Watimaga, yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Banteng, tengah berdiskusi dengan tim inti partai untuk membahas strategi kampanye. Wajahnya berseri-seri, memancarkan optimisme.
"Pemilu kali ini akan menjadi penentuan," kata Watimaga, suaranya tegas namun tenang. "Rakyat akan menilai kinerja pemerintah dan rekam jejak partai kita selama lima tahun terakhir."
Para anggota tim saling bertukar pendapat, membahas program-program yang akan diusung dan strategi pemenangan di setiap daerah. Suasana diskusi dipenuhi semangat dan antusiasme.
Di tengah hiruk pikuk tersebut, Watimaga menerima pesan singkat yang tak terduga. Pengirimnya adalah Yono, mantan anggota Banteng yang dulu membelot ke Koalisi Garuda.
"Saya ingin bertemu," bunyi pesan tersebut.
Watimaga terdiam sejenak, raut wajahnya berubah melankolis. Yono adalah masa lalu kelam yang tak pernah bisa dilupakannya. Pengkhianatan Yono menjadi pukulan telak bagi Banteng dan meninggalkan luka yang mendalam.
"Bu, sebaiknya Anda tidak menemui dia," ujar Sekjen partai, Bagas, yang melihat raut wajah Watimaga berubah.
Watimaga terdiam sesaat, menimbang-nimbang. "Tidak, ini saatnya untuk berdamai dengan masa lalu," katanya akhirnya. "Mungkin ada hal penting yang ingin dia sampaikan."
Pertemuan antara Watimaga dan Yono berlangsung di sebuah kafe yang sepi. Suasana tegang saat mereka berhadapan. Yono tampak lebih tua dan terlihat penyesalan di wajahnya.
"Maaf, Bu," kata Yono, suaranya lirih. "Saya menyesali perbuatan saya di masa lalu."
Watimaga hanya diam, menunggu Yono melanjutkan pembicaraan.