa yang barusan kamu lakukan?" tanya Watimaga, suaranya dingin dan penuh kekecewaan.
Yono tertunduk, ia tak berani menatap mata ketua partainya. "Bu, saya..."
"Kau sudah mengkhianati partai, mengkhianati rakyat," lanjut Watimaga, suaranya bergetar menahan emosi. "Kami akan mengambil tindakan tegas terhadapmu."
Para anggota fraksi lain menatap Yono dengan tatapan penuh kekecewaan. Mereka tak menyangka, salah satu rekan mereka tega membelot demi kepentingan pribadi.
Yono terdiam, rasa penyesalan dan malu menyiksa batinnya. Ia telah tergoda oleh bisikan kekuasaan dan jabatan, mengabaikan janji kesetiaannya kepada Banteng dan perjuangan untuk rakyat.
Sementara itu, di ruang kerjanya, Menteri Hasan dan para petinggi Koalisi Garuda bersorak gembira atas keberhasilan mereka meloloskan RUU tersebut. Namun, di tengah kegembiraan itu, Hasan melirik ke arah Yono yang berdiri tegang di sudut ruangan.
"Selamat bergabung, Pak Yono," kata Hasan, senyumnya penuh arti.
Yono hanya bisa membalas dengan anggukan lemah. Ia telah membuat pilihan, namun kemenangan Koalisi Garuda terasa hampa, dibayangi oleh rasa pengkhianatan dan penyesalan yang menggerogoti hatinya.
Bab ini menandai kekalahan Banteng dalam upaya menghalangi RUU kontroversial. Namun, pengkhianatan Yono menjadi titik balik bagi partai. Banteng harus segera bangkit, membenahi internal, dan belajar dari kekalahan ini. Yono, di sisi lain, harus menanggung konsekuensi atas perbuatannya, terasing dari rekan separtai dan menanggung beban penyesalan. Perjuangan Banteng sebagai oposisi masih panjang, dan mereka harus berjuang lebih keras lagi untuk menghadapi tantangan-tantangan ke depan.
Bab 7: Kebangkitan dan Kejutan di Tengah Badai
Kekalahan meloloskan RUU kontroversial menjadi pukulan telak bagi Banteng. Kekecewaan dan kemarahan melanda para anggota partai. Namun, di tengah keterpurukan tersebut, muncul semangat baru untuk bangkit.